"Kenapa menelponku?" Ainsley bertanya dengan nada cukup ketus. Bukannya Austin sudah berjanji tidak akan mengganggunya kalau dirinya sedang di kampus? Dasar suami menyebalkan. Tapi sebenarnya secara kebetulan lelaki itu menelpon di waktu yang tepat. Ia jadi punya alasan untuk menghindar dari Alfa. Entah kenapa sekarang Ainsley merasa sangat canggung bicara dengan seniornya itu."Kau di mana?" tanya Austin di telpon.Ainsley memutar bola matanya malas. Pertanyaan yang tidak penting. Pria itu jelas tahu dirinya ada di kampus."Menurutmu?" terdengar gelak tawa Austin dari seberang."Maksudku di kampus bagian mana?"pertanyaan itu langsung membuat Ainsley refleks memandang kiri-kanan muka belakang. Jangan-jangan Austin sekarang berada di kampus dan tengah mengamati gerak-geriknya lagi. Kalau benar, awas saja."Jangan bilang kau sedang mencariku sayang." gumam Austin lagi karena cukup lama Ainsley tidak menjawabnya."Kau mengikutiku ke kampus?" tanya Ainsley. Lagi-lagi ia mendengar suara g
Di ruang depan, mereka melewati sebuah cermin besar. Ainsley melirik bayangannya dan kaget sendiri melihat penampilannya yang kusut. Memangnya apa yang ia lakukan sampai penampilannya cepat sekali berubah. Padahal mereka bahkan belum sampai sehari keluar dari rumah. Ralat, hotel."Kenapa kau tidak bilang tadi kalau gayaku kusut begini?" celoteh Ainsley yang kini duduk di sebuah sofa besar ruangan tengah sambil merapikan rambutnya yang berantakan.Austin terkekeh. Ia memberikan segelas air yang di ambilnya dari dapur tadi ke Ainsley. Gadis itu mengambil dan meminumnya sambil terus menatap Austin yang sekarang duduk di depannya."Kau tetap cantik di mataku." kata pria itu. Tangannya lalu terangkat merapikan rambut Ainsley.Ainsley mendengus pelan. Ciri-ciri pria playboy di matanya yah seperti Austin ini."Berapa banyak wanita yang sudah kau rayu?" entah kenapa pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulutnya. Ia ingin tahu.Austin menghentikan kegiatannya dan menatap sang istri."Aku tid
Sepulang kampus, Ainsley duduk di ruang tengah rumah Austin yang menghadap langsung ke kolam berenang. Ia melihat-lihat ke sekelilingnya. Ruangan ini begitu besar. Bahkan semua ruangan yang ada di rumah ini besar-besar semua. Gadis itu jadi merinding.Menurut Ainsley rumah kalau terlalu besar itu malah rasanya jadi angker. Itulah sebabnya kenapa dirinya tidak menyukai rumah besar. Tapi apa boleh buat, ia harus rela tinggal di rumah ini sekarang.Samar-samar Ainsley mendengar ada suara langkah kaki yang masuk ke ruangan itu. Karena pikiran negatif tentang rumah angker gadis itu jadi tidak berpikir panjang. Ia langsung menutup matanya kuat-kuat."Argh...!"Ainsley berteriak keras ketika Austin berhenti tepat didepannya dan memegangi bahunya. Tangannya memukul-mukul ke udara.Austin sendiri merasa heran apa yang terjadi dengan gadis itu."Ainsley, ini aku." gumam Austin namun sepertinya Ainsley belum sadar sama sekali. Austin menarik napas pelan lalu kembali memegangi bahu Ainsley kuat.
