haaaai selamat soreee, bab selanjutnya menyusul malam yaaah, baca juga RAHASIA HATI: TERPERANGKAP MENJADI ISTRI KEDUA CEO DINGIN ☺️ terima kasih sudah membaca 🤗🤗
Niat hati ingin mengelabui, ternyata malah tertangkap basah! “Siang bolong begini, Vin?” goda Riana setelah Rajendra lebih dulu berdeham dan meninggalkan mereka berdua. “Apa sih?” tanya Kelvin, ia menyapukan rambut hitamnya ke belakang saat Amaya menyenggol lengannya, isyarat agar Kelvin menjawab ibunya dengan sedikit lebih masuk akal. “Nggak ngapa-ngapain juga. Benerin ikat pinggang emangnya salah? Habis dari kamar mandi tadi.” “Oh—“ “Lagian kalau ngapa-ngapain tuh juga kenapa, Mam? Sama istri sendiri juga. Kayak nggak pernah muda aja,” imbuhnya. “Mama sama Papa dulu pasti juga sering—aaak!” Kelvin berteriak saat Riana mencubit dadanya, ia tarik dan ia puntir. “Mam—sakit, Mam—“ “Berani kamu godain Mama hah?” “Godain gimana sih?” tanya Kelvin balik seraya mengusap dadanya. Ia terdorong menyingkir dari hadapan Riana setelah ibunya itu membuatnya hampir terjengkang. “Maaf ya, Sayang ....” kata Riana pada Amaya. Mendekat dan memeluknya. “Maklum di usianya yang udah kepala tiga s
“Maaf, Mir,” ucap Rama sekali lagi. “Buat semua kesalahan yang aku lakukan, buat aku yang udah menghancurkan hidupmu dan bahkan berniat membuatmu menghilang.” Miranda tertunduk di tempat ia duduk. Ia meremas jari-jarinya yang ada di atas paha. Hening kembali menghampiri, senja di luar yang menggelap menuntun mereka untuk mengingat, menapaki kembali jalan suram yang pernah mereka ambil. “Waktu itu ...” Miranda akhirnya membuka suaranya. “Waktu kamu dorong aku dari lantai dua Amore, apa itu betulan karena kamu rencanakan?” tanyanya. “Apa ... nggak seberharga itu aku buat kamu sekalipun hubungan yang sebelumnya kita lakukan itu salah?” Rama tampak menggertakkan rahangnya, ia menggeleng sebelum menjawab Miranda. “Nggak,” jawabnya. “Aku nggak pernah rencanain itu, Mir. Nggak pernah ada niat sejak awal buat dorong kamu. Aku cuma ... tertekan waktu itu. Aku takut kalau Papaku bakal buang aku ke tempat yang jauh dari sini. Maaf ....” Miranda tersenyum tipis, ia lalu menggigit bibirny
'D-dia ngapain sih?' batin Amaya penuh dengan tanya. 'Dia beneran kesel sama aku yang ngomong kalau motornya Ziel keren kemarin? Astaga ... padahal yang aku puji tuh motor barunya, bukan orangnya. Ini model cemburu apa lagi, Kelvin?' Mata Amaya terpejam sesaat. Tak ada kata damai dalam hidupnya jika sikap agresif Kelvin sering kali tak tertebak. Hari ini dengan naik motor, lalu berhenti di hadapannya seolah ia sedang menunjukkan bahwa dirinya adalah suaminya Amaya. 'Tadi bukannya dia ngantar kak Gafi ke chiropractor ya?' batinnya lagi. 'Jadi dia pulang dulu buat ngambil motornya terus ke kampus gitu?' Lagi pula kenapa Amaya tak sadar bahwa itu adalah motornya Kelvin? Ia hampir melihatnya setiap hari di garasi. Semua pikiran berkecamuk tanpa henti. Amaya sedikit tersentak saat mendengar Kelvin yang mengatakan, "Ayo." Kepala pria itu sekilas miring ke kiri, meminta Amaya untuk segera naik. Salah satu tangannya mengarah ke depan, menyerahkan helm pada Amaya yang bingung haru
