Share

BAB. 7 Mulai Mencari

Keesokan harinya. Sudah dua puluh empat jam lebih, Cyra menghilang.

Lio, sang sahabat kembali mendatangi kantor polisi pagi ini. Lio membuat laporan orang hilang. Semua mengarah kepada ciri-ciri Cyra.

Sebenarnya Lio sudah sejak kemarin khawatir dengan keberadaan Cyra yang tidak muncul-muncul juga di tempat mereka janjian. Setelah malam pun tiba, Cyra tetap tidak muncul juga.

Malam itu, Lio mulai mendatangi kantor polisi untuk melaporkan orang hilang. Namun sayangnya, laporannya tidak dapat diproses lebih lanjut karena belum tepat dua puluh empat jam Cyra menghilang.

Makanya pagi ini, setelah dua puluh empat jam Cyra menghilang, Lio kembali datang ke kantor polisi untuk melaporkan menghilangnya Cyra.

Dan berita menghilangnya Cyra mulai tersebar di media elektronik dan media sosial.

"Tuan Muda! Gawat!" Seru Peter kepada Felix, yang saat ini sedang berada di kantor tepatnya di ruang pribadi miliknya.

Felix yang baru saja selesai meeting, langsung disambut dengan wajah tegang milik Peter.

"Apanya yang gawat? Tolong berbicaralah yang jelas." Hardik, Felix.

Tanpa aba-aba, Peter segera menyalakan televisi yang sedang menayangkan berita menghilangnya Cyra.

"Shit!" Umpatnya.

"Bagaimana dengan jalang itu? Apa dia sudah menandatangani berkas pernikahan tersebut?" Tanya, Felix.

"Masih belum, Tuan Muda. Saya masih bingung cara membuat Nona Cyra menandatangani surat-surat tersebut." Jujur, Peter.

"Sialan, Lo! Cari cara agar dia mau menandatangi dokumen itu! Gue nggak mau tahu!"

"Batalkan semua meeting hari ini, gue mau menemui jalang itu dan membuat perhitungan dengannya!" Serunya, lalu keluar dari ruangannya menuju ke parkiran di lantai paling bawah gedung itu.

Di kediaman Felix, tepatnya di ruang pribadinya, Cyra baru saja selesai mandi. Tubuhnya yang penuh luka lecet mulai mengering.

Cyra mencoba membuka pintu, namun pintu telah dikunci dari luar. Untuk mewaraskan pikirannya. Dirinya membaca beberapa buku yang ada di atas meja kerja Felix tanpa permisi.

Tak berapa lama, Bik Upik masuk ke dalam kamar itu dengan membawa nampan berisi sarapan untuk Cyra.

"Selamat pagi, Nona." Sapa, Bik Upik.

"Pagi, Bik." Jawab Cyra lalu duduk di sofa menghampiri Bik Upik.

"Ini sarapan untuk Anda, Nona. Tolong dimakan, ya?"

"Ta-pi, saya tidak lapar, Bik. Saya hanya ingin pulang. Saya juga punya aktifitas, Bik." Lirih, Cyra.

Dirinya yang tidak biasa sarapan pagi, menolak untuk menikmati masakan mewah dari Bik Upik.

"Tapi, Nona. Anda harus makan, nanti Tuan Muda pasti akan marah jika mendengar Anda tidak sarapan." Keluh Bik Upik. Karena dia tahu betul, jika perintah Felix tidak dapat dibantah.

"Maaf, Bik. Saya tidak terbiasa untuk sarapan pagi." Ucapnya, lagi.

Cyra yang hidup merantau di Jakarta terpaksa harus hemat. Untuk itu, dirinya sudah lama membiasakan diri untuk tidak sarapan pagi. Cyra hanya makan siang dan sore hari saja. Setelah itu, perutnya tidak terisi makanan lagi.

"Apa?" Kaget Bik Upik, tidak percaya.

Lalu Cyra pun menceritakan pengalaman hidupnya selama tinggal di Jakarta.

"Jadi Nona, Anda tinggal sendiri di sini?" Tanya, Bik upik.

"Iya, Bik. Di Jakarta ini, saya tinggal sendiri. Saya kuliah sambil kerja. Ibu dan adik saya hidup sederhana di kampung. Saya adalah tulang punggung keluarga. Untuk itu, bisakah Bibik, menolong saya untuk keluar dari ruangan ini? Karena terhitung hari ini saya sudah dua hari tidak masuk kerja. Pasti gaji saya akan dipotong.

Cyra tiba-tiba ingat, supervisor cafe tempat dia bekerja yang tidak pernah menyukai dirinya.

