Share

5. Danau Kupu-kupu

Lan Feiyu berjalan-jalan ke danau kupu-kupu. Sejak satu tahun yang lalu, ia ingin mendatangi dan singgah di danau yang terkenal dengan danau paling bening di kota Papilio itu. Namun ia tidak kunjung ada waktu untuk datang karena kesibukannya di padepokan. Guru Li Ren mengajarinya ilmu khusus dan mengharuskannya bermeditasi. Juga, banyaknya peraturan di Padepokan Mata Air yang harus ia patuhi. 

Hari ini Lan Feiyu mempunyai kesempatan untuk keluar. Dengan membawa pedang putihnya, Lan Feiyu berjalan pelan menuju ke danau Kupu-kupu. Baju putihnya dan ikat putih di tangannya membuat orang segan dengannya karena ikat putih di tangan itu melambangkan kehormatan seorang guru. 

Angin segar berhembus menerpa tubuh Lan Feiyu, rambut panjangnya tampak berkibar dengan indah. Saat kakinya menuju di pinggiran danau, matanya menangkap jembatan yang penuh dengan bunga kertas di kanan kirinya. Juga anak-anak kecil berkerumun di sana sembari tertawa riang. Lan Feiyu mambalikkan badannya, tidak ingin bergabung. Namun saat di atas sana burung cinta terbang mengepakkan sayapnya melewatinya, menuju ke jembatan, membuat Lan Feiyu kembali menolehkan kepalanya. 

Suara seruling yang sangat indah terdengar di telinganya. Alunan lembut nan menenangkan, aura cinta yang begitu kuat seolah bisa menarik Lan Feiyu. Lan Feiyu melangkahkan kakinya ke jembatan. Langkah pelannya seolah berirama satu sama lain bersama alunan seruling. 

Lan Feiyu menatap ikan di danau bening, ikan itu berkumpul di bawah jembatan seolah ikut terpesona dengan alunan seruling merdu. Lan Feiyu mendekati kerumunan anak-anak itu hingga matanya menatap seorang gadis yang sangat cantik. Mata Lan Feiyu menatap tidak berkedip ke arah gadis yang berpakaian serba putih, rambut menyibak memperlihatkan wajah cantik dengan kulit seputih susu. Hidung mancung dan bibir tipis yang merah. Untuk pertama kalinya, Lan Feiyu melihat gadis yang sangat cantik. 

Yan Zai Zilui memainkan serulingnya seraya memejamkan matanya. Tangannya tampak gemulai menutup lubang-lubang seruling kayu itu. Kibaran rambut Zizi membuat gadis itu terlihat sangat cantik. Inilah yang disukai anak-anak darinya, alunan lembut seruling Zizi membuat semua orang bahagia. Penduduk yang kebetulan mendengar suara seruling Zizi, mereka akan sukarela menghentikan pekerjaan mereka, memilih mendengar alunan indah itu. 

Tatkala mata Yan Zai Ziliu terbuka, matanya bersih tubruk dengan mata seorang pria yang sangat tampan memakai baju yang juga serba putih. Lan Feiyu yang ditatap pun tersentak. Matanya turut mengunci pandangannya dengan Zizi. Mata yang tadi terpejam memperlihatkan bulu mata yang panjang nan lentik, kini kala mata itu terbuka, keindahan mata terlihat di sana. 

"Indah," puji Lan Feiyu dalam hati. 

Zizi menurunkan serulingnya, pria itu menatap anak-anak kecil yang mengerubuninya. "Anak-anak, lanjutkan apa yang kalian lakukan," ucap Zizi. 

"Kakak, kami pergi dulu. Besok kami kembali lagi," jawab anak-anak itu dengan kompak. Zizi menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan anak-anak untuk pergi. 

Zizi menatap Lan Feiyu sekilas, gadi itu mendudukkan dirinya di jembatan, mengambil bunga kertas dan memainkannya. Zizi tidak mempedulikan Lan Feiyu yang berdiri, ia tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. 

"Suara serulingmu bagus," puji pria asing itu. 

"Tentu, semua orang mengagumiku," jawab Zizi berbangga diri. 

"Hem." Suara deheman pelan terdengar. Lan Feiyu membalikkan badannya, pria itu tidak tahu harus berbicara apa lagi. 

Yan Zai Ziliu yang melihat Lan Feiyu akan pergi pun segera berdiri, "Aku Yan Zai Ziliu, kamu bisa memanggilku Zizi. Siapa namamu?" ujar Zai Ziliu sekaligus bertanya. Lan Feiyu melirik sekilas. 

"Lan Feiyu," jawabnya. 

"Wah nama yang bagus. Dimana kamu tinggal? Kenapa aku baru melihatmu?" oceh Zizi mendekati Lan Feiyu. Pria itu berdiri di depan Lan Feiyu. Lan Feiyu memundurkan tubuhnya karena merasa kaget. 

"Tinggal di daerah sini," jawab Lan Feiyu. 

