“Rena, jangan pergi Rena! Rena!” teriak Justin yang terbangun dari mimpinya. Dia terhenyak begitu saja di saat jam masih menunjukkan pukul 02 dini hari.
Di sampingnya, seorang wanita sudah duduk dengan tangan yang bersedekap dan menundukkan kepala lengkap dengan isak tangisnya. Dia Derina, wanita bermuka dua yang sudah berhasil merebut kebahagiaan Rena. Dia memang berhasil memiliki raga dari lelaki kesayangan Rena namun tidak dengan hatinya.
“Justin, apa tidak bisa kau mengkondisikan igauanmu itu? Dari semenjak kita menikah kau terus saja setiap malam mengigau memanggil nama Rena. Apa dia kurang sadis menyakiti perasaanmu sehingga kau tidak bisa melupakannya?” tukas Derina dengan kemarahan yang memuncak di kepala.
Justin menoleh cepat dan dia menatap sinis Derina. “Apa lagi yang kau harapkan dari pernikahan ini Derina? Tidak ada yang bisa diambil baiknya dari pernikahan ini! Kau hanyalah istri pengganti tidak lebih! Jadi jaga batasanmu!” tukasnya.
“Hemh, sekarang kau meremehkanku? Istri pengganti katamu? Bayangkan kalau tidak ada aku, akan seperti apa hancurnya martabat keluargamu. Jadi aku harap kau bisa menjaga alam bawah sadarmu! Berhenti menyebut namanya!” geram Derina dengan kemarahan yang benar-benar memenuhi relung dada.
Selalu, hubungan mereka selalu seperti itu. Bahkan sudah 2 bulan berlalu, sudah selama itu mereka menikah, namun masih ada sekat pemisah di atas tempat tidur mereka. Justin, dia memasang bantal guling supaya Derina tidak melewati batasannya.
Bila biasanya hal seperti ini dilakukan oleh wanita, maka kali ini Justin yang melakukannya sebab dia menikah dengan Derina juga atas desakan keluarga karena keadaan darurat yang Renata buat.
~~~*~~~
Sementara itu di pagi yang cerah di dalam sebuah apartemen, Rena dan Alex tengah berada dalam kecanggungan usai kedekatan mereka semalam. Mereka hanya saling diam setelah bersiap untuk kegiatan masing-masing.
“Nanti siang, aku rasa kita harus memeriksakan kandunganmu.” Alex tiba-tiba berbicara.
Rena yang sedang minum air putih itu pun menghentikan kegiatannya. Dia menatap Alex dengan mata membulat.
“Maksudnya aku periksa sendiri? Aku tidak enak meminta izin pada bos Rio.” Rena menjelaskan posisinya yang masih terlalu baru untuk sering meminta izin.
“Denganku, nanti aku yang akan mengantarmu ke Dokter. Ini sudah lumayan lama, tidak baik membiarkannya tumbuh di dalam sana tanpa vitamin yang bagus. Aku tidak ingin anakku kekurangan apapun,” ucap Alex yang entah mengapa membuat Renata tersentuh. Wanita itu merasa sangat diperhatikan.
“Tapi kau ‘kan sibuk.”
“Tidak, akan kusediakan waktu untuk kalian berdua. Kau juga jangan terlalu lelah bekerja. Jangan mau kalau disuruh angkat barang berat.” Alex mulai menunjukkan ke-posesifannya.
“Tidak begitu berat, hanya satu karton minuman kemasan.” Renata menjawabnya dengan jujur. Memang seperti itu kebiasaan Rio, dia paling gatal kalau melihat bawahan menganggur dan sering lupa bahwa Renata adalah istri atasan yang harus ia jaga.
“Berapa mili liter?” tanya Alex datar tanpa ekspresi di wajahnya dia terus mengunyah sarapannya.
“500ml.” Rena menjawabnya dengan ceria seolah dia memang sudah terbiasa mengangkatnya.
“Berapa botol isinya?” tanya Alex lagi.
“24 botol. Kenapa memangnya kau bertanya serinci ini?” tanya Renata lagi yang semakin bingung.
