"Apa kau sudah mendengar kabar kehancuran Sekte Naga Suci?" tanya seorang warga mengabaikan makanan di hadapannya.
"Ya, aku sudah dengar. Mengerikan! Malah kabarnya mereka juga menyerang kerajaan. Kaisar Xiang Ming dibunuh beserta seluruh anggota keluarganya." Seorang lainnya menimpali setelah meneguk teh.
Usai membakar habis Boushan, Aliansi Gongliao memang melanjutkan penyerangan ke istana. Tanpa berpikir panjang, semua orang jelas tahu tujuan Aliansi Gongliao sebenarnya ....
Menguasai dunia.
"Lalu siapa yang akan menggantikan Kaisar Xiang Ming?"
"Kemungkinan besar adalah pemimpin dari aliansi sekte aliran hitam itu."
Obrolan dua lelaki berwajah masam itu berhasil menarik perhatian pemuda yang duduk satu meja dengan seorang bocah. Selagi sang bocah sedang lahap menyantap makanan, pemuda itu terus mencuri dengar pembicaraan di meja lain hingga kedua alisnya hampir menyatu.
Tiba-tiba suara keributan terdengar dari luar kedai. Orang-orang tampak berbondong-bondong berlari menuju satu arah dengan suara-suara yang seperti dengungan lebah. Meski tidak begitu jelas apa yang mereka ucapkan, samar-samar terdengar nama Xiu Jian disebut-sebut.
"Baguslah Huang Fu melakukan itu pada ketua Sekte Naga Suci. Setidaknya ini jadi peringatan keras bagi pendekar aliran putih untuk tidak ikut campur pada urusan sekte aliran hitam. Mereka harus tahu, bahwa kita lebih kuat daripada mereka," kata seorang lelaki tua pada pemuda di sampingnya saat berjalan memasuki kedai.
"Kak Li Min, mereka bilang tadi ketua Sekte Naga Suci. Apa itu berarti ayah--"
Li Min melihat sekeliling setelah meletakkan telapak tangannya di mulut kecil Xiu Zhangjian. Tampak beberapa titik keringat jatuh bergulir di dahinya.
Li Min menelan ludah. Jantungnya berdebar kuat hingga membuat dadanya bergetar. "Tidak ada yang boleh tahu siapa kita," bisik Li Min membuat Xiu Zhangjian mengangguk mengerti. Ia pun melepaskan bekapan tangannya dan meneguk segelas air.
Pemuda yang menjadi pengawal, sahabat, sekaligus guru muda untuk Xiu Zhangjian itu merogoh sebuah kantung hitam kecil dari bajunya. Lalu ia mengeluarkan beberapa koin perak untuk diletakkan di atas meja. Dengan wajah pucat dan langkah tergesa, Li Min menggendong Xiu Zhangjian keluar dari dalam kedai.
Ketika Li Min telah sampai di depan pintu, pandangannya langsung tersita pada kerumunan di dekat air mancur. Entah apa yang ada di sana, hingga membuat orang-orang mengesampingkan kesibukan masing-masing untuk melihatnya.
Dengan ragu, Li Min melangkahkan kaki mendekati kerumunan. Akan tetapi, saking banyaknya orang yang berkerubung, Li Min tidak bisa melihat ke dalam untuk sekadar mengintip apa yang sebenarnya menyita perhatian orang-orang.
"Maaf, Tuan. Maaf, maaf." Li Min tidak berhenti membungkuk-bungkukkan badan saat tubuhnya berbenturan dengan orang lain. Ia terpaksa menerobos masuk karena napasnya bahkan sedikit tertahan sejak sektenya dibicarakan para pengunjung kedai.
Ketika Li Min hampir sampai di barisan terdepan, kedua matanya membulat sempurna dengan mulut sedikit terbuka. Napasnya seperti tercekat dengan jantung yang terasa sangat nyeri.
"Zhangjian ..." batin Li Min yang kemudian bersicepat meletakkan tangan kanannya di depan mata Xiu Zhangjian. Ia membalikkan badan dan pergi dari kerumunan. "Zhangjian tidak boleh tahu soal ini," benaknya lagi.
Li Min terus berjalan sejauh-jauhnya. Sesekali ia menoleh ke belakang untuk memastikan apakah ada yang curiga dan mengikuti mereka atau tidak. Matanya terus menyisiri sekeliling, mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.