"Apa kamu penduduk baru? Kamu baru pindahan ke sini? Aku akan mengajakmu berkeliling. Zizi mengoceh sembari mengibaskan rambutnya. Awalnya Zizi tidak ingin menyapa Lan Feiyu. Namun karena ia belum pernah bertemu pria itu, ia berbaik hati menyapanya. 

"Tidak perlu," jawab Lan Feiyu. 

"Aku akan mengajakmu ke bukit Zhi, di sana banyak pohon buah yang bisa dimakan," ujar Zizi. Lan Feiyu menggelengkan kepalanya. 

"Lan Feiyu, di sana banyak apel. Ikut saja." Zizi masih mendesak. Pria itu menarik tangan Lan Feiyu, tapi Lan Feiyu menepisnya dengan kencang. Zizi mengerutkan dahinya. 

Tanpa sepatah kata pun Lan Feiyu pergi meninggalkan Zizi. Zizi yang ditinggalkan pun segera menyusul Lan Feiyu. 

"Lan Feiyu, kita baru berkenalan beberapa saat lalu. Kenapa sekarang kamu sudah pergi?" tanya Zizi setengah berteriak. Lan Feiyu tidak menanggapi, pria itu terus berjalan.

"Lan Feiyu, kamu gak asik. Di sana banyak pohon apel yang buahnya manis."

"Lan Feiyu, ayo!" Zizi masih terus mengikuti Lan Feiyu yang berjalan.

"Setelah tujuh belas tahun di sini, akhirnya aku punya teman seumuran denganku. Membosankan saat terus bersama anak kecil. Ayo ikut aku." 

Zizi terus mengoceh seorang diri. Sedangkan Lan Feiyu masih dalam mode diamnya meski dalam hati ia tertawa ketika mendengar Zizi mengatakan mereka seumuran. Nyatanya umur Lan Feiyu jauh lebih tua dari Zizi. Hanya saja raganya yang tidak menua. 

"Lan Feiyu," panggil Zizi menghadang Lan Feiyu. Mata Lan Feiyu teralih pada pedang yang terselip di samping kanan tubuh Zizi. 

"Kenapa kamu membawa pedang?" tanya Lan Feiyu. 

Zizi menatap pedangnya, seketika gadis itu menariknya dan menunjukkannya pada Lan Feiyu  "Aku selalu berlatih pedang di balik danau itu. Apa kamu mau mencoba adu kekuatan denganku?" jawab Zizi sekaligus bertanya. Zizi memukul pelan pedang yang dibawa Lan Feiyu dengan pedangnya.

Zizi mengayunkan pedangnya. Lan Feiyu menarik pedangnya, menghadang pedang yang akan melukainya. Dengan mudah Lan Feiyu menepis pedang Zizi. 

"Wah boleh juga," ujar Zizi. Zizi kembali menyerang. Dengan cekatan Lan Feiyu melawan Zizi. 

Kedua orang itu tengah beradu pedang satu sama lain. Zizi berusaha keras melawan Lan Feiyu. Lan Feiyu pun demikian, pria itu menepis dan membalas serangan Zizi. Persaingan semakin sengit saat Zizi terus mengayunkan pedangnya membabi buta dan Lan Feiyu yang tidak mengalah sama sekali. Ilmu pedangnya dengan gadis di hadapannya lebih unggul, tetapi ia tidak membiarkan Zizi istirahat. Ia membalas serangan Zizi. Hingga ia berhasil menendang dada Zizi. Zizi terpental dan jatuh menubruk pohon. Lan Feiyu berlari mengacungkan pedangnya tepat di dada gadis itu. 

Zizi memejamkan matanya, tapi ia hanya merasakan dinginnya ujung pedang yang menempel, tidak sampai menusuknya. Zizi membuka matanya. Lan Feiyu menatapnya tajam masih mengacungkan pedangnya ke dada Zizi. 

Zizi tergelak kecil. "Lan Feiyu, aku hanya bercanda. Bagaimana kamu bisa menyerangku," ujar Zizi. Lan Feiyu kembali menyarungkan pedangnya. 

"Sudah berapa lama kamu belajar ilmu pedang?" tanya Lan Feiyu. 

"Sejak kecil. Tapi seperti yang kamu lihat, aku tidak ahli. Ini gara-gara si tua bangka guru Padepokan Mata Air yang tidak mengijinkan aku masuk ke sana," jawab Zizi cemberut.

"Kenapa tidak diijinkan masuk?" 

"Karena aku tidak punya Adamas Core. Apa bedanya punya dan tidak punya benda itu. Aku hanya ingin belajar di sana, tapi tetap tidak diperbolehkan. Bedebah," oceh Zizi. Tampak gurat marah terlihat jelas di wajah gadis itu. 

"Memang tidak sepantasnya kamu masuk," ujar Lan Feiyu membalikkan badannya. Lan Feiyu pergi meninggalkan Zizi. 

"Heh, Lan Feiyu, mau kemana?" teriak Zizi. Namun Lan Feiyu tidak menjawab, pria itu masih berjalan tanpa mempedulikan teriakan di belakangnya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status