"Chloe, ayo dong. Lo jangan terus-terusan nangis begini. Gue harus lakuin apa biar seenggaknya lo berhenti nangis, lo bangun dari tempat tidur, dan yang paling penting … lo mau makan."
Grace sudah tidak tahu lagi harus bersikap seperti apa dalam menghadapi Chloe yang benar-benar kacau. Tidak mau makan. Tidak mau kuliah pula. Terlebih ketika dirinya tahu ada banyak orang yang menyalahkan dirinya atas kepergian Juan.
Selang dua hari tanpa tanda-tanda kehadiran Juan di ruang kuliah, Alex mau tak mau mengirimkan surat permohonan pengunduran diri Juan sebagai dosen Seirios dikarenakan suatu hal yang mendesak, dimana Alex sengaja tidak menyebutkan detail alasannya. Mulai saat itu timbul banyak spekulasi yang semuanya menjurus pada satu sumber, yaitu Chloe. Orang-orang mulai menyangkutpautkan kepergian Juan yang tiba-tiba dengan Chloe. Lebih tepatnya dengan hub
Beberapa minggu kemudian.Alex dan Grace benar. Chloe harus bangkit dan harus berpikir positif. Terlebih semakin bertambahnya hari, semakin banyak pula kemajuan kabar yang diberikan oleh Alex. Chloe harus yakin bahwa Juan akan kembali. Meski terkadang rasa rindu benar-benar menguras air matanya, tapi Chloe bisa menghadapinya dan kembali beraktivitas seperti biasa. Tidak peduli celotehan dan celetukan yang tak enak didengar berseliweran di telinga kanan dan kirinya. Chloe berusaha mengabaikan itu semua.Namun, tetap tidak bisa dipungkiri bahwa hatinya berangsur waswas ketika tahu waktu satu bulan akan usai. Pertanyaan-pertanyaan yang dulu pernah menggerayangi pikirannya kini kembali bermunculan. Bagaimana jika bukti-bukti yang ada tidak cukup kuat untuk membuat Juan kembali? Bagaimana jika Juan sungguh-sungguh tidak kembali? Bagaimana jika Chloe di
Mau tak mau Chloe datang menghampiri Juan demi menuntaskan rasa penasarannya yang sudah telanjur terpancing. Juan pun sengaja membiarkan pintu kamarnya terbuka. Membiarkan Chloe masuk tanpa perlu repot-repot membuka pintu.Awalnya Chloe mengira Juan sudah langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya, tapi ternyata dia masih sibuk mengecek ponsel. Chloe hendak lanjut melangkah setelah sempat berhenti di ambang pintu, tapi pergerakan Juan setelahnya entah kenapa membuat Chloe mengurungkan niatnya itu. Juan dengan santai melempar ponselnya ke atas tempat tidur, kemudian melepas hoodie yang dipakai. Sempat membuat Chloe berdengap, dikarenakan berpikir Juan tidak sedang mengenakan apa pun lagi di balik hoodie-nya, tapi ternyata di
“Nona Chloepatra, terima kasih atas kerja kerasnya selama berada di dunia yang semakin rumit ini. Sekarang waktunya kamu beristirahat.”Chloepatra—atau yang biasa dipanggil dengan Chloe—perlahan membuka matanya. Belum sempat benar-benar terbuka, cahaya menyilaukan langsung menyambut dan mau tak mau Chloe harus menutup matanya lagi. Bertanya-tanya dalam hati siapa yang tadi mengajaknya bicara? Sayup-sayup terdengar seperti suara lelaki.“Amalanmu selama di dunia akan ditimbang terlebih dulu untuk menentukan di mana kamu akan ditempati selama di akhirat.”Akhirat katanya?!Mendengar kata semenyeramkan itu, sontak mata Chloe terbuka lebar. Bahkan bola matanya yang besar nyaris melompat keluar.Chloe berusaha bangun dari posisinya. Posisi yang aneh karena dia baru saja berbaring—atau lebih tepatnya tergeletak—di aspal jalanan. Cahaya terang yang sebelumnya menusuk matanya, tidak lagi mengganggu,
Chloe menghabiskan waktunya hanya untuk menatap gundukan tanah yang telah diselumuti begitu rapi oleh rerumputan hijau. Membayangkan jika saja mamanya—Nyonya Alessa—tidak meminta untuk bertukar tempat, pasti nama Chloepatra lah yang terukir pada batu nisan di depannya.Usai mamanya mengucap kalimat permintaan yang sakral itu, Chloe langsung tersadar dan menemukan dirinya sudah berada di sebuah ruang kamar di rumah sakit. Berharap apa yang dialami olehnya hanyalah mimpi. Namun, di saat dirinya memperoleh kabar bahwa mamanya telah meninggal, Chloe rasa apa yang terjadi padanya memanglah nyata.Dokter juga mengatakan kesembuhan Chloe adalah bentuk dari keajaiban, karena tanpa diduga Chloe mampu melalui kondisinya yang begitu kritis. Ditambah dengan proses pemulihan yang terbilang cepat, dokter menyebut Chloe adalah orang yang sangat beruntung.Beruntung. Satu kata itu terus saja berulang di dalam pikiran Chloe. Menghantuinya dengan perasaan bersalah ata
