Share

3. Bendera Perang

Samantha telah mencoba segala cara untuk memisahkan Ivander dan Anna, namun Ivander tetap kukuh dalam keputusannya untuk tidak menceraikan Anna. Ivander sangat menyayangi Anna dan mulai merasa bosan dengan Samantha bahkan teringat akan semua kekurangan Samantha sebelumnya.

Konflik dalam rumah tangga mereka semakin meluas dan berlarut-larut. Samantha tidak akan menyerah begitu saja, dan dia memutuskan untuk mengibarkan bendera perang pada Anna.

"Samantha, aku mengerti bahwa ini adalah situasi yang sulit, tapi aku tidak bisa menceraikan Anna," kata Ivander dengan suara lemah, mencoba menjelaskan padanya.

Samantha merasa sangat frustrasi.

"Tidak bisakah kamu mengerti betapa sulitnya bagiku, Ivander? Aku mencintaimu, dan melihatmu bersama Anna setiap hari adalah penyiksaan!"

Ivander mencoba meraih tangannya, tetapi Samantha menariknya kembali.

"Aku meminta keadilan, Ivander. Anna adalah pelayan. Dia tidak pantas menjadi istrimu dan aku tidak sudi memiliki madu!"

Samantha merasa bahwa dia bisa membuat Anna pergi dengan sendirinya. Dia kerap mencari gara-gara pada Anna, mencoba menemukan celah dalam perilakunya yang bisa dia gunakan sebagai alasan untuk memecatnya.

Namun, Samantha salah besar. Anna tidak semudah itu untuk pergi. Dia telah merasa bahwa Ivander adalah suaminya seorang, meskipun pernikahan mereka adalah pernikahan siri. Anna tetap tinggal dan berjuang untuk haknya.

"Dia telah mencuri beberapa perhiasan dalam kotak brankasku! Aku tidak bisa membiarkan seorang pencuri hidup di dalam rumah ini, bukankah kau benci dengan seorang pencuri Invander! Kau tidak ingat, saat kau kehilangan banyak sekali kerugian perusahaanmu?!" Samantha mengoceh dan mencari-cari alasan untuk mengusir Anna, bahkan tidak segan memfitnahnya.

Anna memegang lengan Ivander.

"Sungguh, aku tidak mencuri semua barang itu. Bahkan aku tidak tau berapa sandi dalam brankas itu, aku tidak tau!" mohon Anna dengan sungguh-sungguh.

"Jangan kau berpura-pura polos, Anna! Kau tidak pantas berlagak akting seperti itu, kau belum lulus casting! Gelagatmu masih mudah terbaca! Bahkan sepolos-polosnya dirimu, kau telah berhasil merebut suamiku!" pekik Samantha dengan suara lantang.

Ivander menatap Samantha yang sudah berdramatisir.

"Samantha, berhentilah untuk melakukan semua ini, Anna tidak mungkin melakukan semua itu."

"Kau harus percaya padaku, perempuan ini ular tangga, Ivander."

"Aku bukan ular tangga, Nyonya!" Anna berkilah dengan sengit dan tidak terima julukan yang Samantha berikan.

"Oh... Berarti kau ahli monopoli? Iya, monopoli rumah tangga orang lain," kalimat celetukan, Samantha keluarkan demi memberi sindiran pada Anna.

"Samantha... Ku mohon jangan bertingkah konyol seperti ini, kau sama sekali tidak lucu, usiamu sudah tua, tidak pantas seperti ini," ucap Ivander yang kemudian berjalan menuju kamar utama.

"Ayolah, kamu mengaku Anna... Hey, kalian!" Samantha mencoba menyanggah keduanya yang terlihat berjalan menuju kamar utama.

"Samantha, aku tidak bisa terus menerima tuduhanmu terhadap Anna. Kita sudah membahas ini berulang kali."

"Tapi Ivander, bagaimana aku bisa tidak mencurigainya setelah yang terjadi?"

