Share

Tidur Satu Kamar

Alexa berjalan tergesa-gesa memasuki apartemen. Alasannya hanya satu, ingin segera merebahkan tubuhnya di ranjang. Beberapa tugas yang diberikan dosennya hari ini, cukup membuatnya kewalahan dan juga merasa lelah.

Tanpa menyalakan sakelar lampu terlebih dulu, gadis itu langsung melangkah ke kamar mandi. Berendam di bathtub untuk membersihkan tubuh seraya merilekskan pikiran.

Lima belas menit kemudian, Alexa baru keluar dari kamar mandi dan langsung memilih pakaian yang akan dipakainya. Gadis itu memilih kaos pendek dan celana di atas lutut. Pikirnya ia hanya seorang diri di sana, jadi lebih enak tidur dengan memakai pakaian berbahan tipis dan pendek.

Tanpa Alexa sadari, ada seseorang yang sedari tadi memerhatikan gerak-geriknya. Bahkan matanya tak berkedip sedikit pun, saat melihat Alexa memakai pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.

"Ganti pakaianmu!"

Alexa terkejut, saat mendengar perintah dari seseorang untuk mengganti pakaiannya. Alexa baru sadar, dia tidak sendiri di kamar. Gadis itu langsung berlari mencari sakelar. Setelah lampu kamar menyala, barulah ia tahu siapa yang berada di kamarnya.

"Om sedang apa di kamarku?" tanya Alexa sedikit lantang. Tentu saja ia terkejut, dengan kehadiran Alvano yang tiba-tiba sudah ada di kamarnya.

"Kenapa? Bukankah ini apartemenku? Jadi, aku boleh sesuka hati berada di sini. Dan satu hal yang harus kamu tahu, mulai hari ini aku juga akan tinggal di sini!" balas Alvano, seraya menatap tajam ke arah Alexa.

"Apa?" tanya Alexa tak percaya.

"Iya, mulai malam ini juga kita akan tidur satu kamar!" jawab Alvano seraya mengangkat sebelah alisnya.

"Tidak, Om! Kamar di apartemen ini tidak hanya satu. Jadi, Om bisa pilih kamar yang lain."

Alvano beranjak dari ranjang, lalu berjalan mendekati Alexa. Semakin dekat, tubuh seksi Alexa semakin terpampang jelas di sana.

"Sial! Kenapa tidak dari awal, aku menyadari kecantikan yang dimiliki wanita ini," batin Alvano.

"Jangan mendekat!" teriak Alexa, saat jarak dirinya dan Alvano hanya tinggal beberapa jengkal saja.

Alvano berdecak kesal, lalu membuka lemari yang ada di belakang sang istri. Mengambil piyama tidur berlengan panjang, dan langsung melemparnya pada Alexa.

"Ganti bajumu, kalau tidak ingin aku berbuat khilaf!" ujar Alvano seraya kembali ke ranjang.

Wajah Alexa memerah. Ia pikir Alvano akan menciumnya, ternyata lelaki itu menyuruhnya mengganti kaosnya dengan piyama. Alexa langsung melangkah ke kamar mandi, sejenak ia bersandar di belakang pintu.

"Ada apa dengan jantungku?"

Setelah mengganti bajunya, Alexa langsung masuk kembali ke kamar, membuka lemari, lalu mengambil selimut dari sana. Berniat tidur di kamar yang lain. Namun, lagi-lagi ucapan Alvano berhasil membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Tidur satu ranjang denganku! Tidak terima penolakan atau aku tidak akan membiayai kuliahmu lagi."

Alexa berdecak kesal, tidak ada gunanya juga melawan. Toh lelaki itu berkuasa atas dirinya. Alexa menyimpan kembali selimutnya, lalu melangkah ke meja belajar yang ada di samping ranjang. Saat hendak akan membuka laptop, tangan Alvano menahannya.

"Tidur!" perintah Alvano.

"Aku belum ngantuk, Om."

"Tidur!"

"Ck, menyebalkan," ucap Alexa.

"Kenapa kamu pulang malam?" tanya Alvano kembali, kali ini dengan nada sedikit rendah.

"Bukan urusan, Om!"

"Pergi ke mana?"

"Sudah aku bilang bukan urusan Om. Kenapa sih Om datang ke sini? Bukankah Om bilang, mau kembali pada kekasih yang cantik dan menarik itu!"

Alvano membopong Alexa dan menjatuhkannya di ranjang. "Jadi, kamu ingin kita melakukannya malam ini?"

"Apa maksud, Om?" tanya Alexa pura-pura tidak mengerti. Jarak wajah yang hanya beberapa senti membuatnya grogi dan salah tingkah.

"Aku akan meminta hakku malam ini. Bukankah selama menikah kita belum melakukan malam pertama?"

Wajah Alexa memerah, ia menggeleng singkat. "Jangan, Om!"

"Kalau begitu jawab, kenapa kamu pulang malam?"

"Hari ini banyak tugas yang diberikan dosen, Om. Aku dan teman-teman yang lain memutuskan untuk menyelesaikan tugas itu di kampus."

"Apakah kamu tidak sedang berbohong!"

"Tidak, Om!"

"Satu lagi, jangan panggil aku Om. Aku ingin kamu memanggilku 'Mas Alvano'. Mengerti!" ujarnya seraya menjatuhkan tubuhnya dari tubuh Alexa.