Di antara kerumunan itu ternyata ada sebuah meja kayu yang di atasnya terdapat secarik kertas besar dengan tulisan 'JANGAN MELAWAN ALIANSI GONGLIAO ATAU KALIAN AKAN BERNASIB SAMA DENGAN XIU JIAN'. Tepat di atas kertas itu, terdapat potongan kepala yang digunakan sebagai pemberat agar kertas yang sedikit terjuntai ke bawah tidak jatuh.
Tentu saja Li Min sangat mengenal siapa pemilik potongan kepala yang wajahnya dipenuhi luka lebam, bekas sayatan, juga darah, dengan mata yang sedikit terbuka itu. Li Min ingin berteriak memanggil nama sang guru. Akan tetapi mulutnya dibungkam oleh kenyataan.
Langkah Li Min tiba-tiba terhenti ketika merasakan ada sesuatu yang hangat membasahi telapak tangannya. Ia pun mengambil tangannya dari mata Xiu Zhangjian. Ternyata, pipi bocah yang berada dalam gendongannya itu telah basah oleh air mata.
"Zhangjian ...." Li Min mendekap erat bocah yang menangis tanpa isakan itu. Xiu Zhangjian bahkan menggigit sendiri bibirnya kuat-kuat hingga memunculkan corak kemerahan.
Sejatinya, dada Li Min menjadi sangat panas melihat kehormatan sang guru dan sektenya dilecehkan dengan cara yang sangat biadab. Namun, ia harus mengendalikan amarahnya supaya bisa menenangkan Xiu Zhangjian. Seraya mengelus lembut kepala bocah itu, Li Min bersumpah, "Aku janji kita akan mendapatkan kepala ayahmu dengan cara apa pun!"
***
Remang sinar bulan separuh menjadi penerang malam yang mulai mendekati ambang batasnya. Tiga lelaki yang tadi berjaga di sekitar potongan kepala Xiu Jian, kini berdiri melingkari meja tempat kepala itu diletakkan.
"Selanjutnya, apa yang harus kita lakukan pada keparat ini?" tanya pria botak dengan cincin yang melingkar di tengah-tengah lubang hidupnya. Hidungnya kembang-kempis dengan tatapan jijik ke arah Xiu Jian.
"Setan ini semasa hidupnya sangat menyusahkan. Sudah mati pun masih merepotkan. Sebaiknya kita hancurkan saja tengkoraknya," ujar seorang lainnya sambil menarik kertas besar yang tertindih oleh kepala Xiu Jian.
"Tahan dulu. Setidaknya kita harus mematuhi perintah Ketua Huang untuk memajang kepala sialan ini di dua kota lainnya. Sekarang, kalian bisa melampiaskan kekesalan dengan memberikan ludah kalian seperti ini, cuh!" Lelaki dengan rambut keperakan sebahu meludah ke wajah Xiu Jian. Ia dan kedua rekannya lantas terbahak melihat air ludah turun perlahan dari dahi ke alis.
Suara daging terkoyak membuat tawa lelaki berambut perak itu membeku. Ia melirik ke bawah, menyadari sebuah besi runcing--belati-- tertancap di dadanya. "A ... ah ...." Berteriak pun tidak sempat ia lakukan. Ketika tangannya hendak meraih belati itu, dentuman dari tubuhnya yang membentur tanah sudah lebih dulu terdengar.
Kedua rekan di sebelahnya terbelalak kaget. Mereka lekas-lekas mengalihkan pandangan ke arah datangnya belati tersebut. Begitu melihat satu sosok berdiri tegak di atas atap salah satu bangunan, satu di antara mereka berteriak lantang, "Penyusup!"
