Cuaca malam ini tampak lebih bersahabat. Berbeda dengan hari sebelumnya yang mendung dan berangin. Hal ini dimanfaatkan Nindy untuk menagih janji Dodit yang bersedia membantunya. Kapan lagi dia mendapatkan mentor gratis dari orang yang ahli di bidangnya?
Meskipun sering dimarahi Raka, kemampuan Dodit juga tidak bisa diremehkan. Terbukti jika ia berhasil dipercaya Raka untuk menangani salah satu proyek pembangunan apartemen. Meskipun peran Raka sebagai pemimpin perusahaan juga berpengaruh tapi tetap saja, Nindy akan lebih memilih Dodit yang baik hati dan tidak kesurupan setiap hari.
Nindy memanfaatkan ruang tamu kostnya yang kosong. Bersyukur tidak ada pertandingan bola malam ini sehingga tidak ada acara nonton bersama. Nindy bisa belajar dengan leluasa.
"Sebenarnya kalau dilihat-lihat desain kamu itu bagus, Nind."
"Aku juga mikir gitu, Mas. Tap
Di kantin kantor, Nindy mengangguk paham setelah mendengar penjelasan dari Dodit. Dia sudah merevisi semua poin-poin yang Raka minta. Namun sebelum menunjukkannya pada pria itu, Nindy akan meminta pendapat dari Dodit terlebih dahulu."Untuk keseluruhan udah bagus. Aku suka desain kamu."Nindy tersenyum manis, "Makasih ya, Mas. Kayaknya cuma Mas Dodit yang muji desain aku.""Pak Raka juga bakal suka kok."Nindy mengibaskan tangannya, "Udah lah, aku nggak bakal berharap kalau sama Pak Bos.""Emang saya kenapa?"Suara itu membuat tubuh Nindy menegang. Reflek Dodit menunduk dan mengumpat dalam hati. Sepertinya kali ini dia akan kembali mendapatkan omelan dari Raka. Ingatkan Dodit untuk bekerja dengan baik mulai dari sekarang. Jika tidak, maka Raka akan memanfaatkan kesahalannya untuk meluapkan amarah.
Malam sabtu adalah malam yang paling Nindy sukai sejak dulu. Menurutnya, malam Sabtu adalah gerbang menuju kebahagiaan dan kebebasan. Setelah hari minggu tiba, maka keresahaan akan kembali ia rasakan. Hari senin bagaikan gerbang neraka yang membuatnya tertekan.Meskipun malas, tapi Nindy harus tetap bersiap-siap. Tidak ada waktu baginya untuk beristirahat. Setelah pulang kerja, dia langsung membersihkan diri dan bersiap untuk kembali ke rumah Raka. Seperti yang Nindy katakan kemarin, ia meminta pria itu untuk membantunya mengerjakan tugas yang diberikan. Hanya Raka sendiri yang mengetahui maksud dari keinginannya.Saat merapikan rambut, Nindy melirik kalender kecil yang berada di atas meja. Dahinya berkerut saat melihat tanggal hari ini. Perlahan senyum lebar muncul di wajahnya. Nindy meraih ponsel sambil berdoa. Dengan cepat dia membuka satu aplikasi dan mengecek sesuatu di sana. Detik berikutnya Nindy berteriak heboh saat melihat saldonya
Nindy mengintip ruang rapat yang terlihat sangat ramai. Dia menghela napas kasar dan memainkan tangannya gelisah. Apa yang sebenarnya Raka rencanakan? Nindy tidak tahu jika ia harus mempresentasikan desain yang ia buat di depan semua karyawan. Bayangkan saja, semua karyawan."Nind, semangat ya." Tomi menyemangatinya dan berlalu masuk ke ruangan.Nindy mendengkus dan berjalan ke sana-ke mari dengan gelisah. Dia hanya asisten dan karyawan baru di sini. Bagaimana bisa Raka meminta seluruh karyawan untuk melihatnya? Sepertinya Nindy tahu apa yang akan pria itu lakukan. Raka sengaja ingin mempermalukannya."Ngapain berdiri di sini?" Suara itu membuat Nindy berbalik."Pak, kenapa semua karyawan ikut rapat?!" Nindy bertanya dengan panik."Karena ini rapat penting," jawab Raka santai."Saya takut. Pak Raka ngerjain saya ya?"Raka melirik ruang ra
Siapa bilang menjadi dewasa itu mudah dan menyenangkan? Mungkin yang mengatakannya adalah orang-orang yang belum mengetahui realita hidup yang sebenarnya. Seperti yang Nindy alami saat ini. Dia terlalu naif jika berpikir orang-orang yang memperlakukannya baik akan selalu berbuat baik. Kenyataannya adalah tidak. Dia masih tidak percaya jika hanya dengan satu kejadian bisa membuat pandangan baiknya terhadap seseorang hancur seketika.Suara helaan napas kembali terdengar. Di dapur kantor, Nindy mengaduk kopinya dengan pelan. Matanya masih menatap dinding kaca dengan tatapan kosong. Entah sudah berapa lama Nindy berdiri di sana, dia sendiri tidak tahu. Dia hanya ingin menyendiri untuk menghindari tatapan kasihan dari karyawan.Tiga hari telah berlalu sejak Raka memberitahunya untuk menunggu sesuatu yang tidak pasti. Apa Nindy jahat jika berharap desain yang Maya buat akan gagal?"Nind?" Suara itu membuyarkan lamunannya
