"Mas Padma gila!" sembur Viona saat Alfie menarik lengannya menuju tempat parkir.
Tadinya dia menolak untuk mengikuti lelaki itu begitu melihat Ibu Tirta pingsan. Tetapi seperti biasa, Alfie menggunakan keselamatan Tirta sebagai ancaman jika dia tidak mau menurutinya.
Maka dengan perasaan tidak karuan, Viona terpaksa meninggalkan Ibu Tirta yang sedang ditangani oleh perawat dan tersaruk-saruk mengikuti Padma yang menggila.
Ah, dia bukan Padma. Viona yakin yang sedang menggila di hadapannya adalah Alfie-alter ego Padma.
Begitu sampai di samping mobil Alfie, lelaki itu menyentak lengannya hingga Viona nyaris membentur body mobil jika tidak buru-buru menahan dengan tangannya.
"Aku memang gila!" Alfie mendesis di depan wajah Viona yang memerah. Dada perempuan itu bergerak naik turun menahan gelombang kemarahan yang menjalar dalam dirinya.
"Kamu tahu aku gila, tapi kamu tetap bermain-main denganku. Kamu pikir aku tidak akan tahu kamu memindahkan
"Are you okay?" Mandala menggeser kursinya lebih dekat dengan kepala Viona. Perutnya terasa mencelos saat melihat Viona ambruk setengah jam yang lalu.Mandala adalah orang pertama yang Viona lihat saat dia sadar. Disusul dengan kepalanya yang sangat berat dan nyeri di sekujur tubuhnya.Pada perawat yang menanganinya di UGD, Mandala meminta untuk dilakukan pemeriksaan di sekujur tubuh untuk memastikan apakah ada luka, lebam, memar atau sejenis itu.Dia tidak bisa diam saja jika sampai Alfie melakukan kekerasan fisik pada Viona. Perawat mengatakan tidak ada luka atau hal-hal yang mencurigakan.Mandala justru mendengar kabar yang lebih mengejutkan, Viona hamil.Mandala yakin itu adalah anak Alfie, bukan Padma. Masalahnya, dia juga tahu alter ego Padma itu sangat membenci bayi.Itu sebabnya Alfie tak pernah menyentuh Sabda sekali pun dan memilih menikahi Viona agar bisa menjadi ibu sambung yang merawat Sabda dengan penuh kasih layaknya ibu kandung."Siapa yang membawaku ke sini, Mas?" Vio
"Tapi aku tidak bisa melakukan itu sekarang, Mas. Mereka masih sangat terpukul."Jantung Viona terasa seperti diremas-remas melihat pemandangan pilu itu. Dia berbalik lalu menatap Mandala yang terlihat sedang sibuk memikirkan sesuatu."Apa aku bisa minta tolong? Hanya Mas Mandala yang bisa melakukan ini untukku."Mandala mengerjap. Rasa iba mendadak menelusup dalam dadanya melihat Viona yang tampak begitu ringkih dan rapuh. "Apa yang bisa aku lakukan untukmu?"Viona benar-benar berharap dia tidak minta tolong pada orang yang salah. Tetapi dia tidak tahu pada siapa lagi dia bisa menyandarkan harapan untuk masalah ini."Ini tentang Tirta. Bisakah Mas Mandala memindahkan Tirta ke tempat yang aman? Tempat yang tidak akan pernah bisa dilacak oleh Alfie?"Mata Mandala membulat.Seolah belum cukup, Viona melanjutkan ucapannya. "Dan satu lagi. Ini tentang Sabda."***Bik Sari yang semula sedang menyiram tanaman di halaman depan, langsung membanting selangnya begitu saja ke rumput, lalu mengha
"Semalam Padma tidak pernah ada, Viona. Sejak awal akulah yang ada di sana dan berpura-pura sebagai Padma. Aktingku benar-benar meyakinkan, bukan? Buktinya kamu percaya aku adalah Padma dan menelan mentah-mentah semua ucapanku." Alfie menyunggingkan senyum miring.Mulut Viona menganga, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari sana. Hanya ada embusan napas kasar karena perempuan itu tidak percaya dengan ucapan Alfie.Sandiwara katanya? Apanya yang sandiwara?Melihat Viona yang tercengang dengan manik bergoyang gelisah, Alfie tak kuasa menahan tawanya.Lelaki itu membalikkan tubuhnya lalu tertawa terbahak-bahak. Terdengar begitu puas karena berhasil mengelabui Viona yang malang.Setelah puas tertawa, Alfie kembali berbalik dan melempar tatapan mencemooh pada Viona yang masih terperangah tanpa mampu mengatakan apa-apa."Kamu benar-benar percaya Padma mencintaimu sejak delapan tahun yang lalu ? Hahaha. Seharusnya kamu melihat ekspresimu sekarang, Viona. Kamu betul-betul terlihat konyol
