OBAT PER4NGS4NG YANG DIBERIKAN IBU TIRIKU
Bab 7
"Itu flashdisk apa, Key?" tanyaku penasaran.
"Ada deh. Buruan sekarang kamu kasih tahu tuh Ibu tiri kamu, mumpung dia belum tidur. Ya kalaupun udah tidur pasti bakalan girang deh karena dapat transferan," kata Keynan.
Aku segera menyalakan ponsel dan menekan aplikasi chat berwarna hijau.
[Bu, Keynan sudah transfer uangnya. Besok acara ulang tahunnya Mayang di hotel mana?] Kirim.
Tak berapa lama pesan itu langsung centang dua biru. Artinya Ibu sedang membacanya. Hem, kalau masalah uang dia selalu gerak cepat sekali.
[Sebentar Ibu cek dulu.] Ibu yang tadi online langsung ngacir dari aplikasi.
Aku menghela napas. Menunggu balasan lagi dari nenek lampir ini.
[Udah masuk Ra uangnya. Oya, besok ulang tahunnya Mayang mau Ibu adain di hotel
OBAT PER4NGS4NG YANG DIBERIKAN IBU TIRIKUBab 8Aku menggila Key! Batinku meronta.Keynan yang melihatku menghambur ke arahnya langsung melotot syok.Akhirnya, tubuh Keynan berhasil kudapatkan. Jangan harap dia bisa kabur dariku. Aroma entah sabun entah shampoo yang dipakai Keynan sungguh menghanyutkan. Tak hentinya aku menarik napas banyak-banyak saat di dekat lipatan ketiak Keynan."Tiara! Lepas! Kamu kenapa lagi? Hih! Geli aku!" Keynan meronta. Melepaskan tanganku yang tetap merekat dan tak mau menjauh."Diam sebentar Key, aku lagi menghirup aroma yang merilekskan." Aku nyeletuk sambil memejamkan mata."Lepas Ra!" Kali ini tenaga Keynan berhasil menyingkirkan tangan juga tubuhku jauh-jauh darinya."Key!" Pekikku, saat aku mundur. Reflek langsung kututupi wajahku dengan kedua tangan karena handuk Keynan
Bab 9Perlahan, Keynan mulai mengurai pelukannya. Padahal aku masih ingin sekali pelukan ini lebih lama lagi. Tapi apa daya, Keynan membalasnya saja aku sudah bahagia.Diam menjeda, hanya suara deru mesin mobil yang mulai merangkak kembali menyusuri jalan beraspal."Key, setelah ini kau akan membawaku ke mana?" tanyaku saat merasa diam di antara kami lumayan cukup lama."Beli mobil Ra, sesuai yang kamu mau semalam," jawabnya tanpa menoleh ke arahku.Tiba-tiba aku langsung teringat. Jika aku berpikir lebih dalam lagi, untuk apa aku minta mobil sama Keynan. Benda itu tidak akan berguna untukku karena aku nggak bisa nyetir sendiri."Nggak usahlah Key, aku semalam hanya bercanda," tukasku dengan helaan napas."Nggak usah gimana? Aku nggak mau anak aku ileran Ra! Kalau kamu nggak bisa nyetir mobil, biar nanti aku cari
Bab 10Sebuah kalung berkilau Keynan pakaikan di leherku.Aku terus tertunduk, menatap benda indah itu dengan perasaan senang.Senyum Keynan juga menyambut saat aku mensejajarkan pandangan."Kalung itu sangat cocok buat kamu, Ra," ucapnya lembut. Senyum tipis itu lagi dan lagi mampu membuat dadaku berdebar kencang."Makasih banyak Key," balasku lantas memegang kalung pemberian Keynan tepat di atas dada."Sama-sama. Kamu tunggu di mobil ya, biar aku bayar dulu sama tuh ben-cong.""Dia nggak ben-cong Key, dia cuma ngondek aja," timpalku. Keynan lagi membahas soal Mami Beti, yang tadi merias wajahku."Halah sama aja, Ra. Udah kamu sana, nanti aku susul. Ini kunci mobilnya." Keynan berlalu, sebelumnya ia telah memberikan kontak mobil itu padaku.Aku pun segera ke luar untuk men
Bab 11Terdengar ada yang mengetuk kaca mobil. Hingga segera membuatku menjauh dari Keynan dan menyeka air mata.Keynan segera membuka kaca. Ternyata yang mengetuk tadi Mama. Wanita cantik itu kelihatan cemas."Tiara, kamu nggak pa-pa 'kan?" tanya Mama, di belakangnya ada Papa mertua yang hanya menatapku tanpa kata."Tiara baik-baik saja kok, Ma," jawabku datar. Meski dada ini rasanya sesak sekali."Keynan, bawa istri kamu pulang. Dia butuh istirahat," pinta Mama. Setelahnya beliau melambaikan tangan."Ya, Ma." Keynan menutup kaca dan melajukan mobil.Sesampainya di rumah. Aku langsung duduk di depan meja rias. Melepaskan aksesori jepit mutiara yang berkacak di atas daun telinga.Agak kesulitan jemari ini melepasnya. Entah gimana pegawai salon itu memasang benda ini, kenapa pas aku tarik rambutku rasanya sakit.
