Lama, Poppy berlutut di kepada Ezra yang kini menatapnya dengan puas.
Pria itu bahkan tersenyum miring. “Kau berdirilah.”Mendengarnya, Poppy lantas bangkit dengan perlahan.Namun, tubuhnya malah oleng karena kakinya kesemutan. Ia tidak kuat menahan bobotnya sendiri.Refleks, Ezra menangkap tubuh Poppy agar tidak terjatuh.Beberapa saat keduanya tertegun saat menyadari posisi yang begitu dekat.Sayangnya, itu tidak bertahan lama karena Ezra dengan kasar melepaskan. Buk!Tubuh Poppy yang belum sempat tegap pun terjatuh.“Aduh,” keluh Poppy meringis sambil mengusap pantatnya yang ngilu.“Ck! Jangan melakukan hal konyol, aku tidak akan terpengaruh.” “Memang apa yang kau pikirkan? Kakiku benar-benar lemas.”Ezra menatap Poppy tajam karena berani menyahuti ucapannya. “Sudah kukatakan untuk bersikap sopan, aku atasanmu sekarang.”“Siapa juga yang mengatakan jika kau ini bawahanku,” gumam Poppy yang masih dapat didengar oleh Ezra.“Kau … dasar jalang! Berani-beraninya bicara tidak sopan padaku.”Poppy memejamkan matanya sebentar untuk menekan perasaannya saat Ezra mengatai dirinya.Setelahnya Poppy berdiri dengan menghadap Ezra. “Maafkan saya, Pak.”“Seharusnya itu kau lakukan sejak tadi,” cetus Ezra semakin menghina Poppy.Andai tidak membutuhkan pekerjaan untuk menyambung hidup, rasanya Poppy ingin keluar dari pekerjaannya sekarang juga.Sayangnya, ia tidak memiliki pilihan karena semua dokumen miliknya ada pada Keenan.Sementara dirinya sangat malas untuk menemui pria yang sudah mencampakkannya.“Keluarlah, aku tidak sudi satu ruangan denganmu!”“Baik,” ucap Poppy patuh.Begitu keluar dari ruangan, Poppy bernapas lega.Satu ruangan dengan Ezra membuatnya kesulitan bernapas. ”Akhirnya, aku bisa menghirup udara dengan bebas.”******“Poppy, kenapa kau begitu lama?” tanya Sean saat Poppy baru saja tiba di ruangan.“Aku mendapatkan sedikit masalah dengan Pak Ezra.”Poppy membalas sambil menuangkan air putih kemudian meneguknya dengan rakus.Mendengar itu, Sean dan Rexi menatapnya prihatin. “Bersabarlah, yang terpenting kau tidak sampai dipecat.”Poppy mengangguk lalu memaksakan senyum. “Ya … setidaknya aku masih beruntung karena masih memiliki pekerjaan.”“Ya sudah, kau istirahat sebentar. Nanti tolong bersihkan area toilet di lantai 2.”“Baik.” Drrt!Baru saja Poppy duduk sambil mengipasi tubuhnya yang panas dengan kertas, tiba-tiba telepon ruangan mereka berdering.Ia menoleh ke arah Sean yang mengangkatnya.Tidak lama setelah Sean berbicara dengan seseorang di seberang sana, ia menoleh ke arah Poppy.“Apa?” tanya perempuan itu bingung. “Pak Ezra ingin dibuatkan kopi dan beliau ingin kau yang membuatnya.” Poppy mendesah pelan. Ia sebenarnya malas sekali. Namun, ia lagi-lagi hanya bisa menyanggupi.“Baiklah, aku akan membuatnya sekarang.”“Sepertinya hari-harimu ke depan akan lebih berat, Poppy.” Rexi berkomentar sambil menatap Poppy yang sedang membuatkan kopi.“Ya … aku sudah bisa menebaknya.”“Tapi kau masih beruntung karena tidak sampai dipecat.”