Tadinya dia tidak ingin mengambil keputusan ini karena dia masih ingin menemani Padma. Tetapi setelah tahu semalam hanyalah sandiwara, Viona membulatkan tekadnya.Dia tidak bisa terus menerus tinggal serumah bersama seorang iblis seperti Alfie. Seumur hidup terlalu lama untuk tinggal bersama lelaki yang salah.Lagipula tidak ada yang harus dia takutkan sekarang. Mandala sedang dalam perjalanan bersama Tirta dan keluarganya ke tempat yang aman.Sementara itu, dia juga akan membawa Sabda dengan bantuan Mandala. Rencananya sudah matang. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk mengeksekusinya.Masalah pengacara, dia berencana untuk menghubungi saudara ipar Biru-dosennya-yang berprofesi sebagai pengacara. Tidak ada kata untuk mundur sekarang.Dia lebih baik mati daripada melanjutkan hidup bersama Alfie."Kamu sangat percaya diri, hm?" geram Alfie yang kembali kesal karena Viona kian berani menentangnya."Tentu saja. Aku yakin hakim pasti akan mengabulkan gugatanku. Kamu selalu melakukan KD
Malam itu, Viona langsung mengemasi bajunya ke dalam tas besar. Beruntung baju-bajunya tidak terlalu banyak karena sebagian besar masih ada di rumahnya yang lama.Bukan hanya mengemas bajunya, Viona juga mengemas sebagian besar baju Sabda karena bayi itu akan ikut bersamanya.Dia memang berencana kabur malam ini. Mandala sudah berjanji akan mengirim orang untuk menjemputnya di depan rumah. Dia tahu lelaki itu tidak akan ingkar janji.Viona sengaja membawa Sabda juga karena dia tidak bisa meninggalkannya di sini. Bagaimana kalau Alfie menyakitinya? Tidak! Viona tidak akan mengambil resiko itu.Sesekali Viona menoleh ke tempat tidur untuk meyakinkan Sabda masih tidur pulas. Bibirnya refleks melengkungkan senyum melihat bayi itu terlelap dalam posisi miring sambil memeluk guling mungilnya.Setelah itu Viona kembali berkutat dengan tas dan baju, sampai suara ketukan di pintu menghentikan aktivitasnya. Viona bangkit dan menatap pintu kamarnya dengan penuh antisipasi.Apa Alfie menyusulnya
Viona mengerjap. Tanpa dia sadari air matanya ikut bergulir di pipi, yang dengan cepat dia usap. Siapa yang sedang mengigau ini? Padma atau Alfie? Karena igauan itu terdengar begitu pilu.Entah Alfie atau Padma yang sedang mengigau, dia pasti mengalami kesedihan dan kesepian yang teramat dalam sehingga meminta Cyntia-yang sudah tiada untuk membawanya pergi."Cyntia...." Kepala Padma bergerak-gerak gelisah hingga handuk kecil yang ada di dahinya nyaris terjatuh, "Kakak rindu."Suara serak Padma terdengar sangat menyayat hati. Membuat Viona ikut merasakan luapan emosi yang begitu kuat.Konon katanya, orang yang mengigau sedang mengalami tekanan emosi atau stress. Bisa jadi, hal-hal yang dia igaukan berkaitan dengan masalah atau tekanan yang sedang dialami.Apa itu artinya Padma sedang merindukan adik kandungnya yang sudah tiada? Atau Padma merasa marah dan kecewa terhadap seseorang atau sesuatu?Jadi sudah pasti yang sedang mengigau sekarang adalah Padma. Karena tidak mungkin Alfie yang