“Sial Rio! Jadi anak dan istriku disuruh mengangkat beban 12 liter? Gila, aku harus memberikan pelajaran pada anak buah sialan itu!” geram Alex dalam hatinya. Tangannya sudah mengepal namun Rena belum menyadarinya.
~~~**~~~
Setelah sarapan itu dan mereka berangkat bersama dengan Alex yang mengantarkan Rena ke restoran. Sebuah pemandangan aneh Rena saksikan di restoran. Dia melihat atasannya sedang memindahkan satu box minuman dari mobil ke dalam restoran sendirian.
“Oh, gila. Ke mana mereka semua pergi, kenapa bos Rio mengangkat semua kardus itu sendirian? Aku harus segera membantunya,” kata Rena yang bergegas melepaskan sabuk pengaman.
“Rena, kau sedang hamil. Biarlah itu menjadi urusannya,” cegah Alex dengan cepat.
“Tapi dia atasanku, apa sopan membiarkan dia mengangkat semua itu sendirian?” tanya Rena balik dan Alex justru tersenyum miring.
“Sopan-sopan saja, itu lebih baik daripada ada sesuatu yang terjadi pada anak dan istriku okay. Duduk di sini kita tonton dia, atau kau turun lalu masuk ke resto tanpa melihatnya. Silahkan pilih saja, sebagai istri kau harus patuh terhadap perintah baik suami bukan?” tutur Alex dengan menelengkan kepalanya.
“Baiklah,” jawab Renata yang kemudian masuk dan berpura-pura tidak melihat atasannya. Dia menyelinap melalui pintu samping.
Alex dari dalam mobil, dia menghubungi Rio. Satu kali menghubungi dan langsung diangkat oleh bawahannya itu.
“Bagaimana rasanya mengangkat kardus-kardus minuman itu Rio?” tanya Alex sambil menatap Rio sinis dari dalam mobil. Pandangan mereka saling bertemu.
Merinding tubuh Rio saat melihat wajah atasannya yang sesungguhnya itu. Dia bahkan sudah berkeringat sebesar jagung saat itu. Detak jantungnya seperti orang yang berlari estafet.
“Jangan minta bantuan siapapun kalau kau mau gajimu kubayar penuh bulan ini. seenaknya saja memerintah istri bos!” sembur Alex yang sudah sangat marah.
“A—ampun Bos, iya aku akan pindahkan ini semua sendiri.”
“Kalau kau berani bersikap tidak baik dan tidak ramah kepada istriku, maka akan kusuruh kau memindahkan kardus satu pabrik!” hardik Alex dengan emosi yang meledak-ledak.
“Ampun, iya ampun Bos!” Rio berlutut di depan mobil Alex dan Rena melihat itu dari dalam Resto.
~~~**~~~
“Kenapa bos Rio, kenapa dia berlutut ya?” gumam Renata setelah selesai berganti baju.
Hera, dia yang sudah tahu akan sebab awal terjadinya peristiwa itu pun memilih menyelamatkan diri dengan berkata, “Ah, mungkin kesemutan saja. Itu bukan berlutut,” tepisnya.
“Tapi di mataku itu terlihat seperti berlutut dan memohon ampun,” sanggah Rena dengan terus memperhatikan dan Hera merangkul pundak Rena lalu menggiringnya.
“Sudah, cepat selesaikan saja pekerjaanmu. Ada banyak barang juga yang harus kamu catat masa berlakunya di gudang Rena,” ucap Hera mengalihkan perhatian Rena.
“Jangan sampai dia tahu atau bos Alex bisa menyembelihku,” batin Hera was-was.