"Kita harus menemukan jalan keluar dari situasi ini. Tapi menuduh Anna tanpa bukti hanya merusak hubungan kita lebih lanjut."

"Itu artinya, kau sudah tidak mencintaiku lagi? Iya? Apa yang ingin kau harapkan, Ivander?!"

"Kita harus bekerja sama untuk membangun kepercayaan lagi. Saling mendengarkan dan tidak terus-menerus menyalahkan orang lain. Belajarlah bijak Samantha."

Samantha terus berjuang. Dia mencoba untuk kembali menarik hati Ivander dengan cara yang lebih positif. Ia bangun pagi-pagi untuk menyiapkan sarapan dan makan malam untuk mereka berdua.

Ivander, yang sering mengajak Anna untuk makan bersama di meja makan, merasa terganggu dengan sikap Samantha. Setiap kali Ivander mengajak Anna makan bersama, Samantha akan marah dan menolak makan.

"Kau bisa tidak, untuk tidak menjadi benalu, Anna? Pergi dari sini!" tukas Samantha yang kini menarik lengan Anna yang bersikukuh untuk duduk.

"Samantha... Ayolah. Ini waktunya makan malam, bukan waktunya bergulat, kau mau, aku daftarkan ikut MMA?" tanya Ivander yang berusaha sabar menghadapi Samantha.

"Aku tidak mau, Nyonya!" Anna mencoba mempertahankan dirinya untuk tetap duduk.

Brrukk!

Ivander yang melihat kaget, Samantha terjatuh karena Anna mendorongnya.

"Auh... Kurang ajar!!!" teriak Samantha dengan kencang.

Sementara acara makan malam jadi kacau, terlihat Ivander dan Anna berlari masuk ke dalam kamar masing-masing.

"Anna, sialan! Dasar perempuan kampung dan tidak tau diri!" Hardik Samantha dengan kencang.

"Samantha, jaga ucapanmu," teriak Ivander seraya berlari menuju kamar utama.

Anna, yang mulai lebih percaya diri dalam hubungannya dengan Ivander, mencuri awalan. Setiap pagi, dia pergi ke kamar utama dan menyiapkan air hangat untuk Ivander mandi.

Ia juga menyiapkan pakaian kantornya dengan rapi. Ivander merasa senang mendapatkan penyambutan seperti itu setiap pagi. Mereka menjadi semakin dekat, dan ciuman-ciuman mereka semakin sering terjadi.

Samantha, yang merasa sangat cemburu, bahkan marah ketika dia melihat interaksi mereka. Dia merasa semakin terdesak dan tertekan oleh situasi ini.

"Bagaimanapun, aku harus bisa memenangkan hati suamiku lagi. Aku tidak sudi menerima Anna seumur hidup, dan tinggal satu atap denganku," celoteh Samantha sambil menyiapkan bekal makan siang untuk Ivander.

Samantha berkacak pinggang.

"Aku lebih cantik dari Anna, tubuhku lebih ramping dan pendidikanku lebih tinggi dari Anna. Aku bahkan sepadan dengan Ivander, kenapa bisa aku kalah dengan seorang pelayan dari kampung?"

Samantha memutuskan untuk datang ke kantor Ivander, membawa bekal makan siang untuknya. Namun, ketika dia sampai di sana, dia menemukan Ivander dan Anna sedang makan siang bersama. Samantha merasa terhina dan cemburu.

"Apa-apaan ini? Kalian main gila dibelakangku lagi?!" Samantha menghampiri keduanya.

Ivander segera bangkit dan menarik Samantha keluar area kerja karyawan dan bahkan menarik Samantha dengan kasar.

"Jangan buat keributan, ini kantor, dan bukan tempat adu jotos, Samantha."

"Aku yang lebih dulu ingin bawakan bekal makan siangmu, tapi kenapa kau malah makan siang bersamanya?" ujar Samantha menurunkan volume bicaranya.