Viona merasa begitu labil, Keputusannya terus berubah-ubah. Di satu sisi, dia merasa iba pada Alfie dan merasa kata-katanya terlalu jahat.Tetapi di sisi lain, dia tidak bisa melupakan kekejaman Alfie padanya selama beberapa bulan terakhir. Dia hanya ingin hidup tenang sambil membesarkan Sabda dan janin yang ada dalam kandungannya.Itu impian yang normal, bukan?"Aku sudah kenyang." Suara dingin dan serak itu terdengar lagi.Viona tersentak kaget lalu mengambil mangkuk dari tangan Alfie dan bangkit untuk membawanya ke dapur. Namun langkahnya terhenti ketika suara Alfie terdengar lagi."Apa kamu akan kembali lagi ke sini?""Apa kamu ingin aku kembali?" Viona balas bertanya tanpa membalikkan tubuhnya.Butuh waktu lebih dari satu menit sampai terdengar jawaban singkat Alfie dengan nada ketus yang khas. "Terserah."Viona mengulum senyum lalu beranjak ke dapur. Dia kira hanya perempuan yang mengatakan 'terserah', ternyata lelaki kejam seperti Alfie juga bisa mengatakan kata keramat itu.Sa
Alfie membiarkan Padma 'bangun' setelah membuatnya 'tidur' sejak dua hari yang lalu. Dengan begitu, Padma tidak bisa mencegah apa yang dia lakukan di depan orang Tirta di rumah sakit.Meski begitu, Padma tahu semua hal yang terjadi tadi malam karena dia menceritakannya saat mandi tadi. Alfie mengatakan betapa beraninya Viona meminta cerai dan mengancam jika tidak dikabulkan."Menikmati apa?" balas Alfie sinis."Perhatian dari Viona. Kamu lihat, kan, dia tidak seburuk yang kamu pikirkan,"Alfie melempar senyum mencemooh. Lewat pantulan di cermin, dia seolah bisa melihat raut Padma yang muram. Dia tahu host-nya itu lelah mengingatkannya untuk tidak terus-terusan menyiksa Viona.Padma bahkan menyarankan Alfie untuk mengabulkan permintaan Viona dengan menceraikannya. Yang tentu saja tidak akan dia lakukan!Semalam dia bahkan sudah mengancam Viona dengan membawa nama Sabda. Jika Viona waras, dia tidak akan berani menggugat cerai dirinya."Sok tahu!" desis Alfie. "Hanya karena semalam aku l
Alfie tidak mejawab. Dia hanya menggusah napas kasar. Terlihat jelas bahwa lelaki itu sedang berusaha mengendalikan diri.Jangan lakukan hal yang aneh katanya? Alfie bahkan ingin segera melesat menuju rumah Arya dan menghajarnya sampai mati. Lelaki itu benar-benar bebal dan tidak bisa diberitahu dengan kata-kata.Mungkin nanti, ketika Viona sudah pulih. Untuk sekarang dia harus fokus untuk menemukan Khadafi lebih dulu. Selama adik tiri Padma itu belum ditemukan, dia bisa berulah lagi.Sejenak kemudian ekspresi Alfie mulai melunak. Dia kembali menatap Viona dengan tatapan melembut. "Kamu tidak melihat ada mobil lain yang mengikutimu?""Tidak. Aku begitu fokus ke jalan karena sebenarnya aku masih takut untuk kembali menyetir. Itu sebabnya aku tidak memerhatikan samping dan belakangku.""Itu artinya kamu tidak sempat melihat siapa yang menembakmu dari samping?"Kening Viona berkerut.Dia memang sempat menduga dirinya tertembak saat rasa nyeri tiba-tiba menerjang bahu disusul dengan darah
Mereka semua terdiam dengan kerutan di dahi. Dalam hati, mereka semua merapal doa untuk keselamatan Viona di ruang operasi.Setelah terdiam cukup lama, Mindi mendadak teringat apa tujuan dia datang ke sini selain untuk mengabari para ART di rumah Alfie tentang Viona.Dia bangkit, lalu berjalan ke ruang tamu untuk menemui seorang gadis yang sejak tadi menunggu di sana. Gadis itu tampak menunduk sambil meremas jemarinya.Mindi menepuk pelan bahu gadis itu hingga dia menoleh. "Ayo kita masuk. Saya perkenalkan kamu pada orang-orang yang bekerja di rumah ini."Gadis itu mengangguk, lalu bangkit dan mengikuti Mindi yang kembali ke ruang tengah. Kepalanya terus menunduk dan tidak berani memandangi rumah mewah yang dia masuki ini.Bik Sari dan Bu Retno tampak mengenyit saat melihat Mindi kembali dengan seorang gadis belia yang memakai rok SMA dengan kaus hitam yang terlihat lusuh."Bu Retno, Bik Sari, ini adalah Rosma." Mindi memperkenalkan gadis yang berdiri dengan kepala tertunduk di sampin