Keadaan pria dengan penutup wajah itu semakin terdesak. Pedangnya yang melintang menahan pedang lawan, kini telah mengenai lehernya. Bercak merah pun mulai mencuat. Darah segar perlahan menuruni leher itu. "Aku tidak kuat lagi," batinnya dengan napas tertahan. Tangannya sudah tidak sanggup lagi menahan dorongan pedang lelaki botak.Akhirnya, sebuah erangan panjang terdengar menyusul suara daging yang terkoyak. "Argh ... !"*Beberapa saat sebelumnyaSosok yang berdiri di atas atap bukannya melarikan diri, justru melompat ke bawah. Ia berjalan perlahan menghampiri lelaki yang meneriakinya sebagai penyusup. Tatapan matanya yang merah saga begitu tajam setengah memelotot, memancarkan amarah yang mencapai puncaknya. Aura membunuh yang kuat melingkupi pria itu.Rahang lelaki botak mengeras. Jari-jarinya mencengkeram kuat pegangan pedang yang masih berada di dalam selongsongnya. Dengan sangat lantang ia mengumpat, "Kurang ajar!" Suara pedang yang ditarik dengan
Dalam pekatnya malam, seorang anak laki-laki berdiri, terpaku dengan tubuh yang bergetar hebat. Pandangannya masih belum beranjak dari tubuh tak bernyawa yang punggungnya mengeluarkan banyak darah akibat tusukan pedang. "A-aku ... telah membunuhnya," ucapnya lirih selagi ambruk berlutut.Keterkejutan juga menyerbu pemuda yang tertimpa oleh mayat tersebut. Kedua matanya terbelalak mendapati pedang miliknya yang sempat diambil lawan, tertancap di punggung lelaki botak. "Zhangjian ... kau--"Belum sampai kalimat itu terselesaikan, bocah itu memotongnya dengan suara yang sedikit parau, "A-ku membunuhnya, Kakak." Xiu Zhangjian menatap lekat-lekat kedua tangannya yang menengadah. Ada bercak darah yang terciprat di sana saat pedang Li Min mengoyak tubuh lelaki botak.Li Min mendorong mayat lelaki botak yang menimpanya. Seketika pedang yang menancap di punggung itu langsung mencuat menembus perut lelaki botak saat pegangan pedang menabrak permukaan tanah. Ia berjalan ce
Teriakan dari Li Min sudah barang tentu mengejutkan Xiu Zhangjian. Bocah itu pun langsung berdiri dan turut memutar badannya. Mata coklat tuanya menangkap sesosok lelaki yang seluruh rambutnya ditumbuhi uban. "Paman Feng!" Tanpa pikir panjang Xiu Zhangjian berlari menghampiri dan memeluk lelaki paruh baya yang hanya berdiri terpaku.Lelaki itu adalah Feng Yin, ketua dari Sekte Harimau Putih, yang tidak lain adalah sahabat karib dari Xiu Jian. Setiap pagi pascamalam berdarah di Boushan, Feng Yin selalu datang ke desa itu untuk mengenang sahabatnya. Siapa mengira jika hari ini ia melihat putra dan murid kesayangan Xiu Jian masih hidup?Feng Yin yang semula berdiri, kini berlutut agar bisa sejajar dengan Xiu Zhangjian. Ia mendekap tubuh kecil itu erat seolah tidak akan melepaskannya lagi. "Ka-kau masih hidup," lirihnya sembari mengusap rambut Xiu Zhangjian dengan tangan bergetar.Melihat hal itu, Li Min mengembuskan napas panjang hingga pundaknya sedikit turun. Ia
"Ayah ... tidak!" Suara seorang pemuda memecah keheningan.Terdapat empat pemuda dalam kamar itu, tetapi hanya satu orang saja yang terduduk dari pembaringannya. Napasnya memburu dengan bulir keringat membasahi kening. Pemuda itu memegang dadanya, seolah memastikan jantungnya masih berdetak atau tidak. Ia mengembuskan napas dan berkata dengan frustrasi, "Mimpi itu lagi!"Pemuda itu membanting tubuhnya ke kasur, lalu berusaha keras untuk menutup kembali matanya. Belum sampai sepuluh detik, kelopaknya kembali terbuka, mempertontonkan mata jernihnya yang beriris coklat tua.Pemuda itu menatap langit-langit kamar yang dihiasi beberapa jaring laba-laba. Ia menggeser pandangan ke teman sekamarnya yang tampak pulas. Ia mendecakkan lidah dan menggerutu, "Hah, mereka semua tidur seperti orang mati. Tapi aku tidak bisa tidur karena melihat orang mati. Mimpi sialan itu!"Dengan wajah malas pemuda itu pun beranjak dari tempat tidur. Ia melangkah keluar kamar sambil m