Hidup memang penuh kejutan. Namun kali ini Nindy mendapatkan kejutan yang luar biasa. Dia keluar dari ruang dapat dengan lemas. Mendadak dia sulit bernapas karena rasa sesak di dadanya. Bukan, ini bukan penyakit. Nindy merasa sesak setelah mendengar hasil rapat hari ini.Dua minggu telah berlalu dan Maya sudah menunjukkan desain yang ia buat. Rasa takut yang Nindy rasakan selama ini menjadi kenyataan. Saat mendengar pendapat para karyawan tadi, Nindy harus melapangkan dadanya. Bukan, dia tidak kalah. Hanya saja saat ini Adhitama Design memutuskan untuk maju dengan dua desain, yaitu miliknya dan milik Maya.Kecewa? Tentu saja. Nindy ingin bersikap egois dan meminta Raka untuk menggunakan desainnya saja, tapi lagi-lagi Nindy harus memikirkan para karyawan dan nasib perusahaan. Berhasil bekerja sama dengan Narutama Group bukan main untungnya. Nindy tidak mau jika rasa egoisnya akan merugikan satu perusahaan."Kamu nggak pap
Empat orang yang berpenampilan rapi mulai memasuki gedung utama kerajaan bisnis Narutama. Raka dan Maya tampak berjalan di depan diikuti Nindy dan Ilham. Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari ini adalah hari penentuan tentang siapa yang layak bekerja sama dengan Narutama Group."Kamu gugup?" tanya Ilham saat mereka menunggu lift."Banget, Pak. Mending saya ngadep dosen dari pada Pak Naru.""Kamu harus terbiasa, Nind. Soalnya dunia kerja itu kejam," ucap Maya."Iya, Mbak. Kejam banget malah," jawab Nindy dengan menunduk.Pintu lift terbuka dan mereka semua mulai masuk. Saat lift akan tertutup, tiba-tiba seseorang menghentikannya. Rahang Raka mengeras saat melihat siapa yang berada di hadapannya saat ini."Wah, kebetulan. Bareng ya?" ucap Doni diikuti dua karyawannya.Suasana di dalam lift terasa sangat mencengkam. Raka tampak
Hari ini terasa begitu berbeda. Suasana kantor yang biasanya menyenangkan berubah menjadi suram. Kabar mengenai kegagalan Adhitama Design dalam proyek besar Narutama sudah menyebar ke seluruh kantor. Bahkan petugas kebersihan ikut membicarakan masalah ini. Hanya satu pendapat yang Nindy dengar di telinganya, yaitu hampir semua orang kantor menyalahkannya. Mereka berpikir jika dirinya dengan sengaja menjual desainnya pada Doni karena sakit hati.Jam kantor yang belum dimulai membuat Nindy memilih untuk menyandarkan kepalanya di atas meja. Semangatnya dalam bekerja mendadak hilang. Apalagi saat mendengar bisikan-bisikan setan yang masih membicarakannya."Nin, kamu sakit?" tanya Tomi di sampingnya.Nindy menggeleng dengan masih menelungkupkan wajahnya di atas meja. Sesekali dia mengantamkan kepalanya pelan berharap jika dia akan terbangun dari mimpi. Bukannya terkabul, Nindy malah semakin yakin jika semua yang terjadi meman
Keluar dari zona nyaman memang menakutkan. Namun sebagai manusia, bertahan di satu titik tidak akan membuat semuanya berubah menjadi baik. Kadang manusia harus berani melangkah agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal.Di dalam sebuah kafe yang tampak ramai itu, Nindy menunduk dengan resah. Dia mengabaikan suasana riuh di sekitarnya dan memilih untuk menyendiri. Sesekali dia melirik jam tangannya untuk melihat waktu. Sudah lima belas menit dia menunggu tapi pria yang ingin ia temui tak kunjung datang juga."Maaf lama, saya ada rapat sebentar tadi." Seorang pria datang menghampiri.Nindy mengangkat wajahnya dan tersenyum manis. Dia berdiri untuk menjabat tangan pria yang sangat ingin ia temui sejak tadi. "Nggak papa, Pak. Saya senang kalau Pak Doni mau meluangkan waktu untuk saya.""Jadi Nindy? Kenapa kamu temui saya?" Doni mulai membuka menu, "Kamu sudah pesan?" tanyanya lagi."