Share

Bab 2. Mengendus Jejak

"AAAAHHH ... jangan, lepaskan aku!" ucap Aidan terus meronta meminta agar ia dilepaskan di dalam mimpinya. Aidan berkeringat dan terus mengalir dengan deras. Ia benar-benar seperti tengah tersiksa dalam tidur yang seolah hanya ada gelap.

Tiba-tiba kemudian, ia tersentak dan duduk di ranjang dengan napas tersengal seolah sudah berlari berkilo meter tanpa henti. Napas berat, peluh mengalir dan mimpi buruk adalah makanan Aidan dalam tidur-tidur malamnya jika ia sendiri. Ia meringis dengan kesal dan meremas selimut yang menutupi tubuhnya.

Itu sebabnya mengapa ia lebih suka mencari teman tidur agar tak ada lagi mimpi buruk dari bayangan masa lalunya yang traumatis.

Sambil mengatur napasnya, Aidan memegang kepala dengan kedua tangannya. Ia mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya turun dari ranjang berjalan keluar kamar. Ia masuk ke dapur dan mengambil sebotol air minum dari dalam kulkas. Dengan kesal, ia membanting pintu kulkas itu lalu berbalik dan meletakkan botol minumnya di atas konter dapur. Aidan mengambil ponsel dan menghubungi Glenn untuk datang ke kamar hotelnya.

Asisten pribadinya, Glenn datang tak lama kemudian. Begitu ia melihat Aidan berdiri dengan kedua tangan menopang di atas konter dapur, ia sudah tahu jika Aidan pasti sehabis bermimpi buruk.

"Apa yang kamu dapatkan, Glenn?" tanya Aidan dengan nada dingin. Glenn mendekat dan menyodorkan sebuah tablet ke hadapan Aidan yang sedang minum dari botol air mineral.

"Ini adalah yang kamu cari, Tuan. Jason Holland, alamat itu benar miliknya," ujar Glenn menunjukkan beberapa foto dan profil Jason. Aidan masih terengah mengatur napas dan melepaskan bibirnya dari ujung botol lalu meletakkannya di atas konter.

"Jadi dia punya perusahaan konstruksi?" tanya Aidan masih melihat-lihat beberapa foto.

"Ya, tapi sudah hampir bangkrut." Aidan menyengir jahat. Ia pun menghabiskan sisa air di dalam botol.

“Aku mau bertemu dengannya besok!" Glenn mengangguk. Aidan kemudian meremas botol air mineral tersebut sebelum melemparkan ke tong sampah.

Keesokan harinya, Glenn benar-benar menculik Jason Holland dan istrinya dari rumah mereka. Jason mengira yang datang adalah para penagih hutang. Ia sedang bersembunyi beberapa hari ini. Namun malang, itu bukan mereka tapi Aidan Caesar.

Jason dibawa ke salah satu gudang tua yang dibeli oleh Aidan agar ia bisa memuaskan dendamnya pada Jason.

"Aku mohon lepaskan aku, aku akan membayar utang-utangku. Aku berjanji!" ujar Jason sudah lusuh karena sudah dipukuli beberapa kali. Aidan baru datang setelah beberapa saat lalu berdiri di depan Jason. Dengan sebelah kaki menekan kursi yang tengah diduduki Jason, Aidan menyengir jahat.

"Kamu benar-benar tidak ingat siapa aku ya?" ejek Aidan menyengir dengan lebarnya. Pria bernama Jason itu menggeleng dan terengah. Sambil tersenyum seperti pemburu berdarah dingin ia mencengkram rahang Jason Holland dan menyeringai.

"Aku adalah si gendut yang kamu kurung di Hope Park Cemetry 12 tahun yang lalu. Masih ingat?" Aidan menghempaskan rahang Jason dengan keras sampai ia berpaling. Jason membuka mulutnya tidak percaya, ia membuka matanya lebar-lebar tidak menyangka kesalahan masa lalunya kembali datang membalaskan semuanya.

"T-tidak mungkin, kamu ... kamu seharusnya sudah mati," ucap Jason terbata dengan wajah horor penuh ketakutan. Seolah wajah Angel (malaikat) Aidan berubah menjadi wajah malaikat kematian, Jason begitu ketakutan.

"Aku mohon, maafkan aku. Aku tidak bermaksud melakukan itu padamu."

"Kalian sudah membunuhku!" geram Aidan dengan suara menakutkan. Jason terus menggelengkan kepalanya.

"Aku akan membuatmu merasakan semua kegelapan yang aku dapatkan selama bertahun-tahun aku hidup." Aidan lalu berbalik pada anak buahnya memberi perintah.

"Bawa istrinya kemari!"