"Ini masih dugaan saya. Itu sebabnya saya menelepon Tante karena ada yang ingin saya tanyakan. Apa Khadafi pernah ikut klub menembak atau punya senjata?"Ada jeda sejenak sebelum Devita menjawab pertanyaan Alfie. "Dia ikut klub menembak sejak SMP karena suka sekali melihat film action. Tapi saya tidak tahu apakah dia punya senjata atau tidak."Jawaban Devita nyaris melengkapi kepingan puzzle yang ada di benak Alfie. Bisa dipastikan pelaku yang menembak Viona dari jarak sedang bukanlah pembunuh yang disewa Arya, melainkan Khadafi."Ada apa, Alfie? Apa Khadafi melakukan sesuatu pada kamu atau keluarga kamu?""Saya akan mengabari Tante jika hasilnya memang sudah dipastikan," sahut Alfie cepat. "Tetapi boleh saya minta tolong?""Tentu.""Jika Khadafi menghubungi, tolong beri tahu dia bahwa Alfie mencarinya." Setelah mengatakan itu, Alfie mengakhiri panggilan lalu mengembuskan napas kuat-kuat.Dia lalu menoleh ke arah ruang operasi yang masih tertutup rapat. Alfie tidak tahu sudah berapa j
"Berita apa yang kamu bawa?" tanya Alfie sambil mengancingkan kemejanya.Beberapa waktu lalu Mindi datang dengan membawa baju ganti dan beberapa berkas yang harus dia tandatangani. Perempuan itu tampak cemas dengan kondisi Viona yang masih ada di ruang operasi.Mindi bahkan menawarkan diri untuk menemani, setidaknya sampai ada kabar dari dokter yang menangani operasi Viona.Namun Alfie menolak dan memintanya memberitahu Bu Retno dan Bik Sari agar mereka tidak khawatir karena nanti malma Viona pasti tidak akan pulang.Lalu tak lama kemudian anak buahnya datang untuk melaporkan perkembangan kasus kecelakaan Viona, yang kini sudah ditangani oleh pihak yang berwajib."Begitu saya sampai di sana, polisi sudah memenuhi lokasi itu, Tuan. Mereka menemukan senapan laras panjang dan satu selongsong peluru tak jauh dari mobil Nona Viona.""Senapan laras panjang?" Alfie mengerutkan kening."Ya, Tuan. Jenis Ak-47. Dan jika melihat kaca jendela yang tertembus peluru, dugaan sementara adalah Nona Vi
"Saya menemukannya sudah seperti ini. Tapi saya sudah memanggil ambulans dan polisi. Apa Anda mengenal perempuan itu?""Dia calon istri saya," jawab Alfie tergesa. Dengan cepat dia membuka pintu mobil dan perlahan-lahan mengeluarkan Viona dari sana sambil memanggil namanya berulang kali."Viona," panggil Alfie pelan sambil menepuk pipi Viona yang terkulai di atas pangkuannya. "Viona, bangun!"Viona sama sekali tak merespons. Tetapi Alfie masih bisa bernapas lega setelah mengecek perempuan itu masih bernapas dan denyut nadinya masih terasa meski amat lemah."Viona!" panggil Alfie lagi, masih dengan tangan menepuk pelan pipi Viona. "Bangun!"Perlahan Alfie mencium aroma anyir darah. Dengan panik dia mengecek seluruh tubuh Viona. Dan saat itulah dia melihat tangannya yang memegang bahu Viona berlumuran darah.Dengan cepat Alfie membuka blazer Viona dan terkesiap saat melihat kemeja kuning gading Viona sudah basah oleh darah.Satu titik di kemeja Viona yang bolong membuat Alfie yakin sese
