Share

Bab 6 | Memulai Lembaran Baru

“Paman, aku terima tawaranmu tapi aku lebih senang jika Paman juga membantuku untuk membalaskan dendam,” ucap Alessa. 

Dendam yang Alessa rasakan berasal dari kehilangan janinnya berkat ulah Wanita itu. Alessa pun tinggal bersama keluarga Anshar yang terdiri atas Robert dan anak laki-laki semata wayangnya. Banyak hal yang terjadi selama pemulihan fisik dan batin Alessa. Alessa yang tidak mau tinggal cuma-cuma pun dengan suka hati membantu pekerjaan rumah sembari menyelesaikan tahun terakhir kelulusannya.

Ketika hari mulai petang. Alessa sudah menyiapkan makan malam. Ia memasak lauk pauk tempe orek, ayam lada hitam dan sayur sop. Alessa kini sedang menyajikan masakannya di atas meja makan. Dia mendengar bunyi suara sepeda motor yang baru sampai di halaman rumah. Alessa tersenyum menyambut kedatangan Pria yang delapan tahun lebih tua darinya itu. 

"Wah, wah, Alessa masak apa?" tanya Pria itu.

"Kak Eidar, selamat datang ... cuman lauk pauk sederhana aja kok." Alessa menuangkan air pada gelas. Ia menyodorkan gelas berisi air itu pada Eidar.

"Kenapa kamu masak, bagaimana nanti kakimu?" tanya Pria itu menatap kedua kaki Alessa.

Alessa segera menggeleng. "Sejak istirahat cukup lama sekarang kakiku mendingan kok, oh iya, apa malam ini Paman Robert pulang?" tanya Alessa. Semula memang canggung pada Eidar, anak semata wayang Robert tapi lamban laun kepribadian hangat Eidar bisa membuatnya akrab dengan Alessa. Robert juga memperlakukan Alessa seperti anak perempuannya.

Eidar mengarahkan tangannya pada puncak kepala Alessa kemudian mengusaknya. "Meskipun Ayah tidak pulang karena pekerjaannya, aku di sini untuk menjagamu ... kami tetap memengang janji untuk menebus kesalahan Ayah dengan menjagamu dari Nyonya Julia, selain itu bisakah kamu jangan sampai menampaki diri dengan keluarga Heide?" tanya Eidar dengan lembut.

Alessa tertawa kecil. Ia meraih tangan Eidar yang masih mengusak-usak kepalanya. "Memangnya kenapa Kakak sampai bilang seperti itu padaku?" Alessa membenahi rambut hitam panjang bergelombangnya karena berantakan akibat ulah Eidar. 

Eidar baru saja kembali usai membasuh kedua tangannya. "Setiap hari kamu selalu bertanya mengenai Ayah, bukankah itu seperti rasa penasaranmu akan sesuatu." Eidar berucap sembari menduduki kursi. Ia sudah menggulung lengan kemeja batiknya sampai ke siku. 

Alessa merasa sikapnya sudah diterka oleh Eidar. Selama ini Alessa memang berusaha mengumpulkan informasi mengenai keluarga Heide bahkan malam penderitaannya di mansion mewah itu masih terngiang-ngiang dibenaknya. Alessa yang tengah berdiri itu tanpa sadar sudah meremat perutnya sendiri. 

"Alessa, Alessa, kamu tidak apa-apa?" Eidar bertanya dengan tampang cemasnya. Pria blasteran Maroko itu mendekati Alessa. Tangannya hendak menyentuh pundak Alessa tapi Alessa segera menepisnya. 

"Hentikan, aku ... aku baik-baik saja," ucap Alessa yang gemetar samar itu. 

Eidar paham jika ketakutan Alessa belum sepenuhnya pulih meski fisiknya kini terlihat baik-baik saja. Alessa tidak memiliki siapa pun. Ia menderita sendiri akibat ulah orang-orang kaya yang angkuh. "Maafkan aku, jika ini lancang." Eidar pun memeluk Alessa kemudian mengusap-usap punggung kecilnya agar menenangkan Alessa.

Alessa terisak dalam pelukan Eidar. Ia menumpahkan seluruh perasaannya. Alessa memang masih membenci peristiwa itu. "Seharusnya aku bisa melindungi diriku hiks," ucap Alessa disela-sela isaknya. 

"Lebih baik kita lekas makan malam, aku ngiler loh dengan masakanmu," kekeh Eidar menghibur Alessa.

Alessa mengangguk kemudian makan malam berdua dengan Eidar. Alessa mulai menyakinkan tekadnya. Usai menjadi lulusan terbaik dengan pujian. Alessa mememulai siasatnya sendiri, berbekal informasi yang Ia kumpulkan. Alessa nekat mendatangi Heide Hospital.

"Hey, kamu ... kamu Alessa bukan?" tanya seorang Wanita. 