"Iya, Om, eh Mas."

"Ada satu lagi!"

"Banyak banget, Mas."

"Aku paling tidak suka kalau ada orang memotong pembicaraanku!" hardiknya.

"Maaf, Mas!"

"Jangan berdekatan dengan lelaki mana pun. Kalau tidak, siap-siap saja ...."

"Iya, Mas. Bawel!"

"Sekarang tidur! Besok pagi-pagi siapkan aku sarapan."

Alexa mendengkus kesal, lalu tidur dengan membelakangi Alvano. Lelaki itu melirik singkat pada Alexa, memejamkan mata seraya tersenyum penuh arti.

"Mengapa dadaku berdebar tak karuan seperti ini? Apakah aku mencintainya? Tidak, aku tidak mungkin jatuh cinta pada bocah seperti dia." Alvano berargumen sendiri dalam hati.

****

Mentari pagi masuk menembus gorden kamar. Menyilaukan mata lelaki yang masih tertidur lelap. Ia mengucek kedua matanya, lalu berbalik membelakangi jendela. Sadar kalau Alexa sudah tidak ada lagi di sampingnya. Lelaki itu langsung beranjak dari ranjang, lalu masuk ke kamar mandi.

Saat keluar dari kamar mandi, Alvano bergeming. Aroma sedap masakan dari dapur, mengundang selera makannya. Lelaki itu langsung menuruni anak tangga, dan menemukan sang istri tengah sibuk memasak di dapur.

Kedua sudut bibirnya terangkat sempurna. Lelaki itu tidak pernah menyangka bila akhirnya akan mengambil keputusan tinggal satu atap dengan Alexa. Istri yang selama ini tidak pernah ia inginkan, tetapi melihatnya memasak seperti itu, membuatnya terharu dan kagum. Tidak pernah menyangka, gadis manja seperti Alexa menuruti apa yang diperintahkannya semalam. Padahal selama ini Alvano juga tahu, hampir setiap hari Alexa sarapan di luar. Gadis itu hanya memasak setiap akhir pekan saja.

Alvano menarik kursi, menatap sang istri dari meja makan. Senyumnya semakin mengembang, kala melihat kelihaian tangan Alexa dalam memotong-motong bawang, sesekali tangannya berpindah mengaduk-aduk sayur sop yang tengah dimasaknya.

Ingin rasanya saat itu juga, Alvano memeluk sang istri dari belakang. Menunjukkan sisi romantisnya pada Alexa, menyentuh hati gadis itu agar sedikit terkesan kepadanya.

Namun, rasa gengsinya lebih besar daripada keinginan hatinya. Kalau pun ia melakukannya, sudah pasti semua peralatan dapur mendarat sempurna di kepalanya.

Alexa menghidangkan sayur sop, goreng ayam, dan sambal kecap di atas meja. Alvano mendengkus kesal, saat tak ada satu patah kata pun yang terucap dari gadis itu.

"Seharusnya kamu itu mengucapkan selamat pagi pada suamimu ini," ujar Alvano. Saat melihat Alexa kembali ke dapur untuk membereskan peralatan memasaknya.

Lama tak ada jawaban dari Alexa, membuat Alvano geram, dan mencoba menahan diri agar tidak kembali mengancam gadis itu. Tak lama kemudian, Alexa kembali ke meja. Mengambil satu buah piring, dan langsung mengisinya dengan nasi dan lauk, lalu menyodorkankannya pada Alvano.

"Makanlah, maaf hanya ada ini. Aku belum sempat belanja bahan masakan lagi. Aku akan bersiap untuk pergi kuliah!"

Saat Alexa akan melangkahkan kaki meninggalkan meja makan, Alvano mencekal tangannya. Lelaki itu berdiri, dan mendudukkan sang istri di kursi yang tadi  didudukinya. Ia menarik kembali kursi di samping sang istri.

"Sarapan dulu, setelah itu aku akan mengantarmu ke kampus!"

Alexa mendengkus kesal. Ia tidak terbiasa sarapan se-pagi ini. Namun, tangan Alvano dengan gesit mengambilkannya nasi beserta lauknya.

"Jangan banyak-banyak. Aku tidak suka sarapan se-pagi ini!" ucap Alexa, seraya merebut piring yang dipegang Alvano.

Mereka sarapan dengan takzim. Tak ada satu patah kata pun yang terucap dari keduanya. Hanya dentingan piring dan sendok yang sesekali terdengar dari meja makan. Selesai sarapan, Alexa langsung kembali ke lantai atas. Mempersiapkan diri untuk berangkat kuliah. Begitu pun dengan Alvano. Lelaki itu langsung mengikuti sang istri ke kamar.

"Jangan masuk dulu, aku mau ganti baju!" teriak Alexa, seraya menutup daun pintu.

"Kenapa harus malu? Aku kan suamimu."

"Suami itu cuma status dalam pernikahan kita saja!"

"Sial! Gadis itu berani mengatakan itu padaku. Akan kubuktikan kalau aku ini bisa menjadi suami sungguhan untuknya ...."

Tanpa sepengetahuan Alvano, Alexa masih berada di belakang pintu. Dia mendengar apa yang dikatakan Alvano di luar sana. Wajahnya memerah, entah mengapa berada di dekat lelaki itu jantungnya menjadi tidak sehat. Apa yang harus ia lakukan untuk bisa menjauh dari lelaki itu?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status