Amaya mendorong Kelvin dengan menggunakan kedua tangannya. Sepasang matanya membola menatap prianya itu yang malah tersenyum dengan tanpa dosanya padahal Amaya dilanda kepanikan. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan tak ada orang yang melihat apa yang mereka lakukan karena memang saat ini mereka ada di tempat umum. "Mas Vin apaan sih ah!" tegur Amaya. "Kita di tempat umum loh, jangan main cium-cium begitu dong! Gimana kalau ada yang lihat coba?" Yang mendapat protes justru menoleh ke kiri dan ke kanan, menirukan saat Amaya melakukannya dengan sedikit panik tadi. "Oh ya? Siapa?" tanyanya, persis seperti nada bicara Amaya barusan. Amaya yang kesal memukul dadanya, tangan kecilnya itu diraih oleh Kelvin yang menariknya agar mendekat sebelum ia menjawab dengan "Aku nggak menemukan siapapun di sekitar sini yang lihat aku cium kamu, Amaya," katanya. "Penjual lagi sibuk ngejualin orang, pohon sama tanaman sibuk menikmati hidup mereka yang tenang dan dibelai-belai angin, cuma Kelvi
Nasib dua ratus tusuk telur gulung itu berakhir dengan dibagikan kepada orang-orang yang siang itu ada di Ruang Terbuka Hijau tempat di mana Amaya dan Kelvin berhenti. Tapi tentu saja tidak habis semuanya, orang-orang hanya mengambil seperlunya—tiga hingga lima tusuk saja. Sehingga makanan itu mereka putuskan agar berpindah tangan dan berhenti di rumah orang tua Kelvin serta di rumah Gafi. Arsen yang paling senang saat mendapatkan jajan itu dari keduanya. Amaya juga masih memakannya setelah mereka sampai di rumah. Bersama dengan Kelvin, mereka duduk di ruang makan, mendesis pedas oleh sambal buatan Bi Mara—yang juga diminta Amaya untuk membantu menghabiskan telur gulungnya. 'Kapok deh, nggak bakal jajan tanpa tanya harga dulu,' batin Amaya seraya keluar dari kamarnya. Ia mengusap perutnya yang rasanya terlalu kenyang, terisi telur gulung. Ia merapikan rambutnya dan mencangklong tas miliknya. Ada agenda yang harus ia lakukan di luar. Ia bersama dengan Alin dan Naira a
Ini bukan karena Kelvin ingin menunjukkan pada semua rekan dosennya semanis apa hubungan mereka jika di rumah—hal yang jelas tidak bisa dijumpai oleh mereka selama di kampus karena mereka lebih sering menjaga jarak sekali pun semua orang tahu hubungan seperti apa yang mereka miliki. Memang seperti inilah sikap Kelvin pada Amaya. Ia selalu mengatakan ‘I love you’ setiap Amaya pergi atau berpamitan ke rumah teman-temannya. Kelvin selalu mengatakan ‘Hati-hati di jalan’ yang disertai dengan kecupan di keningnya. Sebenarnya di bibir juga, tapi sepertinya ia lebih memilih untuk mengurungkan itu hari ini. Semua yang ia lakukan itu adalah hal yang terbiasa diterima oleh Amaya. Namun, siang menuju sore ini rasanya lain, lebih mendebarkan dan membuat Amaya kikuk. Alasannya jelas, karena ada yang melihat. “I-I love you more, and more, and more,” jawab Amaya akhirnya. Ia melambaikan tangannya pada Kelvin sebelum berlari pergi dari hadapannya. Kelvin nyaris merengkuh pinggangnya sekali lag
