“Kamu bilang akan mengikuti sayembara di Kadipaten Wirawa, memangnya sayembara seperti apa?” tanya Indra sembari menoleh kepada Rima.
“Aku dengar di sana akan diadakan turnamen beladiri antar pendekar. Pendekar yang memenangkan pertandingan akan diberikan hadiah lima ribu koin emas, ada juga hadiah lainnya tapi aku kurang tahu, apa kau akan ikut?” jawab Rima.
“Banyak juga hadiahnya, aku pasti ikutlah mana ada pendekar yang tidak mau uang sebanyak itu,” jawab Indra dengan cepat, dia yakin dengan hadiah sebesar itu pasti akan banyak pendekar hebat yang datang. Ada kemungkinan pendekar yang menyerang perguruannya juga akan datang kesana.
“Baguslah, disana aku bisa menghajarmu sampai babak belur!” tukas Rima sambil mengepalkan tinjunya.
Indra hanya tersenyum saja mendengarnya, dia rasa turnamen itu juga sangat cocok untuk menunjukan kehebatan murid pergurua
Indra berlari menyusuri jalan setapak pedesaan, sepanjang jalan banyak juga bapak-bapak dan para pemuda yang ikut berlari menuju arah suara keributan. Samar-samar di kejauhan terlihat ada dua kubu sedang bentrok dan beradu senjata, mereka tak lain adalah warga desa yang sedang menghadapi para perampok.Seorang pria dengan brewok tebal terlihat mengamuk dengan tangan kosong, para warga yang ada di sekitarnya dengan mudah bisa ditumbangkan. Bahkan senjata tajam yang dibawa para warga tidak mampu melukai tubuh pria tersebut. Hal itu tentunya membuat nyali warga menciut, mereka terlihat tidak lagi berani mendekati pria dengan brewok tebal.“Kelihatannya pria itu seorang pendekar yang memiliki ilmu kanuragan kebal terhadap senjata,” batin Indra yang langsung melompat ke udara dan melayangkan tendangan ke wajah pria brewok.‘Tap’‘Ddssshhh’Tendangan Indra berhasi
‘Bbbeeekkhh’Terdengar kembali benturan keras bagaikan batu menghantam batu, tubuh Indra kembali terdorong ke belakang. Tapi dia tidak terlihat kesakitan sedikitpun, Indra hanya tertawa lebar lalu maju lagi mendekati Sadun dan melayangkan tinju tangan kanannya. Terdengar kembali benturan keras, lagi-lagi tubuh Sadun terdorong ke belakang tapi dia kembali tertawa sambil mendekati Indra lagi.‘Bbbaakkhh’“Hihihi..” Indra hanya tertawa saja saat tubuhnya terdorong akibat dadanya ditendang sekuat tenaga oleh Sadun. Indra kembali maju dan balas menendang dada Sadun sampai tubuhnya terdorong ke belakang kembali.“Mereka sudah gila,” ujar seorang warga yang menyaksikan pertarungan Sadun dengan Indra sambil bergidik. Sementara warga lainnya hanya terdiam tidak berani mendekat karena takut terkena dampak dari pertarungan, suara benturan keras terus terdengar nam
“Enak banget jadi murid perguruan besar. Akumah apa atuh cuma kerikil yang kebetulan numpang hidup,” gerutu Indra sembari berjalan menuju pohon tempatnya beristirahat tadi.Diatas dahan pohon Indra kembali merebahkan tubuhnya, terbayang saat ini Rima sedang dijamu dengan makanan-makanan enak oleh warga desa. Indra hanya bisa menghela nafas dalam sembari mendengarkan suara-suara nyamuk di dekat telinganya, beberapa kali tangan Indra bergerak memukul nyamuk yang menggigit tubuhnya.“Kukuruyuuk..” samar-samar Indra mendengar suara ayam berkokok di kejauhan.“Hoam..” Indra menguap dan menggeliat di atas dahan pohon, suasana masih gelap karena matahari belum muncul ke permukaan. Fajar yang menghiasi langit sebelah timur sudah terlihat, Indra langsung turun dari dahan pohon untuk mencari pancuran air dan membasuh wajahnya. Tak jauh dari penginapan tempat Rima berada ada sebuah kolam ikan den
