Share

Menjadi sopir pribadi

"Kenapa diam? Apa kamu keberatan?" tanya Darren memastikan. Memandang wanita yang tadinya gencar menginginkan keinginannya kini seolah-olah keberatan dengan semua itu.

"Apa keinginan bapak tak ada yang lain? Jujur, saya sangat keberatan dengan permintaan bapak itu. Saya akan melakukan apapun permintaan Anda, asalkan jangan menyuruh saya untuk berhenti bekerja. Jika bapak menyuruh saya untuk berhenti bekerja, bagaimana saya bertahan hidup? Saya bukan Anda, Pak! Yang mempunyai segalanya. Saya hanyalah orang biasa yang membutuhkan pekerjaan untuk makan."

Darren menghela nafas secara perlahan. Hatinya mulai berdesir saat mendengar perkataan natasha yang terucap. Ia tak habis pikir, di balik wajah cantik dan berpenampilan seperti orang kecukupan, ternyata ada kenyataan pahit di dalam kehidupan wanita tersebut.

***

Lentik indah bulu mata Natasha tak berhenti mengerjap. Merengkuh guling yang ia dekap untuk menghangatkan tubuhnya setelah di guyur hujan setengah jam yang lalu.

"Saya akan memaafkan dan membebaskan mereka dari kesalahan yang telah kamu perbuat, asalkan kamu mau menjadi sopir pribadi saya. Dan saya juga akan menggaji kamu dua kali lipat dari gaji seorang security." Perkataan Darren kembali melintas dalam pikiran Natasha.

"Apa dia sadar memberiku tawaran seperti itu?" tanya batin natasha bingung dengan sikap Darren kepadanya."Argh! Sudahlah. Yang penting semua staff keamanan tidak lagi menyalahkanku dan aku juga bisa bekerja!" kata natasha tersenyum senang.

Keesokan harinya,

Tepat jam 05.00 WIB

Natasha bersiap melajukan sepeda yang akan mengantarkannya pada pekerjaan barunya. Menuruti keinginan seseorang untuk menebus kesalahan yang telah ia perbuat.

"Semangat, semangat, semangat!" seru Natasha melajukan sepedanya dengan cepat. Menerjang kabut tebal yang telah mengganggu pemandangannya.Bibirnya merapat. Giginya bergetar menahan rasa dingin yang datang menerpa.

Sesampai di rumah Darren, natasha menghentikan laju sepedanya. Sudut matanya mengerut ketika melihat pintu pagar rumah Darren yang sudah terbuka lebar.

"Sudah di buka?" tanya Natasha seorang diri. Dua bola matanya mengerling melihat arah jarum jam yang menunjukkan pukul 05.30 WIB.

"Apa dia sudah bangun?" lirih Natasha. Mulai melangkah masuk bersama sepedanya untuk memasuki rumah mewah yang berukuran minimalis tersebut.

Glek

Tegakan saliva natasha mengalir dengan paksa. Terbelalak kaget ketika  Darren sudah berada  tepat di depan mobil yang terparkir.

Mengenakan setelan jas berwarna biru, rambut klimis, kedua tangan yang bersembunyi di saku celana membuat aura ketampanan pemilik mall itu kian terpancar. 

'Oh My God! Dia sudah bersiap untuk pergi. Padahal, ini masih terlalu pagi untuk mulai bekerja!' gumam batin nathasa meguntai senyum manis seraya memarkirkan sepedanya.

"Selamat pagi, Pak!" sapa Natasha berjalan menghampiri Darren.

Spontan, jemari tangan kecil natasha menangkap kunci mobil yang terlempar ke arahnya.

"Kita pergi sekarang!" perintah Darren yang membuat natasha tercekat.

"Sepagi ini?' batin Natasha bertanya. Membuang nafas panjang untuk menghilangkan rasa penat yang datang menghampiri.

"Kenapa masih diam?" Pertanyaan singkat Darren membuat natasha tak mampu menegak salivanya.

Dengan cepat, Natasha berlari membukakan pintu mobil saat Darren mengkodenya. 

Klek

"Maaf, Pak! Saya ...," ucap natasha terhenti ketika telapak tangan Darren menyuruhnya untuk diam.

Natasha menghela nafas panjang. Sungguh, ia sangat kesal dengan orang yang selalu menghentikan perkataannya saat berbicara.

Menatap sinis ke arah Darreen yang mulai masuk ke dalam mobil. Namun, tatapan sinis itu berubah tatkala aroma parfum yang keluar dari tubuh Darren seakan menghipnotis dirinya. Begitu khas dan sangat familiar.

"Oh My God! Parfum ini ...," lirih Natasha seraya memejamkan mata.

