Share

Bab 9 TKP

Seorang pria botak berlari masuk dengan tergesa-gesa, ke sebuah kantor detektif khusus swasta. Detektif Yang Cuan baru saja kembali dari kantor kepolisian pusat, guna meminta surat pengajuan penyelidikan lapangan atas nama detektif swasta.

"Ketua! Aku kembali. Surat pengajuannya di terima," ucap Detektif Yang sambil mengeluarkan secarik kertas.

"Bagus! Langsung berangkat," timpal Detektif Jonie.

"Panggil Detektif Suga, dan juga si pelaku."

Detektif Jonie bangkit dari duduknya, dan menyambar jaket kulit yang teronggok di meja kerjanya. Detektif Yang untuk sesaat menghela nafas berat, ia tak menyangka jika ketuanya akan langsung ke TKP begitu surat pengajuannya di terima.

"Kita tidak rapat dulu, ketua?," tanya Detektif Yang Cuan, yang sedikit kesulitan mengikuti langkah Detektif Jonie yang lebar.

"Tak usah, kita membutuhkan bukti bukan diskusi yang tak membuahkan hasil seperti itu."

....

Suasana perumahan di distrik Ss begitu sunyi, apalagi semenjak garis kuning polisi menghiasi salah satu rumah di sana. Detektif Jonie menyibak garis polisi sambil mengenakan sarung tangan karet.

"Ketua, apa kau yakin kita akan melakukan penyelidikan sekarang?," tanya Detektif Yang.

"Jika bukan sekarang, lalu kapan?," jawab Detektif Jonie sambil membuka pintu rumah dimana kasus pembunuhan itu terjadi.

"Tapi, ini sudah malam ketua! Kenapa tidak besok pagi?," tanya Detektif Yang lagi, dengan nada jengkel yang tak dapat ia sembunyikan dari suaranya.

Detektif Jonie berhenti dan menatap Detektif Yang, "Apa kau tak lihat berita? Kasus ini sudah muncul di televisi. Apa kau tau artinya? Ini bisa menjadi hal baik dan juga buruk," ucap Detektif Jonie.

"Meskipun anak itu menjadi pembunuh, tapi pikirkan juga perasaannya. Ini tak sepenuhnya menjadi kesalahan di pelaku."

Setelah mendengar perkataan ketuanya yang begitu dalam, Detektif Yang Cuan merasa tertampar dengan kenyataan bahwa dirinya sedikit merasa sangsi pada si pelaku. Matanya yang seringkali bersinggungan dengan masalah benar dan salah, tampaknya juga mengaburkan rasa empati dan nuraninya. Ia terlalu fokus pada hukum dan keadilan.

"Hukum saat ini terlalu adil, hingga rasanya menjadi tak adil," ucap Detektif Jonie.

Clak!

Suara pintu yang di buka, mengalihkan perhatian kedua pria yang sedang dalam suasana canggung itu. Sosok Suga muncul dari balik pintu dengan beberapa orang rekan detektif lainnya, juga tak lupa Theo di pelaku.

"Maaf, kami sedikit terlambat ketua," ucap Detektif Suga.

"Tak apa, kalau begitu cepat periksa. Kumpulkan dan catat apapun yang di rasa mencurigakan dan perlu di selidiki," seru Detektif Jonie kepada rekan detektif lainnya.

Suga memandang keadaan rumah yang tak terlalu besar itu, dengan mata sayu yang terlihat malas. Kondisinya begitu buruk, pecahan kaca dan perabotan yang entah bagaimana bisa hancur berserakan tak menentu.

"Kau kemari," ucap Suga pada Theo.

"Kita reka adegan, anggap aku adalah ayahmu. Bagaimana kamu menghampirinya dan menusuknya dengan botol," ucap Suga.

Untuk beberapa saat Theo kembali mengulang adegan itu, saat ia menghabisi ayahnya. Semua di lakukan Theo tanpa kurang atau lebih, ia melakukannya sama seperti terakhir kali. Semua masih berjalan lancar saat Suga menanyakan beberapa pertanyaan mengenai adegan itu. Namun, saat semua adegan selesai Theo terlihat tidak baik-baik saja.

"Hei, kau kenapa? Nak?," tanya Suga sambil memegang pundak Theo.

Theo meringis kecil sambil memegangi ulu hatinya, wajahnya pun mendadak pucat. Lalu sedetik kemudian remaja itu lari keluar.

"Hei! Cepat susul anak itu!,"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status