“Aku juga bersyukur akan hal itu,” balas Poppy yang kini sudah selesai. “Aku antarkan dulu ini, setelahnya aku akan membersihkan toilet seperti yang kau suruh,” sambungnya kepada Sean. “Iya.”Dengan perasaan kesal Poppy menuju ruangan Ezra. “Sekarang apa lagi yang akan dia lakukan,” keluhnya.Begitu tiba ia mengetuk pintu dan masuk. “Mohon maaf, Pak, saya ingin mengantarkan kopi.”“Kau letakkan di meja,” perintah Ezra tanpa melihat ke arah Poppy.“Baik.”Setelah Poppy melakukan perintah Ezra, wanita itu berniat pergi. “Aku belum menyuruhmu untuk pergi,” ucap pria itu tiba-tiba.“Maaf,” ucap Poppy.“Hah… pundakku terlalu banyak memiliki beban untuk menafkahi karyawan sepertimu,” ujar Ezra lagi. “Maksud Anda apa, Pak? Bukankah ini seperti simbiosis mutualisme,” heran Poppy.Bagaimanapun, Ezra membutuhkan karyawan untuk mengoperasikan perusahaan.Jadi, tidak logis saat Ezra mengatakan hal seperti tadi.Hal tersebut membuat Ezra langsung mengalihkan perhatiannya dari berkas ke arah Poppy.Pria itu menatapnya dengan tajam. “Aku sedang tidak memintamu untuk berkomentar.”“Lebih baik kau pijat pundakku sekarang!” sambung Ezra membuat mata Poppy melebar.“Mohon maaf, Pak, tapi di dalam kontrak tidak ada hal semacam itu.”Terang saja ucapan Poppy membuat Ezra semakin menatapnya tajam.Sementara tangannya meraih gagang telepon.Tanpa melihat pada nomor yang ia tekan, Ezra menghubungi seseorang.“Buatkan surat kontrak baru untuk karyawan bernama Poppy, pastikan kau menambahkan satu poin jika dia harus melakukan apa pun perintahku.”Deg!“Mati aku,” umpatnya dalam hati.Ezra tersenyum puas melihat wajah Poppy yang berubah pucat. “Kau tunggulah sebentar,” cetusnya kemudian kembali fokus dengan pekerjaannya.Poppy tidak menyahut, tetapi ia melakukan seperti yang diperintahkan Ezra.Wanita itu berdiri di tempatnya dengan pikiran yang sudah melalang buana.Tok tok tok!Tidak lama ketukan pintu terdengar, setelahnya pintu dibuka hingga muncullah Kevin. “Selamat sore, Pak. Ini surat yang Anda minta,” ujar Kevin sambil menyerahkan sebuah map kepada Ezra.“Serahkan padanya.” Ezra menunjuk Poppy dengan dagunya.Patuh, Kevin lantas menyerahkan map kepada Poppy. Sementara Poppy nampak ragu-ragu untuk menerimanya. Ia bahkan melirik ke arah Ezra terlebih dulu.“Apa yang sedang kau pikirkan? Ambilah, jangan membuang banyak waktu!” cetus Ezra membuat Poppy akhirnya menerima. “Sekarang kau boleh pergi.” Ezra menoleh ke arah Kevin. “Baik, Pak.”Setelah kepergian Kevin, Ezra langsung meminta Poppy untuk membaca surat kontrak yang sudah diperbaharui. “Bacalah, jika kau setuju tanda tangan. Jika tidak, kau boleh membuangnya dan keluar dari perusahaan ini.”Maju kena mundur juga kena. Itulah situasi Poppy saat ini. “Bagaimana?” ulang pria itu. Dilihatnya Poppy membaca isi kontrak yang sangat menguntungkannya.Sesuai dugaan Ezra, Poppy akhirnya memilih untuk menandatangani kontrak baru. Baginya, pekerjaan ini sangatlah berarti meski harus mengorbankan diri menjadi bulan-bulanan Ezra atas kesalahannya di masa lalu.Anggap saja sebagai penebus hutang.“Saya menyetujuinya, Pak.”Jawaban Poppy membuat Ezra tersenyum meremehkan.