Ainsley berjalan menuju ruangan kelasnya sambil bersiul-siul. Hari ini suasana hatinya membaik. Bagaimana tidak, ia tidak perlu khawatir karena selama satu bulan kedepannya Austin sudah berjanji tidak akan menyentuhnya. Bahkan semalam pria itu lebih memilih tidur di sofa."Kau kemana saja kemarin?" tanya Dara pada Ainsley yang kini duduk di sebelahnya."Pulang." jawab Ainsley seadanya. Ia memang langsung pulang setelah dari kantin kemarin."Kau tahu Alfa mencarimu?"kali ini Ainsley fokus menatap Dara. Alfa mencarinya? Masih mencarinya? Kenapa?"Kenapa?" tanyanya tanpa sadar. Dara mengangkat bahunya cuek."Sepertinya dia ingin bertanya tentang pernikahanmu." katanya acuh tak acuh.Di antara ketiga sahabatnya, yang paling banyak tahu rahasia Ainsley adalah Dara. Bisa dibilang Dara yang paling dekat dengannya. Ada rahasia-rahasia yang hanya bisa di ceritakan Ainsley pada Dara karena gadis itu pintar menyimpan rahasia. Termasuk dengan dirinya yang menyukai diam-diam Alfa dulu."Jawab aku
Kira-kira jam dua belas siang Austin menelpon Ainsley. Sebenarnya Ainsley bosan mengangkatnya. Tapi ia tidak mau membuat pria itu marah dan membatalkan janjinya semalam. Dia yang rugi nantinya.Austin mengajak Ainsley makan siang bersama. Awalnya gadis itu mau mencari alasan untuk menolak. Namun sekali lagi, gadis itu tidak mau membuat Austin marah. Ia memilih menurut saja.Akhirnya disinilah mereka sekarang, di sebuah restoran mahal yang berada tak jauh dari kantor Austin.Mereka tidak hanya berdua. Ada perempuan lain yang dulu memperkenalkan dirinya sebagai sekretaris Austin, juga seorang wanita yang lebih tua beberapa tahun darinya. Tentu saja ia tidak kenal wanita itu."Kakak ini pacarmu?" tanya Ainsley dengan tiba-tiba. Narrel langsung terbatuk-batuk mendengar pertanyaan itu. Sedang gadis yang duduk di sebelahnya tetap mempertahankan wajah datarnya. Meski dalam hati ia merasa malu.Iren memang selalu begitu. Kalau ada pembicaraan tentang dirinya yang membuatnya malu, ia akan teta
Ainsley bangun pagi-pagi. Ia mandi dan bersiap-siap. Hari ini ia berencana ke rumahnya dulu sebelum ke kampus.Pandangan Ainsley jatuh ke Austin yang masih terlelap. Sepertinya pria itu kelelahan. Biasanya Austin yang bangun duluan dan jam delapan sudah berangkat kantor. Tapi hari ini tidak.Awalnya Ainsley mengangkat bahu tidak peduli. Tapi ketika melirik jam tangan, ia jadi merasa bimbang. Hampir jam delapan. Haruskah ia membangunkan Austin? Tapi pria itu adalah bos perusahaan. Terserah dia mau datang jam berapa, menurut Ainsley."Ah, bangunkan saja." decak Ainsley mengambil keputusan. Ia melangkahkan kakinya ke sofa yang di tiduri Austin.Ainsley lalu mengulurkan tangannya menggoyang-goyangkan badan Austin."Austin, Austin bangun. Sekarang sudah jam delapan. Memangnya kau tidak masuk kantor?"cukup lama Ainsley menggoyang-goyangkan badan Austin sampai pria itu terbangun.Austin mengucek-ngucek matanya. Masih belum sadar betul. Ainsley yang melihat langsung menyimpulkan lagi kalau p
Ainsley memutuskan langsung pulang ke rumah Austin selesai pelajaran terakhirnya di kampus. Sebenarnya para sahabatnya mengajaknya ke tempat karaoke tapi dia terlalu capek hari ini. Ia ingin tidur cepat supaya bangun pagi besok tubuhnya bisa lebih fresh.Masih ada beberapa pembantu yang tengah membersihkan halaman rumah ketika Ainsley sampai. Mereka menunduk hormat ke Ainsley. Gadis itu sendiri merasa agak kaku karena selama ini tidak pernah ada yang hormat padanya seperti itu. Ia belum terbiasa namun berusaha menyambut mereka dengan hangat.Ketika masuk ke dalam rumah, dua pembantu wanita yang biasanya menyiapkan sarapan dan makan malam mereka sedang sibuk di dapur.Ainsley memang belum melihat mereka karena ia belum mencapai dapur, namun bunyi-bunyi yang di dengarnya yang berasal dari dapur itu cukup untuk membuktikan keberadaan mereka."Nyonya muda sudah pulang?" Langkah Ainsley terhenti. Ia menoleh saat mendengar seorang pelayan yang lebih tua menyebutnya dengan panggilan lain. N
Entah kenapa Ainsley merasa kesal pada pramugari itu. Ia merasa pramugari itu tidak menganggap keberadaannya sama sekali. Dasar tidak sopan. Memangnya perempuan ini tidak malu apa menggoda suami orang dengan terang-terangan di depan istrinya.Austin sebenarnya ingin membalas perkataan pramugari itu, namun Ainsley yang lebih dulu bicara."Hei , siapa namamu? aku lihat kau tidak cocok bekerja sebagai pramugari. Kau lebih cocok menjadi wanita penghibur di sebuah club malam!" tukas Ainsley dengan wajah merendahkan. Ia sudah kesal dan sekarang malah di buat makin kesal oleh perempuan yang berstatus pramugari itu.Austin memilih diam. Ia tampaknya menikmati tontonan didepannya itu.Pramugari itu ternganga seolah tak percaya dengan apa yang dikatakan Ainsley. Ia ingin membalas perempuan sialan yang menghinanya itu namun tidak bisa. Perempuan itu sedang bersama dengan lelaki yang di godanya tadi. Dan lelaki itu tampak seperti orang penting. Sekali lihat, pramugari itu bisa menyimpulkan kalau