Bik Upik, seketika tersentuh dengan kisah hidup Cyra. Tapi dia tidak memiliki wewenang untuk membantu Cyra keluar dari rumah Felix. Bisa-bisa dia akan kehilangan nyawanya.

"Maaf, Nona. Saya tidak bisa membantu Anda. Saya permisi dulu." Jawabnya cepat, lalu keluar dari ruangan itu meninggalkan Cyra sendiri.

Sementara itu, Felix berada di dalam mobil untuk pulang ke rumahnya. Dia dari tadi asyik membuka ponsel Cyra yang dia dapat dari Peter. Begitu banyak foto-foto Cyra di ponsel itu. Diam-diam dia memuji kecantikan gadis itu.

Namun tiba-tiba, dia kaget saat ponsel Cyra yang sedang dirinya pegang berdering.

Ada nama Janu terpampang di depan layar ponsel itu.

"Janu itu, siapa?" Karena penasaran, Felix pun mengangkat panggilan itu.

Felix

"Halo?"

Janu

"Halo, Kak Cyra. Tolong saya, Kak. Gawat. Kakak segera ke sini. Saya akan mengirimkan alamatnya."

Janu pun mematikan panggilan itu dan mengetik sebuah alamat kantor polisi di daerah Jakarta pusat.

Ponsel Cyra bergetar dan terlihat ada satu pesan masuk dari Janu.

Felix lalu memerintahkan Peter untuk balik arah menuju kantor polisi itu.

"Peter, kita ke sini." Ucapnya, dingin.

"Tapi Tuan Muda, bisa saja itu sebuah jebakan atau penipuan." Sergah, Peter.

"Kita ke sana, gue bilang!" Hardik Peter tak mau dibantah.

"Siap Tuan Muda." Jawabnya, cepat.

"Terima kasih Tuan, Anda sudah membebaskan saya." Ucap Janu kepada Felix. Saat ini mereka sedang berada di sebuah tempat rahasia, milik Felix.

Baru saja, Felix membebaskan Janu atas kasus pencopetan di area stasiun Gambir.

Dengan kekuasaannya, Felix dengan mudahnya mengeluarkan Janu. Tak tanggung-tanggung, dia menjadikan dirinya sebagai jaminan.

"Apakah benar, Cyra Alesha adalah kakak kandungmu?" Tanya, Felix.

"Benar, Tuan." Jawabnya cepat, karena saat ini dia sedang makan. Dua porsi nasi goreng ludes, habis dimakan olehnya. Akan tetapi, Janu masih saja kelaparan juga.

"Tuan, bisakah Anda kembali memesan nasi goreng untuk saya? Sa-ya sangat kelaparan saat ini." Ucapnya, lagi.

"Tentu saja, saya akan mengabulkan semua permintaanmu, asalkan kamu juga mau menuruti semua kemauan saya." Tuturnya, dingin.

"Tuan Felix, Anda telah menyelamatkan hidup saya dari tangan polisi. Saya berhutang budi kepada Anda. Untuk itu saya berjanji, apa pun permintaan Anda. Saya akan lakukan." Tegas Janu.

"Baiklah! Saya pegang janji Anda!" Sahut, Felix.

"Peter!"

"Siap, Tuan Muda."

"Pesan nasi goreng itu sebanyak lima porsi lagi." Serunya sinis, sambil tersenyum licik.

Berbagai rencana licik, telah disusun rapi oleh Felix untuk mengancam Cyra.

Janu tidak tahu demi sejengkal perutnya, dia baru saja menggiring Cyra ke dalam goa singa.

Ternyata perut Janu sepertinya terbuat dari karet. Dirinya mampu menghabiskan lima porsi nasi goreng itu.

"Ha-ha-ha-ha," Felix tertawa semakin lebar melihat tingkah Janu yang bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya.

Peter semakin bingung dengan tingkah Bosnya yang menurutnya sedikit mengarah ke kelainan jiwa.

Sifat Felix memang seperti orang yang berkepribadian ganda.

Memang selama ini, dia berpikir jika sifat Felix seperti seorang psikopat. Dia merasa sangat senang jika melihat lawannya tak berdaya di depannya. Dan tidak ada rasa penyesalan sedikit pun di dalam dirinya.

Namun beberapa kali Peter melihat Felix konsultasi kepada seorang dokter ahli jiwa. Akan tetapi Felix tidak pernah menceritakan hasil pemeriksaan dokter kepadanya.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
ginare
lagii donk
goodnovel comment avatar
ZekWar
Mantap.........
goodnovel comment avatar
Sagi Good
Hehehehe hot ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status