“Ck! Begitu inginnya kau kembali padaku, Poppy. Baiklah aku sudah memberimu peluang,” ujarnya percaya diri, lalu melemparkan bolpoin kepada Poppy. “Tanda tanganilah,” sambungnya.Dalam diam, Poppy menandatangani kontrak yang mengorbankan harga dirinya. Setetes air mata bahkan terjatuh membasahi kertas kala mengingat kehidupannya berubah 180 derajat. Dari Nyonya yang menikmati kemewahan saat masih menjadi istri Keenan, kini menjadi babu terhina untuk mantan kekasihnya.“Ini, Pak.” Poppy menyerahkan berkas kontraknya kepada Ezra.“Sekarang pijat pundakku,” perintahnya yang tidak bisa lagi Poppy tolak.Ragu-ragu Poppy mendekat. Saat wanita itu akan memulai, tiba-tiba Ezra memintanya berhenti. “Kau kotor, cucilah tanganmu dengan sabun sebelum menyentuhku.”Poppy pun izin keluar, tetapi Ezra justru kembali menahannya. “Kau bisa gunakan kamar mandiku, tapi jangan sedikit pun berani menyentuh barang-barang pribadiku.”“Baik, Pak.”Begitu masuk ke kamar mandi, Poppy mengembuskan napas kasar. “Oh, rasanya aku ingin pergi saja.”Selesai mencuci tangan, perempuan itu kembali dan mulai memijat pundak Ezra.Lagi-lagi, Ezra menunjukkan ketidakpuasan. “Lakukan yang benar,” protesnya.“Yang sebelah sini, tekan lebih kuat.” Ezra menunjuk pundak kirinya.Dengan patuh, Poppy melakukannya. Namun, Ezra kembali protes. “Kau ingin membunuhku? Pelan sedikit.”“Tadi Anda memintanya untuk lebih kuat, Pak."“Membantah tidak ada dalam kontrak.” “Maaf, Pak.” Poppy mendelik. Ia menatap tajam Ezra dari belakang. “Apa aku cekik saja dia?” ucapnya dalam hati. Pikiran intruisive sepertinya sudah menguasai dirinya….Untungnya, Poppy bisa mengendalikan diri!Sudah dua jam, perempuan itu memijat Ezra.Hal itu jelas membuat kakinya pegal dan kesemutan.Ia pun menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan sambil memegang tengkuk untuk meregangkan lehernya yang sekarang terasa pegal. Hanya saja, Ezra yang merasa tak ada pijatan pun menghentikan gerakan jarinya di atas papan ketik.“Apa yang kau lakukan? Lanjutkan,” perintah Ezra dengan dingin.Buru-buru wanita itu kembali memijat pundak Ezra. “Aku tidak merasakan apa pun dari pijatanmu. Sebenarnya kau bisa melakukannya atau tidak?”“Maaf, Pak. Jika diizinkan saya ingin minum,” ujar Poppy mencoba menawar.“Tidak ada, aku saja tidak minum sejak tadi.”Poppy hanya bisa pasrah melakukan perintah Ezra. Wanita itu beberapa kali melihat jam pada monitor yang ada di depannya. Ia kembali mendesah karena jam pulang kantor sudah satu jam berlalu, tetapi Ezra belum menyuruhnya untuk berhenti.“Kau sedang apa? Jangan coba-coba untuk mengintip dan menyabotase proyek y
“Ck! Sebenarnya rencana apa lagi kali ini? Aku harap tidak menyusahkanku.” Poppy menggerutu sambil berjalan menuju unit apartemen milik Ezra. Menoleh ke kanan dan ke kiri ketika ia melewati beberapa pintu untuk memastikan agar tidak terlewat. Hingga akhirnya ia menemukan unit yang dimaksud."Kenapa lama sekali?" Wanita itu mengeluh karena sudah menekan bel beberapa kali, tetapi Ezra tidak kunjung membukanya. “Apa dia sedang mengerjaiku?” Lagi-lagi Poppy mengeluh karena kakinya mulai pegal menunggu tanpa kepastian. Hampir satu jam Poppy berada di sana sampai orang-orang yang kebetulan lewat menatapnya heran.Malu? Sudah jelas. Hanya saja rasa kesal lebih mendominasi. "Bilangnya jangan terlambat. Tapi lihatlah, dia malah membuang-buang waktuku!" Tidak ingin menunggu lebih lama lagi, Poppy putuskan untuk pergi. Namun, saat ia akan melangkah tiba-tiba pintu dibuka membuat Poppy mengurungkan niatnya. Wanita itu kembali berbalik dan menatap Ezra yang menguap dengan jengah.“Kau beri