Bab 12Jantungku hampir melompat dari otot penyangganya. Aku memang takut gelap, karena dulu pernah punya kenangan buruk. Pernah dikunci Ibu tiriku di kamar mandi. Dan sekarang kalau tiba-tiba gelap begini rasa trauma itu akan terngiang kembali."Tiara, kamu takut gelap ya?" tanya Keynan. Tanpa sadar kalau tanganku telah mencengkeram erat lengannya.Aku tak bisa menjawab selain hanya deru napas yang tak beraturan. Keringat dingin bahkan rasanya membanjiri pelipis ini. Pun seluruh tubuhku gemetaran."Tiara, kamu tenang ya, jangan takut." Keynan menenangkan. Ia langsung meraihku dalam dekapan meski gelap gulita. Sesekali cahaya dari kilat yang menembus gorden mencetak bayangan benda di sekeliling. Termasuk bayanganku dan Keynan yang tengah berpelukan."Aku takut gelap Key, takut kalau ada bayangan hitam yang menyeramkan." Agak kelu lidah ini berucap. Ingatan buruk itu masih terpatr
Bab 13Terjingkat langsung aku. Saat Keynan berusaha menarik bajuku hingga robek. Dan itu ternyata hanya mimpi."Rara! Kamu mimpi buruk ya?" Keynan sudah duduk di dekatku."Se-sejak kapan kamu ada di sini, Key?" Napasku yang ngos-ngosan mengeja pertanyaan."Sejak tadi. Kamu mimpi apaan sih? Sampai heboh begitu, mana tadi teriak-teriak jangan Key! Jangan Key! Sampai bikin aku bangun tahu nggak?" Keynan mengomel.Gawat juga kalau dia tahu aku mimpi apa. Duh, gara-gara kiss itu aku mimpi yang enggak-enggak."Heh Rara! Kenapa malah bengong?!" sentak Keynan membuat pikiranku terbuyar."Eh, iya, Key. Kenapa? Aku mimpiin kamu digigit ular," jawabku ngasal."Hah, digigit ular? Ular apaan? Siluman bukan?" Keynan menautkan alisnya. Sepertinya dia menanggapi dengan serius."Emangnya ada ya
Bab 14Sumpah! Siapa pun tolong tampar aku. Apa benar yang barusan Keynan katakan?Nafkah batin?Argh! Nggak menyangka kalau akan secepat ini. Aku tidak perlu merayu dan merendahkan diri untuk mendapatkan hak itu. Ya, meski sebenarnya aku sendiri juga canggung campur malu.Tapi, kesempatan emas ini belum tentu datang dua kali. Jadi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya."Apa kau tidak terpaksa melakukannya Key?" tanyaku berharap kepastian. Kalau pun dia melakukannya dengan kasar dan terpaksa. Itu sama saja aku dengan pela*ur di luar sana."Bukankah itu sebuah kewajiban Ra? Aku sendiri tak tahu bagaimana perasaan ini terhadapmu. Tapi yang jelas di dalam sini penuh dengan peduli." Keynan menunjuk dadanya dengan telunjuk.Aku tertunduk dalam. Telapak tangan ini rasanya sudah dingin karena berkeringat. Mau menatapnya saja aku ma
Bab 15Jelas aku tercengang. Keynan barusan bilang ronde kedua?Tangan kekarnya masih menahanku agar tak beranjak pergi. Padahal sudah seharusnya aku berangkat kerja tapi Keynan masih menatap diri ini dengan seulas senyum.Aku masih diam mematung. Sementara batin bertanya-tanya juga memikirkan jawaban soal celetukan Keynan yang ambigu."Ronde kedua apa Key?" tanyaku agak menyentak.Kemudian Keynan malah tertawa renyah."Nggak Ra, aku hanya bercanda." Keynan berdiri di depanku lalu menangkup wajahku lama. "kamu nggak mau barengan sama aku, berangkatnya?"Kuteguk ludah. Lega kalau dia hanya bercanda soal ronde kedua itu. Kukira dia beneran mau. Eh ternyata, ya begitulah."Nggak Key, aku berangkat sendiri aja. Nanti kelamaan kalau nunggu kamu mandi, siap-siap dan yang lainnya."