Amaya tak bisa bergerak, tangannya dikekang. Dua pria mencengkeram pergelangan tangannya di kiri dan kanannya. Erat, seolah memastikan agar ia tak kabur. Ia dipaksa duduk di dekat pos security yang ada di gerbang komplek, di mana di sana tak ada penjaganya. Alin pernah mengatakan padanya bahwa si Bapak yang bertugas menjaga komplek itu sedang sakit dan belum ada yang menggantikannya. Kebetulan yang sangat tidak mengenakkan. "Lihat kamu yang baru aja niat kabur, harusnya kamu udah ingat siapa Hakim Rasyid, 'kan?" tanya si botak—yang Amaya yakini adalah ketua persekutuan preman yang mengelilinginya ini. Amaya tak menjawab, ia mendengus saat si pria bertato naga di lehernya itu menyambung kalimat si botak dengan mengatakan, "Hubungi Abangmu yang kaya raya itu!" titahnya. "Minta ke dua uang dua miliar kalau mau kamu selamat!" ancamnya penuh penekanan. "Jadi kalian disuruh sama Hakim Rasyid?" tanya Amaya memastikan. Menjaga nada bicaranya agar tak terdengar gemetar meski sebenarnya ia
“HAJAR DIA!” seru si pria bertato naga. Kalimat itu timbul sebagai sebuah provokasi. Mereka secara bersamaan pergi dari sekitar Amaya duduk untuk menyerang Kelvin yang akhirnya begitu saja menjatuhkan helm yang tadi ditentengnya. Amaya melihat Kelvin yang dengan sigap melepas jaket kulit yang ia kenakan, seolah abai pada Helm mahal miliknya itu menggelinding entah ke mana. Dengan kedua matanya, Amaya melihat Kelvin menumbangkan dua orang sekaligus dengan hanya mengunakan jaket kulit yang ia gunakan sebagai senjata itu. Pisau lipat yang dibawa oleh si pria bertato naga tak berfungsi. Alih-alih berhasil melukai, pisau itu terlempar meninggalkan si pemiliknya akibat pukulan cerdik Kelvin. Dua pria bertato naga jatuh setelah Kelvin menendang perutnya, ia terhuyung keras hingga jatuh ke dalam got. Kelvin memutar tubuhnya saat melihat dua orang yang mendekat kepadanya. Mereka maju dengan mengepalkan kedua tangan mereka, bersiap dalam posisi kuda-kuda, menghalau seandainya Kelvin menye
"Jangan merasa bersalah atau bahkan merasa gagal," ucap Kelvin saat ia melepas Amaya dari dekapannya. "Nggak apa-apa kalau belum berhasil. Lagian kita juga baru aja ngerencanain itu, 'kan? Dan perlu kamu ingat ini—" Kali ini, Kelvin tak lagi berdiri. Postur tubuhnya yang tegap dan tinggi hilang saat pria itu berlutut di depan Amaya. Sementara tangan kiri Amaya masih memegang botol kaca, Kelvin Meraih tangan kanan istri kecilnya itu dan ia letakkan di pipinya—seolah meminta Amaya untuk menyentuhnya. "Berhasil sekarang atau nanti, atau bahkan sekalipun itu nggak berhasil, aku nggak ada masalah," lanjutnya dengan suara baritonnya yang hangat dan membuat debaran memenuhi dada Amaya. "Aku nggak pernah menuntutmu, Amaya. Aku mencintaimu karena kamu adalah dirimu, bukan karena kamu harus melakukan A, atau nggak bisa melakukan B, nggak seperti itu." Tak ada yang tak membuat Amaya berdebar, satu demi satu kalimatnya membuat Amaya merasa bahwa seperti itulah harusnya cinta terjadi, tanpa s
Waktu liburan di Kanada sudah hampir habis. Meski Amaya tak akan secepat itu untuk kembali ke kampus, tapi mereka tetap harus lebih dulu kembali ke Jakarta. Pagi ini, saat ia keluar dari kamarnya, kepalanya terasa pusing. Bukan hanya kepalanya yang bermasalah, tapi perutnya juga. Ia memanggil Kelvin yang tak dijumpainya di atas ranjang sejak membuka mata. Seperti biasa, prianya itu sering kali lebih dulu bangun dan membuatkan Amaya sarapan. Hampir sebagian besar sarapan yang dinikmati oleh Amaya selama mereka di Kanada adalah hasil karya Kelvin. Langkahnya terseret saat ia menuju ke ruang makan. Seperti dugaannya, prianya itu ada di sana, berdiri dan meletakkan dua piring spaghetti bolognese yang asapnya masih mengepul. "Selamat pagi," sapa Kelvin seraya menoleh pada Amaya. Senyumnya mendadak hilang saat manik mereka berjumpa. "Kenapa?" tanya Kelvin seraya melepas apron hitam yang melilit pinggangnya sebelum ia meletakkannya di atas meja. Kaki panjangnya menghabisi jarak dan
