*Selamat membaca*
Cavero adalah anugerah terindah yang hadir menyempurnakan kehidupan Kyra. Sejak kehadiran Cavero dalam rahim Kyra, keadaan menjadi lebih baik secara perlahan-lahan. Hubungan Nyonya Amber dan Richard saat ini pun sudah seperti pasangan ibu mertua dan anak menantu pada umumnya. Richard tidak lagi menyebut Nyonya Amber dengan sebutan ‘Nyonya’. Nyonya Amber juga
*Selamat membaca*Richard sedang duduk memangku Cavero sambil menunggu Kyra yang tengah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Bocah lelaki pemilik tubuh gempal di pangkuan Richard tersebut sedang dalam masa aktif. Cavero tidak mau diam sedikit pun. Bibir tebal si bayi terus berceloteh meski tanpa arti yang jelas.“Nananana … “ Cavero menepuk - nepuk kedua tangan, sekali - sekali liurnya menetesi lengan Richard yang melingkari perut gembul itu.“Jagoan Ayah semangat sekali.” Richard terus bersikap siaga untuk menjaga supaya bocah lelaki kesayangannya itu tidak jatuh dari pangkuan.“Sama seperti ayahnya, Cavero tidak mau diam,” sahut Kyra tanpa menoleh ke arah Richard dan Cavero. Tangan Kyra masih fokus menuang bubur ke dalam mangkuk.Beberapa detik setelah itu, langkah pendek- pendek Kyra terdengar mendekat ke arah meja makan, tempat di mana dua lelaki kesayangan
Kyra Dellaina sejak beberapa saat lalu terus menggigit bibir bawahnya. Dia berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Gundah sedang mendera hati perempuan itu. Di tangan kanan Kyra, tergenggam benda putih serupa stik es krim yang baru saja dia gunakan untuk mengecek kandungan hormon dalam cairan urinnya.Dua garis merah muncul pada penunjuk hasil alat tes kehamilan tersebut. Garis-garis yang semula tampak samar itu perlahan berubah menjadi sangat tegas.Positif.“Aku hamil?” Kyra bergumam sambil mengelus perutnya yang masih rata. Dia menghentikan gerak bolak-baliknya dan memilih duduk di ranjang untuk menenangkan diri.Hasil yang Kyra dapatkan tersebut, sudah tidak diragukan lagi. Itu tespek ketiga yang Kyra coba selama tiga hari berturut-turut dan hasilnya tetap sama. Bukan garis satu, juga bukan garis samar. Jelas segumpal darah telah membentuk janin dan bernaung di dalam rahimnya. Hanya perlu menunggu selama sembilan bulan untuk membawanya lahi
Richard tidak pernah menghabiskan waktu lama seperti sekarang ini hanya untuk membasuh tubuhnya. Sudah hampir satu jam dan lelaki itu belum juga kembali dari kamar mandi. Kyra menanti di tepian ranjang dengan perasaan was-was. Dia memangku kedua tangan, jemarinya saling meremas. Pandangan mata Kyra gelisah menunggu pintu kamar terbuka lagi. Sekali-sekali Kyra melirik tespek yang dia letakkan di atas nakas, berdampingan dengan buket gardenia pemberian Richard beberapa saat lalu.“Apa Richard marah? Mungkinkah dia tidak senang.” Kyra menerka-nerka apa yang Richard rasakan setelah mendapat kabar kehamilannya. Sebab, ekspresi Richard tadi sedikit sulit untuk diterjemahkan.Kyra kembali menggigit bibir tebal bagian bawahnya ketika pintu kamar terbuka, menampilkan Richard dengan rambut yang masih basah dan tetesan air berjatuhan. Kyra beranjak mendekati Richard, berdiri tepat di hadapan lelaki yang lebih tinggi darinya itu .“Kau … tidak
Kyra meneguk habis segelas air minum setelah menyelesaikan satu mangkuk sup rumput laut dengan disuapi oleh Richard. Lelaki di hadapannya itu tersenyum gemas saat Kyra berserdawa.“Ma—af, tidak sengaja,” lirih Kyra, biasanya dia tidak melakukan hal sekonyol itu.“Tidak masalah, Sayang. Itu berarti kau menikmati sup buatanku, ‘kan?” timpal Richard, senyuman masih bertahan pada bibir tebalnya.“Hm … Sangat nikmat. Kalau saja aku belum kenyang, aku ingin minta dibuatkan lagi.” Kyra tidak membual soal rasa masakan yang dibuat oleh Richard, itu benar-benar nikmat.“Masih ada banyak hari untuk kita lalui bersama, Sayang. Aku akan lebih sering memasak untukmu,” ucap Richard.Richard lantas membenahi piranti makan.“Biar aku saja yang mencuci.” Kyra menahan mangkuk yang akan Richard bawa ke wastafel.Biasanya memang Kyra yang memasak dan mencuci piring bekas mereka
