Share

Bab 2. Bertemu mantan

“Bersihkan semua area, jangan sampai ada kotor sedikit pun jika kalian tidak ingin mendapatkan hukuman!” seru kepala kebersihan pada para cleaning service.

Poppy yang baru seminggu bekerja di sana sontak merasa heran karena teman satu profesinya terlihat sibuk lebih dari biasanya. “Rexi, sebenarnya ada apa?”

“Kau tidak tahu? Aku dengar Pak Erza hari ini kembali dari luar negeri.”

“Pak Erza … dia bos kita?” tebak Poppy yang langsung dibalas anggukan oleh Rexi, teman satu profesinya. 

“Kau sudah mendengar bukan jika Pak Ezra merupakan pria yang cerewet? Segalanya harus bersih dan sempurna.”

“Ya … aku sudah mendengarnya dari yang lain.”

“Maka dari itu kau harus melakukan pekerjaan dengan baik.”

Poppy yang akhirnya mengerti pun mengangguk paham. “Baiklah, aku akan berusaha melakukan yang terbaik.”

Ia lantas mengerjakan pekerjaannya sebaik mungkin karena tidak ingin mendapatkan masalah.

Meski hanya sebagai cleaning service, ini adalah pekerjaan terbaik yang ia bisa lakukan karena semua dokumen masih ada di rumah mantan suaminya.

“Pak Ezra datang, ayo semuanya menunduk dan beri salam untuknya!” seru salah satu karyawan tak lama setelahnya.

Semua orang sontak menunduk untuk memberikan salam kepada seorang pria tampan dan gagah yang sedang berjalan dengan berwibawa.

Poppy yang sedang mengelap kaca, ikut menoleh karena penasaran dengan sosok Ezra.  

Hanya saja, matanya membulat kala melihat sosok pria yang dihormati semua orang merupakan mantan kekasihnya dulu. “Ezra?” gumamnya pelan, tetapi masih dapat didengar oleh Rexi.

“Apa yang kau lakukan, Poppy? Cepat menunduk dan beri penghormatan untuknya!” tegur teman kerjanya dengan suara pelan.

Tidak mengindahkan, Poppy tetap menatap Ezra tanpa berkedip. Hingga tiba-tiba saja Ezra menoleh ke arahnya.

Buru-buru Poppy menunduk, menyembunyikan wajah agar Ezra tidak melihatnya.

“Dia sudah pergi.”

Setelah mendengar informasi dari temannya, barulah Poppy berani menegakkan kepalanya. “Jadi dia bos kita?” tanyanya masih tidak percaya.

“Iya, kau bisa melihatnya bukan jika dia pria tampan?”

“Hemm.” Poppy mengangguk kaku.

“Sayangnya, dia menyukai sesama jenis.”

“Benarkah?” Mata Poppy membola. Apa setelah putus darinya mantannya jadi belok?

“Itu yang aku dengar.”

Poppy mendengus, “Ternyata hanya kabar burung.”

“Ya … tapi kenyataannya sampai saat ini pria setampan dia masih lajang! Banyak yang ingin mendapatkannya tapi semua berakhir dengan penolakan.”

“Mungkin dia memiliki selera yang tinggi,” bela Poppy tanpa sadar.

“Kau benar, pria sempurna seperti dia pasti memiliki selera yang tinggi. Kita sebagai kaum di bawah standar bisa apa?”

“Memang apa yang kau harapkan? Lebih baik kita lanjutkan pekerjaan,” ucap Poppy menahan tawa setelah mendengar ucapan asal Rexy.

“Baiklah, itu memang lebih baik.”

Keduanya pun melanjutkan tugas mereka sebaik mungkin.

***

“Poppy, apa pekerjaanmu sudah selesai?” tanya kepala kebersihan saat melihat Poppy yang baru saja tiba di ruangan. 

“Ya, saya baru saja menyelesaikannya.” 

“Kalau begitu, buatkan kopi dan antarkan ke ruangan Pak Reza.”

Mendengar itu, Poppy seketika gugup. “Em … apa tidak sebaiknya yang lain saja, Pak? Saya masih baru–”

“Justru karena kamu masih karyawan baru! Lagipula, apa pantas kamu memilih untuk melakukannya atau tidak?” sentak pria di depannya tidak habis pikir.