“Poppy, dari mana saja kau? Sejak tadi Pak Ezra menanyakanmu!”“Mohon maaf, Pak. Tadi saya memiliki keperluan.”“Apa itu lebih penting daripada pekerjaanmu?”Tentu saja! Ingin sekali Poppy membalas Sean. Sayangnya ia tidak mungkin mengatakan tentang kontrak yang diperbaharui kemarin.“Maaf.”“Ck! Ya sudah, lebih baik kau segera temui Pak Ezra.”“Baik.” “Sekarang dia akan melakukan apa lagi padaku?” Poppy menebak-nebak saat ia baru tiba di depan ruangan Ezra.Tok! Tok! Tok!Ezra langsung menegakkan tubuhnya, menatap Poppy dengan senyum penuh arti.“Dari mana saja kau?” “Seperti yang Anda perintahkan sebelumnya, saya baru datang dari apartemen Anda, Pak.”“Ck! Apa kau yakin sudah membereskan semua ruangan?”“Sudah, Pak.” “Kalau begitu sekarang buatkan aku kopi! Sejak tadi tenggorokanku kering karena menunggu pekerjaanmu yang lama.” Tidak protes, Poppy langsung mengerjakan perintah Ezra.“Kalau haus yang tinggal minum. Kenapa harus menungguku?” Poppy melampiaskan kekesalannya dengan
“Hahaha ….” Ezra memegang perutnya yang hampir saja kram karena tertawa terlalu lama.Melihat Poppy yang gugup menjadi hiburan baginya.“Kau tenang saja, aku bukan pria yang haus belaian. Buka matamu! Aku masih memakai celana.”Perlahan Poppy membuka mata, dan benar saja pria itu mengenakan celana pendek. "Pikiranmu terlalu kotor, kau harus mencucinya!" cetus Ezra lalu memakai pakaian.Setelah kemeja dipasang, Ezra meminta Poppy untuk mengancingkannya. Tidak lagi protes, Poppy pun melakukannya. "Pasangkan juga dasinya!" "Baik." Gerakan Poppy tiba-tiba terhenti ketika Ezra menyentuh dahinya. Ia mendongak, sehingga bertemu pandang dengan Ezra tanpa sengaja. "Aku hanya ingin memastikan jika karyawanku baik-baik saja." Ezra menarik tangannya, membuat Poppy kembali memasangkan dasi. "Sudah selesai, Pak." Poppy mundur beberapa langkah. "Hemm." Pria itu pergi ke meja makan. "Kenapa berdiri di situ? Ayo duduklah!" Ragu-ragu Poppy bergabung dengan Ezra. "Kau memasak terlalu bany
Poppy heran melihat barang yang ada di paperbag.“Untuk apa pakaian ini?” “Aku harus menghadiri undangan, kau dataglah bersamaku nanti malam.” “Tapi—” “Kau tidak lupa dengan kontrak yang sudah kau tandatangani ‘kan?” Perempuan itu bungkam. Lagi-lagi kontrak konyol yang ia tandatangani membuatnya tidak berkutik.“Baik.”“Nanti malam aku akan menjemputmu. Kau dandan yang cantik agar tidak membuatku malu!” "Baik," ucap Poppy yang sudah kebal dengan ucapan tajam Ezra. "Kau boleh pergi!" "Baik, Pak. Saya permisi." “Poppy, apa yang kau bawa?” Sean melirik ke arah paperbag yang sedang Poppy jinjing.“Ah, ini baju. Waktu itu saya memesannya secara online, dan kurirnya saya minta antar ke mari saja.” Lagi-lagi Poppy harus mencari alasan karena tidak ingin cerita masa lalunya diketahui orang. “Oh, baiklah. Apa kau tidak mendapatkan perintah dari Pak Ezra?” “Tidak, Pak.” “Kalau begitu kau bantu Rexi membersihkan kaca di lantai tiga.” “Baik.” Segera Poppy bergabung dengan Rexi. Ka