Dalam ruangan itu, keheningan terpecah oleh suara ketukan kuku pada meja. Tampak seorang lelaki dengan mahkota di kepalanya tengah menatap tajam ke arah meja. Di sana tergeletak sebilah pedang yang dihiasi ukiran naga keemasan pada pegangan dan selongsongnya."Yang Mu-"Belum sampai ucapan itu selesai, lelaki dengan tatapan membunuh dan aura mencekam itu mengangkat tangan kirinya. "Kasim Bao," panggilnya membuat pria yang dipotong ucapannya menelan ludah."Sa-saya, Kaisar Huang ...." Kasim Bao semakin menunduk, menyadari bahwa suasana hati sang kaisar sedang buruk."Menurutmu, apa yang harus aku lakukan dengan pedang ini? Apa aku perlu membakarnya?" tanya Huang Fu sambil meraih pedang di hadapannya."Jawab Yang Mulia, setahu saya, Kaisar sangat menginginkan pedang itu. Selain itu, Yang Mulia Kaisar juga mendapatkannya dengan susah payah. Jadi ...." Kasim Bao tidak berani menyelesaikan kalimatnya. Ia tidak mengerti apa yang diinginkan sang kai
Li Min meletakkan gulungan kertas usang dari balik bajunya ke atas meja, tepat di hadapan Xiu Zhangjian. Dengan lirih ia berkata, "Bacalah, itu pesan ayahmu."Xiu Zhangjian mengambil gulungan itu dengan tergesa-gesa. Ia merentangkan kertas itu dengan napas tertahan.Semua orang hanya diam menyaksikan manik coklat tua Xiu Zhangjian bergerak dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah, menggerayangi setiap karakter yang tertulis. Namun, dalam keheningan itu wajah mereka menegang ketika menyaksikan getaran hebat pada kertas tersebut akibat tangan Xiu Zhangjian yang bergerak-gerak sendiri."Ada apa?" tanya Feng Yin cemas."A-aku ... sang pewaris pedang?" kata Xiu Zhangjian seraya meletakkan gulungan kertas itu masih dengan tangan bergetar. Ia menyandarkan punggungnya ke kursi, seolah tidak ada tenaga yang tersisa untuk tetap tegak.Feng Yin yang sedari awal sudah dilingkupi penasaran, kini tidak mampu lagi membendung rasa ingin tahunya. Ia meraih dan
"Ada apa, Tetua Feng?" "Aku telah menyinggung utusan Aliansi Gongliao. Ketua Li, berikan daftar itu pada Zhangjian!" "Baik, Tetua!" Li Min pun menyerahkan gulungan kertas dari lengan bajunya kepada Xiu Zhangjian. "Cepat kumpulkan mereka di sini!" Xiu Zhangjian membuka gulungan kertas dari Li Min. Di dalamnya tertulis 10 nama anggota muda Sekte Harimau Putih. Ia pun berlari keluar dengan jantung berdebar kuat. Sebenarnya Xiu Zhangjian masih belum mengerti apa yang terjadi. Namun, keadaan bahkan tidak memberi waktu padanya untuk sekadar bertanya. Beberapa saat kemudian, Xiu Zhangjian telah kembali ke dalam ruang pertemuan bersama 10 orang yang ada di dalam daftar. Kebingungan tampak jelas di wajah mereka semua. Akan tetapi, sama seperti Xiu Zhangjian, mereka juga tidak menanyakan apa pun dan hanya saling menatap. Melihat ekspresi wajah Li Min dan Feng Yin yang penuh kerut di dahi, cukup menunjukkan bahwa situasinya tidak sedang baik-baik s
Tong Mu tersenyum puas saat semua anggota Sekte Harimau Putih berhasil ditakhlukan. Ia mengikat sendiri tangan Feng Yin selagi para prajuritnya melakukan hal yang sama ke semua lawan. "Kaisar Huang benar, bukan hal sulit untuk melumpuhkan sektemu. Aku hanya perlu mengalahkanmu dan mereka akan menuruti ucapanku. Tapi ... tidakkah ini terlalu mudah? Kau terlalu lemah sebagai tetua dari sekte dengan pasukan pemanah yang hebat."*Beberapa saat sebelumnyaTong Mu memberi hormat pada Huang Fu. Ia bergegas kembali ke istana setelah hasil dari kunjungannya ke markas Sekte Harimau Putih mengecewakan."Bagaimana?""Sesuai dugaan Yang Mulia, Feng Yin menolak."Huang Fu meletakkan cangkir tehnya di atas meja dengan sedikit penekanan, membuat bunyi tertentu keluar akibat benturan itu. Tong Mu menelan ludah ketika melihat Huang Fu mencengkeram erat cangkir tersebut hingga pecah."Kerahkan ratusan prajurit untuk menyerang! Bawa tiga bola api bersamam