Mata Poppy terpejam sebentar saat mendapatkan bentakan sang atasan. “Bukan seperti itu, maksud saya …  saya hanya karyawan baru yang belum mengetahui selera Pak Ezra bagaimana. Saya takut jika kopi buatanku tidak disukai olehnya.”

“Pak Ezra tidak menyukai kopi yang terlalu manis, jadi berikan sedikit gula. Biasanya jika tidak sesuai selera dia akan meminta untuk dibuatkan yang baru,” ujarnya cepat.

Ezra memang terkenal dengan bos yang rewel dalam segala hal. Untuk masalah kopi saja, ia akan meminta dibuatkan berulang kali sampai menemukan sesuai keinginannya. Padahal karyawan selalu membuatkan kopi dengan takaran yang sama.

Karena tidak memiliki pilihan lain, Poppy pun terpaksa membuatkan kopi sesuai instruksi atasannya itu. “Sekarang antarkan.”

“Baik, Pak.”

Poppy segera membawa kopi buatannya meski dengan perasaan gugup.

“Aku harus bagaimana,” gumamnya lirih. Dulu, saat Poppy minta putus, Ezra tampaknya begitu marah padanya.

Apakah pria itu sudah memaafkannya? 

Bersamaan dengan lamunan yang terhenti, Poppy sampai di lantai kerja sang Bos.

Namun, sepertinya nasib baik masih berpihak kepadanya untuk saat ini.

Tiba-tiba  ia bertemu dengan Rexi yang sedang mengeringkan lantai!

“Rexi, kau belum menyelesaikan pekerjaanmu?” 

“Seperti yang kau lihat, aku masih mengerjakannya.”

“Em … bagaimana jika aku yang mengerjakannya? Tapi sebagai gantinya kau antarkan kopi ke ruangannya Pak Ezra.”

“Tidak!” Rexi menggeleng dengan cepat. “Lebih baik aku menyelesaikan ini semua sendiri daripada harus berhadapan dengan Pak Ezra,” sambung Rexy cepat membuat Poppy seketika lemas.

“Jadi kau tidak mau?”

“Tentu saja! Lebih baik kau segera antarkan sebelum kopinya dingin.”

“Baiklah.”

Dengan langkah gontai Poppy menuju ruangan Ezra. Perempuan itu menarik napasnya dalam kemudian membuangnya secara perlahan sebelum mengetuk pintu. Tidak lupa Poppy menutupi wajahnya dengan masker agar Ezra tidak mengenalinya.

Setelah merasa aman, Poppy baru masuk. “Selamat siang, Pak, saya ingin mengantarkan kopi,” ujarnya dengan suara yang dibuat berbeda.

Ezra yang sedang berkutat dengan sebuah berkas pun mengalihkan perhatiannya kepada Poppy.

Satu alisnya terangkat saat melihat Poppy yang memakai masker dengan bagian mata yang tertutup rambut. “Simpan di meja,” perintahnya.

“Baik.”

Poppy segera menyimpannya di meja. Setelahnya ia berbalik dan berniat pergi.

Namun, baru akan melangkah ia malah mendengar pertanyaan dari Ezra.

“Mau ke mana kau?”

“Saya mau pergi, Pak.” Poppy menjawab dengan posisi yang membelakangi Ezra.

Tentu saja hal itu membuat Ezra kesal. Pria itu lantas menggebrak meja yang membuat Poppy kaget. “Siapa yang menyuruhmu untuk pergi? Berbalik!”

Patuh, Poppy pun berbalik meski gemetaran.

“Apa kau tidak diajarkan sopan santun!” cerca Ezra murka.

“Mohon maaf, Pak,” ucap Poppy cepat.

Ezra yang kepalang emosi mengambil kopi yang dibawakan Poppy.

Ia meneguknya dengan rakus, tetapi beberapa detik kemudian gerakannya melambat.

Pria itu memejamkan mata seolah menikmati kopi tersebut. 

“Kau…” ujar Ezra menggantung.

Poppy sontak semakin ketakutan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status