Darren mendesah sebal. Untuk yang kedua kalinya, ia melihat tingkah laku aneh pada wanita yang saat ini telah menjadi sopir pribadinya.

Tek

Jentikan tangan Darren seketika membuyarkan lamunan Natasha.

"I-ya, Pak!"

"Berangkat sekarang!" perintah Darren.

"Baik, Pak!" gegas Natasha menganggukkan kepala seraya menutup pintu mobil itu dengan cepat.

Darren mengendorkan dasinya. Untuk kali pertama, emosinya memuncak di pagi hari gara-gara masalah sepele. Tatapan matanya terus berputar ke arah Natasha yang mulai masuk ke dalam mobilnya.

"Jika bukan karena mama , aku tak mungkin menyuruh wanita aneh ini menjadi sopir pribadiku!" gumam Darren dalam hati.

Natasha memakai sheet belt. Kedua tangannya bersiap melajukan mobil untuk mengantarkan kemana pun si boss pergi.

"Ehm, maaf, Pak. Kita ...!" 

"Jalan saja! Nanti saya akan kasih tau alamatnya," jawab Darren yang sangat fokus pada laptop di pangkuannya.

"Baik, Pak!" 

***

Mama Ayu menghirup nafas secara perlahan. Bibir mungilnya mengembang melihat tanaman bunga miliknya bermekaran begitu indah.

"It's beautiful!" puji mama ayu sembari mencium salah satu bunga mawar.

"Selamat pagi, Tante!" Suara Bara seketika membuat mama Ayu menoleh.

"Kamu sudah datang!" ujar mama Ayu berjalan menghampiri sang keponakan.

"Ada apa, Tante? Kenapa Tante menyuruh bara datang ke sini? Apa ada masalah dalam pekerjaan?" tanya Bara penasaran.

"Duduklah! Ada hal penting yang ingin tante tanyakan padamu," kata mama ayu mempersilahkan.

Jantung Bara berdetak begitu kencang. Tenggorokannya tercekat saat melihat senyum mama ayu yang tak seperti biasanya. Sedikit menyimpan rasa amarah yang sedikit tertahan.

"Bara, kamu tau kan keinginan tante pada Darren itu apa?"

Bara menghela nafas panjang saat pertanyaan itu keluar dari mulut sang Tante. Yah, tak seperti yang ia bayangkan. Bersiap menerima amarah setiap kali mengadakan pertemuan. 

"Bara, dulu kamu pernah bilang kalo tante adalah orang tua kedua kamu. Apakah itu masih berlaku sampai sekarang?" Pertanyaan mama ayu seketika membuat kekhawatiran Bara hilang. 

"Tentu saja, Tante. Apalagi, sejak orang tua Bara meninggal. Tante dan om, sudah bara anggap sebagai orang tua kandung bara sendiri," tutur Bara menguntai senyumnya.

"Bara, apa tante boleh minta tolong sama kamu?" tanya Tante Ayu.

"Katakanlah, Tante!"

"Tapi, ini soal Darren."

Bara mengulum bibir tipisnya. Sebuah permintaan sang tante yang selalu ia tolak.

"Tapi, Tante ...," kata Bara terhenti.

"Dengarkan dulu! Kali ini, permintaan tante sangat berbeda dengan yang kemarin," ucap tante ayu yang membuat Bara terdiam.

Setengah jam kemudian, Bara keluar dari rumah elite yang dulu pernah menjadi tempat bermain antara Darren dan dirinya. Ia mulai menghela nafas seraya menopangkan kedua tangan di pinggang.

"Hari apa ini?" tanya bara seorang diri. Melangkah menghampiri mobil jeep miliknya yang terparkir berjejer dengan mobil lainnya.

Di mobil, Bara menyandarkan kepalanya sejenak. Dua bola matanya terpejam sembari berpikir. Mencoba mengabulkan permintaan sang Tante, yang bagi dirinya sangatlah tidak mudah.

"Tante tau! Darren sangat mencintai Ratu. Dan itu sangat mustahil bagi mereka untuk bersatu. Tante hanya minta padamu,  carikan wanita untuknya. Tak peduli wanita itu dari kalangan apa. Yang terpenting Darren mau menikah."

Perkataan tante ayu kembali melintas di pikiran Bara.

"Permintaan yang sangat sulit untuk aku kabulkan!" gerutu Bara menghela nafas panjang.

Sejenak, alisnya bertaut melihat sopir pribadi Darren lewat di depannya.

"Pak Danu! Kenapa pak Danu di sini? Bukankah seharusnya, dia mengantar Darren untuk pergi ke luar kota?" tanya Bara penasaran.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status