Roda Mercedes-Benz AMG G65 yang Richard kemudikan, berhenti melaju tepat di depan sebuah rumah mungil dengan cat biru. Kyra segera melepas kaitan sabuk pengaman dan membuka mobil pintu. Langkah pendeknya terlihat begitu ringan menapaki halaman yang tidak terlalu luas, berhias jejeran krisan aneka warna.Richard tersenyum gemas melihat tingkah Kyra tersebut. Richard mengikuti di belakang.Ketika sampai di depan pintu, uluran tangan Kyra yang hendak mengetuk, urung dan turun kembali ke samping badan. Dia lantas berbalik dengan wajah menunduk. Tingkat kepercayaan diri Kyra menurun drastis, nyalinya menjadi ciut hanya untuk menemui ibu sendiri.”Kita pulang saja,” ajak Kyra lirih.”Ada apa, Sayang?” Richard menatap Kyra dengan heran.Beberapa detik yang lalu, Kyra tampak begitu bersemangat. Akan tetapi, tiba-tiba menjadi lesu seperti ini. Richard yakin ada sesuatu yang mengganggu pikiran Kyra hingga berubah secara mendadak.
Kyra melepaskan diri dari pelukan Richard. Dia mengurai langkah tanpa tenaga menuju ke arah Nyonya Amber. Richard menatap waspada lalu tersentak ketika Kyra tiba-tiba menekuk kedua lutut, dan bersimpuh di hadapan Nyonya Amber.“Ibu ….“ Suara Kyra terdengar begitu nelangsa.Richard masih menahan diri untuk tidak menarik Kyra dari posisi berlututnya. Mungkin saja apa yang dilakukan oleh Kyra saat ini, bisa
Dua pasang mata yang sama-sama bulat itu masih saling menatap satu sama lain dalam keheningan. Richard senantiasa menunggu Kyra membuka bibir tebalnya untuk bertutur kata, mengucapkan permohonan yang dia maksud beberapa saat lalu. Meskipun Richard diliputi perasaan was-was, tetapi laki-laki itu berusaha untuk tetap tenang. Richard tidak mau menunjukkan ekspresi gelisah di hadapan Kyra yang juga sedang dilanda gundah akibat perlakuan dan penolakan dari Nyonya Amber.Sementara itu, Kyra tetap bergeming. Dia membungkam mulut rapat-rapat setelah mengucapkan dua kata terakhir yang sengaja dia beri jeda. Bukan maksud Kyra mengulur-ulur waktu. Dia hanya sedang mempertimbangkan berbagai macam risiko yang akan terjadi jika keinginan terpendamnya selama ini diungkapkan sekarang juga.Beberapa hal bisa saja terjadi kepada hubungan Richard dan Kyra. Kemungkinan paling buruk yang Kyra dapatkan adalah kehilangan Richard, meskipun dia sangat tahu bahwa Richard tidak akan mungkin mele
Setelah dua hari selama akhir pekan lalu menetap di South East menemani Kyra, Richard kembali ke Midtwon untuk menjalankan aktivitasnya di kota itu. Sebagai anak tunggal dari Keluarga Parker, tentu saja bukan hal aneh jika Richard dilimpahi tanggung jawab atas keberlangsungan perusahaan milik sang ayah.“Kau sudah pulang, Nak?” Nyonya Parker menyapa kedatangan Richard di rumah mereka.Laki-laki itu hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan sang ibu.“Sudah sarapan?” tanya Nyonya Parker lagi.Richard kembali memberi jawaban berupa anggukan. Sebelum kembali ke Midtown, Richard lebih dulu menikmati makan paginya bersama Kyra.“Rich!” seru Tuan Parker memanggil dari ruang keluarga.“Iya, Ayah?” sahut Richard sambil menoleh ke arah laki-laki itu.“Bisa ikut ayah sebentar? Ada yang perlu ayah bicarakan denganmu.” Tuan Parker tidak menunggu persetujuan dari Richard meskipun d