"Kalau kak Gafi sama Kak Rena kepingin, kalian juga bisa jadi vacum cleaner yang saling sedot loh," balas Amaya atas ucapan kakak lelakinya. Kedua pipinya menggembung kesal sebelum menunjuk dengan jarinya, "Kalau bukan anaknya yang ngerusak momen, ya bapaknya! Terus aja gitu kalian sampai Wonderland jualan ubur-ubur transparan!"Riana yang tertawa lebih dulu, disusul Kelvin yang memandang Amaya tanpa berpaling. Suka jika istrinya itu sudah saling ejek dengan si Abang.Sementara yang dibalas tampak tidak terima dan mengarahkan tangannya ke depan, mencubit hidung Amaya."Udah pinter sekarang ngocehnya ya ... banyak banget kosa katanya. Ketularan siapa sih?!"Sudut matanya mengarah pada Kelvin yang kemudian berdeham."Aku, ketularan aku," jawabnya sebagai sebuah pengakuan. "Tapi selain itu emang Amaya udah ada bakat sih ....""Ya udah, pantes jodoh, sama soalnya!" timpal Gafi kembali.Amaya meraih tangan Kelvin agar selangkah mendekat padanya—setelah mengusap hidungnya yang terasa panas
Kelvin selalu menepati janjinya pada Amaya, tentang apapun itu. Amaya meminta agar mereka kembali ke Wonderland pada malam pergantian tahun, tanggal tiga puluh satu Desember agar mereka bisa melihat kembang api dalam menyambut tahun baru? Pria itu pun menepatinya. Mereka tiba lebih awal di sini, Wonderland, tempat di mana tak hanya mereka berdua saja yang datang, tapi juga keluarga mereka—dan ratusan atau bahkan ribuan orang lain untuk menyambut tahun baru. Sudah banyak hari yang mereka habiskan untuk menjelajahi Quebec, kembali ke tempat ski, hingga makan di restoran yang pernah Amaya katakan. Pada setiap penghujung hari itu, Amaya selalu mengatakan pada Kelvin, ia tak lupa 'kan untuk pergi melihat kembang api? Amaya rasa ... Kelvin tak pernah bosan dengan tanya-tanya yang ia sampaikan. Pria itu selalu penuh kesabaran saat menjawab, 'Ingat, Sayangku ....' Karena dia memang benar-benar ingat! Di sinilah mereka malam ini. Udaranya jauh lebih dingin ketimbang malam yang pernah me
Tak ada yang salah dengan yang dikatakan oleh Amaya. Dulu Kelvin mendengar istrinya itu sempat menyebutnya 'bapak-bapak' karena memang dirinya adalah bapak-bapak—yang jika dibandingkan dengan Amaya umur mereka memang terpaut jauh. Sekarang, saat istrinya itu menyebut bahwa Calista adalah 'bude-bude', Kelvin tak bisa menyalahkannya. Usia Calista pasti hampir sama dengan Kelvin, jika Kelvin saja dipanggil oleh Amaya dengan 'bapak-bapak' bukankah Calista juga benar jika dijuluki 'ibu-ibu'—ibu gede, yang diserap dalam bahasa Indonesia menjadi 'bude'? "Aku jadi nggak sabar mau ketemu sama dia," kata Amaya yang kemudian membuat Kelvin terjaga dari kediaman sesaatnya. "Kamu mau ketemu sama dia, Sayang?" tanya Kelvin memperjelas. "Mau ketemu dalam artian mau lihat apa yang akan dia lakuin," jawab Amaya. "Kalau dia sangat lantang dengan terus deketin Mas Vin padahal udah diblokir segala macam, bukannya ada kemungkinan dia juga masih akan cari cara buat deket sama kamu juga di dunia nyata?