Benar juga. Alfie memang sangat panik hingga lupa Viona ada dalam genggamannya. Dia mengaktifkan layar ponsel, lalu membuka sebuah aplikasi yang terhubung ke jam tangan Viona.Setelah mengotak-atik selama beberapa menit karena ini adalah pertama kalinya Alfie menggunakan aplikasi itu, akhirnya dia bisa melihat posisi Viona saat ini."Kenapa dia bergerak menuju rumah si Tua Bangka itu?" gumam Alfie.Ada yang aneh di sini. Bukankah dia sudah melarang Viona bertemu Arya tanpa sepengetahuannya?**"Get me closer!" desis lelaki yang dipanggil 'Bos' itu. Jaraknya masih terlalu jauh dengan sedan yang dikemudikan Viona.Si pengemudi berusaha memangkas jarak mobilnya dengan sedan Viona. Tidak mudah karena ini adalah jalan kecil dan mobil dari arah berlawanan bisa saja tiba-tiba muncul."Cepat! Waktuku tidak banyak!""Saya sedang berusaha, Bos." Tangan si pengemudi mulai bekeringat karena mendadak dia gugup sekaligus khawatir akan ada mobil lain yang melintas.Sementara Viona yang terlalu fokus
Alfie bisa merasa tengkuknya mulai dingin. Semalam dia bermimpi buruk tentang Viona dan rasanya itu bukan mimpi belaka. "Mandala, apa dia mengatakan akan di mana?"Mandala mengumpat pelan menyadari dia tidak bertanya lebih detail pada Viona. "No, Al. Aku sedang sibuk saat dia minta izin dan-Alfie tidak menunggu Mandala menyelesaikan kalimatnya. Dia mematikan panggilan lalu kembali menelepon pengawal yang seharusnya mengawal Viona ke mana pun juga. Masih nihil.Alfie mengumpat keras-keras hingga semua orang yang ada di mobil, termasuk Mindi, mengerut ketakutan. Dia kembali menelepon anak buahnya yang lain untuk mencari keberadaan Viona."Aku akan menembak kepalamu kalau Viona tidak bisa ditemukan. Mengerti!" ancam Alfie sebelum mematikan panggilan.Sopir yang duduk di samping Alfie tampak menegang mendengar suara Alfie yang sarat dengan kemarahan. Setelah menelan ludahnya gugup, dia bertanya dengan takut-takut. "Tuan, apa kita jadi ke kantor?"Alfie tidak langsung menjawab. Keningnya
Arya terkekeh girang. "Ah, tidak salah jika Padma memintamu merawat Sabda karena dari suaranya saja kamu bisa tahu. Padahal dia hanya mengoceh seperti bayi yang lain."Ya, yang kamu dengar adalah suara Sabda. Dia ada di rumahku sekarang bersama pengasuhnya. Sebuah kejutan, bukan?"Rasanya tulang-tulang Viona seperti dilolosi begitu tahu Sabda ada di rumah Arya. Lelaki itu memang kakek Sabda. Tetapi sejak kelahirannya, Sabda belum pernah digendong apalagi diajak ke rumah Arya.Viona tahu orang tua Padma tidak pernah menyetujui pernikahannya, apalagi menganggap Yuanita sebagai menantu. Itu artinya, Sabda juga tidak diakui sebagai cucu.Mereka berdua hanya sekali datang ke rumah sakit setelah Sabda lahir dan Yuanita dinyatakan meninggal.Itu pun mereka datang bersama wartawan yang meliput bagaimana sedihnya Arya dan Ghina yang ditinggal pergi menantu untuk selama-lamanya.Dengan wajah berurai air mata-yang tentu saja palsu-Ghina menggendong Sabda yang masih merah dengan begitu kaku di de
“Mindi, hadiah apa yang biasanya diberikan untuk perempuan yang akan ulang tahun?"Mindi yang kala itu sedang menata makan malam di ruang makan yang ada di kamar hotel sontak menoleh dengan alis bertaut. Sejak dua hari terakhir, bosnya itu sering menanyakan hal-hal seperti ini."Kalau boleh tahu, berapa usia perempuannya, Pak?" tanya Mindi sopan."22 tahun. Dia akan berusia 23 tahun minggu depan." Thanks to Padma, yang sempat mengecek CV Viona sebelum berangkat ke Medan."Perempuannya seperti apa? Maksud saya, apa kesukaannya? Tas, sepatu, baju? Atau apakah dia perempuan yang tomboy, anggun, suka berpetualang, hobi jalan-jalan? Hadiahnya harus disesuaikan dengan kepribadiannya."Alfie menggaruk kepalanya yang tak gatal setelah berpikir untuk beberapa saat. Dia baru sadar dia tidak tahu apa-apa tentang Viona."I have no idea," jawabnya sambil mengangkat bahu. "Bukankah itu tugasmu untuk mencari tahu?"Giliran Mindi yang bingung. Setelah konferensi pers beberapa waktu lalu, dia baru men