“Apa sebenarnya yang kau tangisi sampai wajahmu menjadi seperti itu?”Ezra menatap wajah Poppy yang sembab dengan penuh selidik.Kemungkinannya ada dua, antara memikirkan mantan suaminya yang tampak mesra dengan Seren tadi malam. Atau memikirkan anaknya yang sudah tiada.“Maaf.” Poppy tidak ingin menceritakannya kepada Ezra. Sehingga mengundang kekesalan pada pria itu.“Aku tidak menyuruhmu minta maaf. Lebih baik kau cuci muka yang benar! Jangan tunjukan wajah menyedihkan itu padaku. Benar-benar memuakkan,” omel Ezra sambil berlalu ke kamar mandi. Sementara Poppy keluar dari kamar Ezra lalu mencuci muka di wastafel.Perempuan itu mengembuskan napas berat–mencoba menahan sesak di dada. “Ayo Poppy, kamu harus semangat! Dunia belum berakhir,” ujarnya menyemangati diri.Setelahnya Poppy kembali melanjutkan tugasnya.“Pakaiannya sudah saya siapkan, Pak.”Langkah Ezra terhenti lalu berkata, “Kalau begitu bantu aku pakai baju!”“Baik.”Segera Poppy mengikuti Ezra ke ruang ganti. Perempuan
“Rexi, terima kasih. Berkatmu, aku bisa lolos dari pertanyaan Pak Sean tadi.”“Sama-sama, Poppy. Aku tahu kau sangat tertekan dengan kelakuan Pak Ezra.”Poppy mengangguk dengan wajah yang memelas. “Sekali lagi terima kasih.” “Sudahlah, kau tidak perlu terus-menerus berterima kasih padaku. Aku bahkan tidak melakukan sesuatu yang berarti. Lebih baik kau makan sebelum Pak Ezra mengganggumu dengan perintahnya yang konyol!” “Kau benar.”Perempuan itu lantas makan. Namun, baru beberapa suap bunyi telepon mengganggu mereka.Segera Poppy mengangkatnya. “Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?”“Poppy, kau kemarilah!” Tut!Telepon langsung dimatikan secara sepihak. Ezra tidak memberikan Poppy kesempatan untuk protes. “Ada apa?” Rexi menatap Poppy khawatir saat melihat raut wajah temannya muram.“Pak Ezra menyuruhku untuk menemuinya.” “Ck! Padahal kau baru saja akan makan.” “Mau bagaimana lagi?” Tidak dapat menolak, Poppy segera menemui Ezra di ruangannya.“Selamat siang, Pak. Apa ada
“Kau akan menabrak orang jika berjalan dengan menunduk seperti itu!” “Saya tidak nyaman dengan tatapan orang-orang.” Poppy masih saja menunduk, membuat Ezra mendengus.“Ck! Cara apa lagi yang kau lakukan sekarang? Berpura-pura jadi perempuan lugu. Begitu?”“Sudah berapa kali saya katakan kalau saya tidak memiliki niat untuk mendekati Anda, Pak.” Perempuan itu mulai jengah.“Apa aku harus percaya pada perempuan penghianat sepertimu, hemm?” Skakmat! Poppy hampir saja melupakan kejadian beberapa tahun silam.“Ck! Kau diam, artinya memang benar dengan tebakanku.” “Bukan begitu—”“Sudahlah, kau lebih baik masuk!” cetus Ezra kemudian masuk ke mobil lebih dulu.Dengan jengkel Poppy masuk. Entah harus dengan cara apa agar Ezra percaya kalau dirinya sama sekali tidak memiliki niat buruk.Apa kesalahannya di masa lalu begitu besar sehingga tidak termaafkan? “Apa yang sedang kau pikirkan? Kau pusing mencari cara lain agar aku terjerat padamu?” Ezra melirik Poppy yang sedang memijat pangka