"JANGAN!" teriak Jason. Seorang wanita ditarik oleh salah satu anak buah Aidan ke dalam ruangan itu. Ia dihempaskan ke lantai dan terduduk di dekat kaki Aidan. Aidan melihat wajah wanita itu lalu mengernyitkan kening. Ia kemudian menatap Jason lagi.

"Aku pikir kamu menikahi Malikha Swan," ujar Aidan. Jason mulai menangis dan menggeleng.

"Di mana pacarmu itu?" tanya Aidan lagi.

"Aku tidak tahu, kami sudah tidak pacaran lagi sejak kejadian itu." Jason menunduk menangis menjawab pertanyaan Aidan.

"Katakan padaku di mana, Malikha Swan!" Aidan makin menggeram dan menakutkan. Jason masih menolak memberitahu. Aidan yang tak sabaran akhirnya menarik tangan istri Jason lalu menghempaskannya ke sebuah ranjang.

"Buka bajumu!" perintah Aidan sambil membuka jasnya. Wanita itu tak terlihat takut pada Aidan. Ia melihat pada suaminya yang menggelengkan kepala.

"Mau tidur denganku?" tawar Aidan dengan pandangan mata tajam. Wanita itu malah tersenyum menggoda dan mulai membuka gaun malamnya. Aidan tahu benar pesonanya, ia bisa dengan mudah membuat wanita manapun bertekuk lutut padanya bahkan wanita bersuami sekalipun. Aidan tertawa dan berbalik melihat Jason lagi.

"Jason, aku akan menikmati tubuh istrimu sekarang. Bagaimana menurutmu?" Jason menggeleng dan menangis. Sementara istrinya sudah setengah telanjang. Aidan membuka beberapa kancing kemejanya dan mulai merebahkan diri hendak menindih wanita tersebut. Tangan wanita itu sudah meraba pinggang dan bibirnya mencium garis rahang Aidan.

"New York ... dia ada di New York. Tapi aku tidak tahu alamatnya!" sahut Jason sambil menangis.

"Aku tahu dia di New York, aku mau alamatnya Jason Holland." Jason masih menggeleng.

"Aku benar-benar tidak tahu. Aku sudah lama tak mendengar kabarnya. Dia pindah dari Boston untuk mengobati Ibunya, rumah sakit yang mengurus semuanya. Hanya itu yang aku tahu."

"Rumah sakit apa?" tanya Aidan lagi.

"Boston Sacred Heart, hanya itu yang aku tau aku bersumpah. Aku tak tahu lagi di mana dia sekarang," jawab Jason. Aidan tau Jason sudah mengatakan semuanya. Kini ia tau bahwa ada rumah sakit yang menyimpan catatan Malikha. Ia akan semakin dekat dengan Malikha kini.

Aidan tersenyum lalu tangannya meraba wajah istri Jason. Jemarinya membelai lembut dengan wajah yang begitu dekat namun tak menciumnya. Begitu wanita itu hendak mencium, Aidan berdiri dan melepaskan dirinya.

Setelah selesai, Aidan tinggal menunggu kabar dari Glenn soal Ibu Malikha yang dirawat di rumah sakit. Selama menunggu, Aidan berlatih kick boxing dengan keras untuk meluapkan amarahnya. Sambil terengah, ia berhenti dan membuka sound buds sport dari kedua telinga lalu berbalik pada Glenn dengan wajah marah.

"Apa kamu mendapatkannya?"

Pelatih yang menjadi Sparing Partner-nya ikut berhenti lalu menoleh pada Glenn. Ia sedikit bergeser dan menjauh dari Aidan.

"Belum, Tuan. Rumah sakit itu tidak mau memberitahukan informasi pribadi. Aku akan mencari cari lain," jawab Glenn kemudian. Sambil mendengus kesal, Aidan berjalan menghampiri Glenn.

"Apa aku harus membakar rumah sakit itu juga!" hardik Aidan dengan suara kesal, marah dan terengah.

"Beri aku waktu sampai besok, Tuan. Aku akan mendapatkannya," ujar Glenn menanggapi Aidan. Aidan tak menjawab dan masih memandang Glenn dengan wajah tanpa senyum.

"Jangan buang waktuku, Glenn. Perempuan itu harus kutemukan secepatnya, kamu mengerti!" geram Aidan tanpa ampun. Glenn mengangguk tanpa ragu.

"Aku pasti akan bisa menemukannya."

"Dia tidak akan bisa bersembunyi di New York dariku. Aku tidak akan membiarkannya!" dengus Aidan berbalik lalu berlatih lagi. Kekuatannya kini lebih besar dari sebelumnya. Sparing Partnernya bahkan sampai bergeser ke belakang. Glenn yang menyaksikan betapa marahnya Aidan, tak ingin membayangkan apa yang akan diperbuatnya pada Malikha Swan jika bertemu nanti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status