Saat Amaya berjalan meninggalkan kamar pada pagi hari ini, ia bisa menghidu bau wangi sesuatu yang dipanggang. Sepertinya itu roti manis. Siapa yang membuatnya? Apa ada Riana di rumah ini? Atau Liana, tantenya dari rumah sebelah datang dan membuat kue di sini? Kue manis apa yang sudah dipanggang sepagi ini? Banyak pertanyaan yang ada di dalam kepalanya hingga ia tiba di ruang makan dan melihat seorang pria yang berjalan dari arah dapur. Kedua tangan pria itu tengah mengenakan sarung tangan tebal yang biasa digunakan saat mengambil loyang panas dari dalam oven. Senyumnya tampak manis seperti wangi kue di loyang yang ia bawa mendekat pada Amaya. Kelvin. Lesung pipinya menyambut Amaya saat ia menyapa lebih dulu dirinya yang terpaku di samping meja makan. "Selamat pagi," ucapnya kemudian meletakkan piring ke atas meja. Ia melepas sarung tangan tebal itu, mengikis jarak dan menundukkan kepala untuk mencium bibir Amaya. "Selamat pagi," balasnya. "A-apa itu?" Amaya menunjuk mel
Setelah pulang larut malam dari Winterfest, Amaya menatap Kelvin yang tengah berada di samping kirinya. Sebelah lengan kekar prianya itu tengah melingkar merangkulnya. Mereka berbaring di atas ranjang dan mengatur napas setelah menghabiskan hampir satu jam yang panas. Setelah hampir membeku di Wonderland, bukankah mereka membutuhkan sesuatu untuk membuat tubuh mereka kembali hangat? "Kenapa?" tanya Kelvin dengan lembut, menunduk membalas tatapan Amaya setelah nyawanya terkumpul secara sempurna. "Nggak apa-apa," jawab Amaya. "Cuma lihatin Mas Vin aja, soalnya juga sama nggak ngomong dari tadi, 'kan?" "Nggak ngomong karena masih ngumpulin nyawa, Sayang," ucapnya dengan seulas senyum. "Kamu nggak tahu mungkin rasa enaknya pas—" Kelvin berhenti bicara, ia berdeham sebelum melanjutkan dengan, "Kamu tahu sendiri lah, aku nggak perlu jelasin, 'kan apa maksudnya? Apalagi sama istri yang cantik dan seksi kayak kamu." Kelvin menunduk, dari gerakannya yang memindai mata Amaya dan jatuh
[@kelvinindra__ 'My snow angel, the most beautiful princess in Wonderland. This place suits my baby so well.'] Kalimat manis itu dapat dibaca oleh Calista saat ia memandang layar ponselnya yang tengah menyala. Postingan itu diunggah oleh Kelvin dengan hanya menampilkan potret belakang seseorang, atau lebih tepatnya seorang perempuan berambut panjang dengan long coat warna putih. Dari foto yang diunggahnya, Calista bisa memprediksi bahwa itu diambil Kelvin dengan berdiri di belakang si perempuan, lalu memotret diam-diam saat kembang api meledak di udara. Dari belakang saja Calista pikir perempuan di foto itu sudah terlihat sangat cantik, ditambah dengan pemandangan bangunan berbentuk kastil dan salju tipis yang turun di sekitarnya ... bukankah bisa dipastikan Kelvin sedang jatuh cinta? "Ini Amaya, 'kan?" tanya Calista seorang diri. Ia yang tengah berada di dalam kamarnya duduk dengan sedikit gusar, menelan ludah saat hatinya terasa sakit dengan hanya membayangkan Kelvin sedang ber
Kelvin dengan segera mengikuti ke mana Amaya berlari. Seperti yang baru saja ia katakan, rupanya benar bahwa Arsen juga ada di sana. Ia bersama dengan Riana yang membelikannya balon, tapi pilihannya bukan yang panda. Melainkan yang bergambar kucing. "Kalian mau ke mana?" tanya Kelvin yang berlari mengikuti bocah kecil bernama Arsen yang sudah menarik Amaya entah akan ke mana itu. "Astaga ...." Jika sudah begini artinya Kelvin yang akan dibuat kewalahan. Hilang sudah momen manis yang tadi mereka bangun setelah Amaya berbagi sel otak yang sama dengan Arsen. Pemandangan di mana Kelvin mengejar Amaya itu dapat disaksikan oleh Gafi yang duduk di bangku, di bawah lampu taman yang cantik di Wonderland. Ia duduk bersama dengan Rajendra yang mengeluh sepertinya ia nanti akan kerokan setelah kembali ke hotel. Selagi Serena bersama dengan Riana, mengikuti Arsen dan Amaya, ia lebih memilih duduk di sini. Selain karena ada penghangat di dekatnya, alasan lain adalah karena ada kanopi berbe