Kamu CantikMenatap sinis seorang laki-laki kepada wanita yang tengah duduk di belakang meja kasirnya. Rena tengah bekerja dan Rio bersama Hera sedari tadi memperhatikannya."Ah, rasanya seperti menyimpan bom waktu saja.""Ini karena Bos besar mempercayakan istrinya untuk kita jaga Bos Rio," sahut Hera tiba-tiba yang membuat Rio terkejut."Aish! His! Ku bom juga kepalamu ini nanti. Seenaknya saja mengganggu. Aku sedang fokus tadi." Rio mendengus kesal.Hari ini Rena bahkan datang diantar oleh Alex yang menitipkannya kepada Rio dan Hera untuk menjaganya dengan baik. Keduanya merasa memiliki beban yang berat atas tugas dan misi tersebut. Mereka harus membantu Alex menyembunyikan jati dirinya. Anak dari seorang August saingan dari tuan Harisson.Berdering ponsel Rio dan dia kembali tersentak kaget. Dia sampai memegangi dadanya dan menggeleng cepat. Mengusap wajah yang sempat menegang."Ada apa lagi Bos Alex me
“Aku harap setelah ini kau lebih bisa menerima dan menjalani kehidupan ini. Meskipun kau belum siap memilikinya, namun aku akan tetap bertanggung jawab dan akan terus menjaganya. Katakan padaku kalau kau benar-benar tak menginginkannya. Setelah dia lahir nanti, jangan sia-siakan dia, kalau kau tak mau, berikan saja padaku, aku ayahnya.” Alex berbicara dengan nada dingin dan datar sembari melepaskan sepatunya sedangkan Rena berdiri di ambang pintu tepat setelah mereka memeriksakan kandungan. Perasaan Rena kacau, dia belum siap dengan janin yang tumbuh semakin besar dalam kandungannya. Bahkan janin itu kini sudah menginjak 3 bulan. Tadi dia melihat janin itu berbentuk seperti gumpalan da
"Ap–apa, kau alergi bunga?" Rio bertanya dengan matanya yang membulat sempurna bahkan nyaris melompat dari tempatnya."Tap–tapi, kata Alex pernikahan impianmu adalah menggunakan tema garden party. Bukankah dengan tema seperti itu akan melibatkan banyak bunga?""Bunga dalam rancangan dan angan-anganku itu adalah bunga palsu, hidungku tidak bisa dibohongi berdekatan sebentar saja sudah bisa membuatku bersin. Aku mempunyai alergi serbuk sari, " terang Rena dengan sejujurnya.Alex sendiri bahkan tidak mengetahui tentang fakta tersebut. Satu hal yang diingatnya adalah Rena yang selalu memakai masker setiap kali ada kelas melukis tanaman.Alex tidak tahu jika Rena mempunyai alergi dan sekeras itu dia terus berusaha menghargai dan melakukan keinginan ayahnya.Melukis sebenarnya bukanlah bakat yang ingin Rena dalami. Akan tetapi tuan Harrison sangat menginginkan Putri cantiknya it
Seharian, Rena bekerja dengan nyaman. Rio dan Hera, keduanya menjaga dengan baik istri bos mereka. Sama sekali tidak ada yang membuat kesulitan. Hanya saja sesuatu yang tidak diharapkan justru terjadi saat jam pulang kerja.Alex menjemput Rena seperti biasa. Dia datang ke resto & cafe miliknya. Alex tidak pernah menyangka jika Justin rupanya sudah mengintai Rena sampai sejauh itu. Justin menunggu Rena di depan cafe.“Sudah selesai? Ayo mari kita pulang,” kata Alex sembari membawakan tas Rena.Sikapnya begitu lembut layaknya suami yang begitu mencintai istrinya. Sikap yang begitu alami tanpa ada sesuatu yang dibuat-buat. Perhatian dan sikap manisnya ia tunjukkan dengan sepenuh hati. Namun Rena, dia masih belum mau membuka hatinya meski