Kamar nomor 27. Di mana kamar nomor 27. Batin Chloe bertanya-tanya.“Tuh, di depan!” seru Grace yang ada di belakang Chloe. Dia terlihat sibuk menggeret dua buah koper—yang sebenarnya bukan miliknya—di kanan dan kirinya.Huft. Lelah. Menaiki tangga hingga ke lantai empat memang bukanlah hal yang disukai Chloe. Terlebih masih harus berjalan beberapa langkah lagi hingga akhirnya sampai tepat di depan sebuah kamar dengan papan nomor 27 terpasang pada pintu.Dan kini saatnya mengetes fungsi dari kunci yang sebelumnya diberikan oleh penjaga loket. Tak sampai lima detik, pintu kamar pun berhasil terbuka.Tampaklah ruangan kecil bercat putih polos yang berisikan dua tempat tidur, dua lemari dan dua meja belajar. Semuanya masih tampak kosong. Perlahan Chloe melangkah masuk, diikuti dengan Grace. Mengamati satu per satu ruangan yang selama empat tahun ke depan akan menjadi tempat tinggalnya sementara. Mulai memikirkan haru
Kedua kaki Chloe bergetar hebat selama acara perkenalan jurusan berlangsung. Lebih tepatnya setelah mc memperkenalkan seorang dosen bernama Juanito Alexander. Sampai-sampai perempuan yang duduk di sebelah Chloe meminta dirinya untuk segera izin pergi ke toilet saja, karena melihat kakinya yang terus-menerus bergetar layaknya sedang menahan ingin buang air kecil. Merasa kalau itu adalah ide yang bagus untuk menenangkan hati juga pikiran, jadi Chloe beranjak dari posisinya dan melangkah keluar dari aula secepat mungkin. Pasti cuma mirip, batin Chloe berkata. Iya betul. Pasti cuma mirip. Chloe menangkup kucuran air yang keluar dari dalam keran wastafel. Membasuh wajahnya beberapa kali, kemudian memosisikan kedua tangannya bertopang pada meja wastafel. Dadanya bergerak kembang kempis menghirup udara. Dan untuk yang terakhir kalinya, diambilnya udara begitu dalam, lalu dihembuskan perlahan melalui mulut. Barulah setelah itu napasnya mula
Grace, gue harusnya udah meninggal. Grace, lo harus percaya sama gue. Pak Juan itu mirip banget sama grim reaper yang ditugasin bawa gue ke akhirat! Dan gue merasa kalau itu emang dia!Grace, gue harus gimana?Segala bentuk kalimat pernyataan dan kalimat pertanyaan berkecamuk di dalam kepala Chloe. Membuat semacam rentetan daftar yang Chloe sendiri pun tahu bahwa dia tidak bisa mengatakan hal semacam itu pada Grace. Akan dibilang apa dia nantinya? Gila? Stres? Atau mungkin efek kelelahan? Memang Grace akan mendengarkan cerita Chloe hingga tuntas—karena pada dasarnya Grace adalah seorang pendengar yang baik—namun setelah itu Chloe yakin, kalau teman sekamarnya itu akan langsung memintanya untuk segera periksa ke rumah sakit.Suara jentikan jari seketika berhasil menarik perhatian Chloe dari semangkuk mie instan di atas meja. Lupa kalau dia sedang berada di kantin asrama untuk makan malam.“Wah, jadi dari
Suara dentingan menyambut ketika tombol pada lift berpendar di angka tiga. Beberapa orang yang berdiri berdempetan di depan Chloe mulai melangkahkan kakinya ke luar lift, kemudian menyebar ke arah yang berbeda. Sementara Chloe bergerak ke arah kiri mengikuti seorang lelaki yang sempat menoleh ke arahnya. Chloe tebak, lelaki ini juga memiliki urusan yang sama dengannya.Ini adalah kali pertama Chloe datang ke lantai tiga gedung jurusannya, setelah saat orientasi kemarin hanya berada di lantai dua—tempat dimana aula sekaligus ruang para dosen berada. Sedangkan lantai tiga hingga lantai lima diperuntukkan untuk ruang kelas kuliah dan lantai enam difungsikan khusus untuk beberapa laboratorium jurusan.Usai beberapa langkah terlewati, Chloe berbelok masuk ke salah satu ruangan. Menemukan deretan bangku kuliah berwarna hijau yang tampak begitu kontras dengan ruangan yang bernuansa putih. Entah kenapa Chloe masih merasa mual setiap kali melihat deretan kursi. Bokongnya