"Kau yang tidak bicara padaku, bawa pulang kembali bekal itu, kamu makan sendiri saja," Ivander memberikan perintah yang menyakitkan pada Samantha.

"Aku susah payah membuat ini, Ivander. Tak bisakah, sedikit saja kamu mencicipi?" tutur Samantha dengan sedih.

Ivander segera menarik bekal tersebut, Samantha senang bukan main. Tapi ternyata Ivander malah memberikan bekal tersebut pada temannya.

"Dasar binatang!" celetuk Samantha begitu kesal.

Namun, ketika situasi semakin rumit, Samantha kehilangan kendali. Pada suatu hari yang gelap, dia memutuskan untuk menghadapinya dengan cara yang salah.

Dia datang ke kantor Ivander dan dengan tiba-tiba menyerang Anna. Samantha menjambak rambut Anna dan memukulnya di depan semua karyawannya.

Kejadian ini membuat banyak orang di kantor itu terkejut. Mereka menyaksikan konflik rumah tangga yang semakin memburuk. Banyak yang bersimpati pada Samantha dan menghujat Anna.

"Kalian tau, perempuan ini? Perempuan murahan yang sudah merebut suamiku!" tunjuk Samantha, pada Anna yang tertunduk.

"Perempuan yang sudah menghancurkan rumah tanggaku! Pelakor ini, tak pantas berada di sini! Dia bahkan sebelum bisa menjadi sekretaris suamiku, dia hanya pelayanku di rumah!" Celoteh Samantha dengan nafas tersengal.

"Bahkan pendidikannya hanya lulusan SMP!" Sambung Samantha dengan emosi berapi-api.

"Samantha... " Ivander mencoba membuat Samantha diam.

"Kalian semua pikir sendiri, bagaimana bisa seorang pelayan dengan lulusan rendah, bisa mendapatkan hati suamiku dan bahkan bisa bekerja di perusahaan terbaik, padahal hanya lulusan rendah?!" Samantha memotong ucapan Ivander dengan berderai air mata dan kemarahan.

"Anna, masuk ke ruangan," perintah Ivander dengan pelan.

Samantha menoleh pada yang masuk ke dalam ruangan.

"Tidak malukah, kau menjadi jalang Anna?! Menjadi simpanan suami orang?! Kau ingin menyisihkan diriku, Anna? Menjadi Nyonya sepertiku?!"

"Cukup Samantha!" Ivander menarik dengan Samantha dengan kasar.

"Kau sudah buat keributan!"

Samantha melepaskan tangannya dengan segera.

"Kalian semua harus tau, laki-laki ini dulunya hanya hidup miskin, dan aku yang membantunya!" Samantha berteriak dengan lantang.

Ivander merasa sangat marah pada Samantha. Dia merasa bahwa Samantha telah melampaui batas dan memalukan Anna. Ivander akhirnya menarik Samantha dan memberikan hukuman padanya.

Samantha mendengus marah menatap Ivander.

"Aku benar-benar muak dengan semua perhatian yang kamu berikan pada Anna! Setiap kali ada masalah atau aku butuh dukungan, kamu selalu membela dia!" Samantha menerima dorongan dari Ivander.

Ivander mengacak rambut dengan frustrasi.

"Samantha, kamu salah besar. Aku hanya mencoba membantu Anna, karena dia telah baik padaku. Aku harus peduli padanya," ujar Ivander dengan terus berkelit.

"Kau bahkan selalu lebih mendukungnya daripada mendukungku!" decak Samantha dengan nada kesal

"Aku juga mencintaimu, dan kamu tahu itu. Tapi Anna juga perlu perhatian dan dukungan. Aku tidak bisa membiarkan dia merasa terbuang," pungkas Ivander memperjuangkan posisinya.