"Siapa yang bilang kau orang ketiganya? Kau suamiku," ralat Rena yang duduk dan memasang sabuk pengaman dan menatap ke luar jendela. Alex terdiam, dia sesekali melirik memandang Rena, menelusuri garis wajah cantik yang selama ini hanya bisa dikaguminya. "Sejujurnya, aku tidak memahami pola pikirmu. Malam itu, malam itu kau menciumku. Tapi sekarang kau menempatkan dirimu sendiri sebagai orang ketiga dalam hidupku. Aku tak pernah menempatkan mu sebagai orang ketiga." "Tapi aku masih bisa melihat pancaran rasa cintamu kepadanya. Kau sangat mencintainya Rena," ujar Alex sembari menahan ledakan amarah dalam dirinya. "Kalau dia benar-benar mencintaimu seharusnya dia tidak terpengaruh dengan kejadian malam itu dan mencoba untuk mencari tahu. Tapi apa? Dia justru ikut menghakimi." Alex kembali mengingat peristiwa yang memalukan itu. "Dia hanya terbawa emosi. Bayangkan saja jika kau yang ada di posisinya." Rena terkesan membela Justin.Alex seketika membuang pandangan, mendengar pembelaan
Bagian 13~~~*~~~“Seharusnya kau lebih berhati-hati,” ucap Hera ketika mengantarkan Rena pulang.“Iya, aku merasa kurang fokus hari ini, entahlah. Maafkan aku ya sudah merepotkan kalian,” kata Rena ketika dia turun dari sepeda motor Hera dan melepaskan helmnya. Rena berjalan masuk ke dalam apartemen dengan perasaan yang kacau. Pertengkaran dengan Alex nyatanya membuatnya kehilangan fokus dalam bekerja hingga membuat tangannya terluka.Entahlah, perasaan apa itu Rena pun tidak ingin tergesa-gesa memutuskan. Sedangkan sebelah sisi hatinya sebenarnya masih dipenuhi oleh nama Justin.Di satu tangannya dia membawakan kue untuk Alex, Rena berharap hari ini dia mempunyai kesempatan untuk bisa memperbaiki suasana dengan suaminya itu. Ayahnya, dari dulu selalu mengajarkan tentang bagaimana sikap saling menghargai antar suami istri. Beberapa kelas pembinaan sebelum berumah tangga pun sempat diikuti, Rena hanya perlu sedikit niat untuk berubah dan menerapkan pelajaran yang pernah diperoleh.
Bagian 14~~~*~~~“Oh, tasnya tertinggal.”Alex yang tadinya ingin mendiamkan Rena, mau tidak mau mengambil tas wanita itu dan mengikuti ke mana mobil yang Rena tumpangi melesat pergi.“Rumah sakit mana yang dia tuju?” gumam Alex sendirian sembari terus memperhatikan arus lalu lintas.Jarak mobil mereka lumayan jauh sehingga Alex sedikit kesulitan dan tiba lebih lama. Sementara keributan sudah terjadi di dalam rumah sakit dan Rena memutuskan untuk pergi. Dia keluar melalui pintu samping.Langit menghitam, alam seolah tahu dan bisa merasakan kesedihan yang Rena alami. Ibunya tertahan dengan keberadaan ayahnya. Sementara dirinya terlempar keluar setelah adanya Derina.“Tuhan, sampai detik ini aku masih tidak tahu apa salahku? Kenapa semuanya begini? Apakah niat baikku yang ingin keluarga kami kembali
~~~*~~~“Kenapa sedari tadi terus berputar-putar?”Rena bertanya sebab Alex sudah 2 kali putaran mengitari jalanan kota bersamanya. Alex tersenyum, dia terus mengemudikan mobilnya dengan memutar lagu yang menenangkan tanpa ada vokalis yang bersuara. Benar-benar hanya alunan musik relaksasi.“Kau sangat suka menghabiskan waktu seperti ini saat sedang banyak pikiran bukan? Aku sudah cukup lama mengawalmu nona Rena, aku sudah mengetahui banyak rahasiamu.”Rena menatap ke jendela luar, apa yang Alex katakan adalah benar. Dia sudah mengetahui banyak sekali rahasia tentang dirinya. Bahkan sebelum semua kasus ini terjadi, Alex adalah tempat curhat bagi Rena.“Iya, aku ingat. Kau dulu adalah tempat curhat terbaik bagiku.”“Hahaha! Aku tidak menyangka sama sekali jika takdir akan membawaku sampai pa