Malam ini Indra tidak perlu susah-susah tidur di atas pohon lagi karena dia menginap di penginapan yang ada di Desa Rahong. Ternyata banyak pendekar lainnya yang juga menginap di sana, mendadak banyak warga desa yang membuka penginapan dadakan di dalam rumahnya setelah melihat banyaknya pendekar yang datang ke desa.Pagi harinya suasana di Desa Rahong semakin ramai saja banyak bendera-bendera kerajaan yang dipasang di tepi jalanan, pernak pernik hiasan juga ikut menambah kemeriahan. Arena turnamen beladiri sendiri sudah disiapkan di Hutan Rahong yang ada di sebelah utara desa, di sana sebuah panggung besar nan megah yang terbuat dari bambu dan beralaskan papan sudah disiapkan.Di depan panggung tersebut sudah ada sebuah lapangan besar yang biasanya menjadi tempat para penduduk menggembala sapi dan kambing, lapangan itulah yang akan menjadi arena pertarungan para pendekar. Meskipun turnamen belum dimulai tapi sudah banyak pedagang yang hilir
“Aku tidak pamer, hanya saja aku orang yang pemalu,” bisik pria bermasker yang tiba-tiba sudah ada di samping kiri pria yang menghunuskan pedangnya. Terlihat jelas bahwa pria yang menghunuskan pedang benar-benar terkejut karena tidak bisa melihat pergerakan pria bermasker.“Hihihi.. kalian seperti anak-anak saja,” kata Indra sambil tertawa, tentu saja kedua pendekar itu langsung menatap Indra dengan tajam.“Sebaiknya kalian simpan kekuatan kalian untuk turnamen nanti, hanya anak-anak saja yang tidak sabaran untuk berkelahi sebelum turnamen dimulai,” sambung Indra sambil tersenyum.“Apa yang kau katakan, kau bahkan tidak menyadari kedatanganku tadi,” ucap pria yang menghunuskan pedang.“Hihihi.. sok tahu,” tukas Indra pura-pura.“Kalau memang kau menyadari keberadaanku kenapa tadi kau hampir menginjak diriku?”
Hari itu suasana di Desa Rahong semakin meriah saja, Senopati Saktiwaja dan Adipati Janggala beserta rombongannya dijamu di kediaman kepala desa. Panitia turnamen beladiri juga semakin sibuk untuk menyiapkan persiapan turnamen yang akan dilaksanakan besok pagi di Hutan Rahong.Malam harinya Desa Rahong semakin ramai karena ada pertunjukan tari jaipong di depan kediaman kepala desa, semua itu dilakukan dalam rangka hiburan sekaligus acara penyambutan bagi Senopati Saktiwaja dan Adipati Janggala. Banyak pendekar yang ikut menonton acara tersebut, beberapa kali juga terjadi keributan diantara pendekar hingga para pengawal Senopati harus turun tangan untuk melerai mereka.Pagi harinya turnamen beladiri yang ditunggu-tunggu akhirnya sudah siap digelar, panggung yang ada di pinggir lapangan sudah dihias dengan indah. Adipati Janggala beserta keluarga, Senopati Saktiwaja serta keluarga kepala desa duduk dengan nyaman di atas panggung, sementara par
“Jangan sombong kau pendekar!” bentak salah satu pendekar di arena, dengan cepat dia langsung melesat maju melayangkan pukulannya mengincar leher Windu.“Aku tidak sombong, tapi aku rasa menghadapi kalian saja masih mampu aku lakukan sendirian,” kata Windu yang langsung mengelak ke samping dan menghantam tangan si pendekar dengan kakinya sampai lawannya terlihat kesakitan.‘Ggbuukkh’Tidak hanya sampai di situ saja karena Windu juga langsung melompat ke udara seraya menghantamkan kaki kirinya ke bahu si pendekar yang menyerangnya, suara hantaman terdengar begitu keras. Pergerakan Windu juga berlangsung begitu cepat sampai lawannya tidak bisa mengelak, tubuh si pendekar langsung oleng hendak ambruk.‘Beukh’‘Beukh’Dua pukulan beruntun menghantam tubuh si pendekar, tampaknya Windu tidak membiarkan musuhnya begitu s
Melihat ada lagi yang tumbang membuat para pendekar yang masih ada di lapangan semakin waspada. Mereka mulai berkumpul saling memunggungi satu sama lainnya, namun tiba-tiba saja hempasan angin terasa masuk ke ruang di belakang mereka.‘Bbeukhh’‘Ggdaaakk’Windu langsung menghantamkan pukulannya mengenai dada seorang pendekar sampai tubuhnya tersungkur ke depan, Windu juga menggunakan kaki kanannya menghantam lutut pendekar lainnya dari belakang. Merasa musuhnya sudah ada di belakang para pendekar itu langsung berbalik. Tapi dalam waktu yang singkat Windu melayangkan beberapa pukulan secara beruntun.‘Dddaakh’‘Beeukkh’‘Ggddaakkh’Terdengar benturan benturan keras saat pukulan Windu berhasil mengenail lawannya dengan telak, tubuh mereka semua langsung terpental saat terkena pukulan beruntun Windu yang dilapisi oleh tenag