"Ini bukan tentang Anna. Ini tentang kamu yang selalu memprioritaskan dia di atas aku. Aku merasa diabaikan, Ivander," kukuh Samantha mengungkapkan perasaannya.

Ivander menatap lembut Samantha dan melemah.

"Samantha, kamu harus percaya padaku. Aku mencintaimu, dan aku tidak ingin kau merasa diabaikan. Tapi aku merasa, aku bisa membantu Anna dengan hidupnya," desis Ivander.

"Kita harus menyelesaikan masalah ini, Ivander, sebelum perasaanku semakin buruk. Aku tidak ingin kehilanganmu," Samantha dengan perasaan cemas dan khawatir.

Perseteruan antara Samantha dan Ivander, di mana Samantha merasa bahwa Ivander lebih memihak pada Anna, dan merasa diabaikan. Mereka akhirnya berbicara terbuka untuk mencari solusi atas ketegangan dalam hubungan mereka.

Namun hubungan mereka semakin memburuk, dan Samantha merasa semakin kesepian dan terisolasi. Ivander, yang sebelumnya sangat dekat dengan Samantha, sekarang menjadi asing dan bersikap dingin.

"Kenapa dia tega, memperlakukanku seperti ini? Apakah, kesalahanku yang lalu begitu fatal?" tanyanya seraya menangis.

"Apa aku tidak pantas, menerima kesempatan? Tidak bisakah dia membuka hati, untukku kembali, aku yang sejak dulu menemaninya dari nol, aku yang memberinya support. Hanya saja aku lelah menghadapi emosinya saat dia terpuruk," sambungnya sambil menangis dengan sesak.

"Apakah, kesalahanku tidak bisa termaafkan?" Samantha menangis sambil masuk ke dalam mobilnya.

Sementara Ivander kembali menghampiri Anna yang masih menangis, Ivander memeluknya dan menyayangi Anna.

"Anna, aku sangat menyesal atas semua yang telah terjadi. Aku berjanji akan mengatasi masalah ini," Ivander memeluk Anna dengan lembut.

"Aku tahu kamu mencoba yang terbaik, Ivander. Tapi aku merasa lebih nyaman jika aku kembali menjadi pelayan di rumah."

"Jika itu yang kamu inginkan, aku akan mendukungmu. Dan aku akan berbicara dengan Samantha dan memintanya untuk meminta maaf atas segala yang telah terjadi."

"Terima kasih, Ivander," Anna tersenyum senang dan jahat saat mendengarnya.

Ivander segera membawa Anna untuk pulang, beberapa karyawan memandang Anna dengan sinis dan hina. Anna jelas sangat malu dan takut, tapi dirinya lebih takut lagi jika kehilangan Ivander.

"Samantha!" Panggil Ivander dengan teriak di ruang tengah.

Samantha keluar dari kamar dengan wajah sembabnya. Ivander menatap Samantha dengan iba, tapi dia harus tetap memberi pelajaran pada Samantha.

"Samantha, ini adalah langkah yang harus kita ambil untuk memperbaiki hubungan ini. Kamu harus meminta maaf pada Anna," perintah Ivander dengan wajah serius.

"Ivander, aku tidak suka harus meminta maaf pada perempuan ini! Aku tidak salah!"

"Ini demi kebaikan kita berdua. Oh, atau kau mau aku pulangkan?"

"Kamu kenapa jadi tega sekali, Ivander!"

"Cepat! Aku tidak main-main dengan ucapanku, Samantha!"

Setelah Samantha meminta maaf pada Anna, Ivander pergi, dan Anna merasa kemenangan dalam situasi ini.

"Lihatlah, Nyonya Samantha. Aku menang. Dan sekarang, kamu tahu tempatmu bukan?" Ujar Anna dengan melipat kedua tangannya dan menatap Samantha dengan sombong.

Samantha merasa kalah dan terhina, dan Anna menggunakan kesempatan ini untuk mengejek Samantha.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status