Alessa menoleh untuk menatap Wanita berkacamata itu. Alessa menyunggingkan senyuman manisnya. "Hai, Dokter Mina Harun," ucap Alessa. 

Pertemuan Alessa dengan Mina membuat jembatan baru bagi Alessa. Kedua wanita beda usia ini melanjutkan perbincangan di Kafetaria. Mina senang menatap Alessa yang sudah pulih tapi Alessa membawa rencananya sendiri untuk bertemu Mina. 

"Bagaimana kabarmu, Alessa?" tanya Mina. 

"Baik Dokter Mina, terlebih dari itu Anda tampaknya ada di mana-mana ya ... tidak hanya di Rumah Sakit Pendidikan tapi juga di Rumah Sakit Pria itu," ucap Alessa. Nada suaranya lembut tapi terdengar juga dingin. 

Mina menyadari sesuatu. Pria yang Alessa maksud merujuk pada pemilik Heide Hospital. Mina tersenyum menanggapi ucapan Alessa. "Kenapa Paman Robert bisa membawamu padaku pada saat itu?" tanya Mina.

"Inilah yang ingin aku beritahu, seorang wanita sudah menjebakku sampai membuatku keguguran karena kami melakukannya." Alessa menjawab pertanyaan Mina. Dia meremat kedua tangannya sendiri yang ada di atas meja.

Alessa sempat ragu untuk mengatakannya tapi Alessa menarik napas perlahan. "Paman Robert sudah mengatakan semuanya, aku keguguran karena seorang bernama Julia yang tak mau aku hamil dari anak tunggalnya itu, siapa sangka? pria yang memesanku malam itu justru anaknya," ucap Alessa diselingi kekehan kecil. Ucapannya tidak sesuai dengan ekspresinya kala ini.

Mina meraih tangan Alessa untuk Ia genggam. Mina mengenal keluarga Heide cukup baik. Mina memahami reaksi Alessa yang berbanding dengan perkataannya. "Aku mengerti," tegas Mina. 

Alessa membelalakkan kedua mata karamel madunya. Alessa tertunduk sejenak. "Bantu aku untuk bertemu dengannya, aku tidak terima kehilangan janinku dengan cara seperti ini." Alessa berucap sambil tertunduk. 

"Angkat kepalamu Alessa," suruh Mina.

Alessa mengangkat kepalanya dengan perlahan untuk menatap Mina. Wajah cantik Alessa sudah merah karena menahan isak air mata. "Aku ... benar-benar membenci semua ini," ucap Alessa.

"Bekerjalah bersamaku, mulai besok kamu bisa jadi pegawai di Rumah Sakit ini." Mina mengangguk sembari berucap dengan lembut. 

"Terima kasih Dokter Mina," sahut Alessa tersenyum haru. 

Hari sudah berganti jadi hari pertama Alessa bekerja. Ia memasuki Heide Hospital, salah satu Rumah Sakit terbaik dengan fasilitas termutakhir. Alessa merasa beruntung bisa mulai bekerja. Ia bahkan sudah disambut dengan Mina yang menunggunya di depan bangsal ruang perawatan.

"Sebenarnya aku ingin kamu ikut denganku di poli tapi kepala ruangan ruang rawat bedah mau kamu membantunya selama satu bulan ini," ucap Mina. "Jangan khawatir, berkasmu kemarin sudah ada ditangan HR jadi kamu harus kerja dengan benar ya." Mina mengusap pundak Alessa. Ia dengan senang hati bisa membawa Alessa bergabung dengan tempatnya bekerja. Mina bahkan sempat terkejut karena tahu akan prestasi dan pengalaman Alessa selama kuliah. Alessa termaksud orang yang cemerlang.

"Terima kasih Dokter Mina," ucap Alessa.

Alessa dan Mina berpisah setelahnya. Alessa mulai berkenalan dengan rekan kerjanya yang lain. Alessa bahkan sudah mulai sibuk. Kini Ia mendapatkan tugas pekerjaan untuk menggantikan perban pasien dari kamar VVIP. 

Alessa mendorong troly berisi peralatannya bahkan tanpa rasa curiga mulai memasuki ruangan VVIP itu. "Selamat pagi Pak, perkenalkan saya Perawat Alessa yang hari ini akan menggantikan perban Anda," ucap Alessa. "Bagaimana kabarnya hari ... maaf Tuan, aku tidak tahu jika Anda sedang berganti pakaian." Alessa menahan ucapannya ketika melihat Pria bertubuh kekar yang tengah mengganti pakaiannya itu. 

Pria itu cukup kesulitan karena lengan kirinya mengalami cedera. Alessa pun mendekatinya. Semula Pria itu membelakangi Alessa tapi saat Pria itu membalikkan tubuh tegapnya untuk menatap Alessa. Kedua mata Alessa membelalak kemudian Ia hanya mematung. 

"Apa kau yang jadi perawatku saat ini?" 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status