Bayangkan kalian sedang tertidur pulas di kamar kalian yang nyaman dan tertutup. Saat itu sudah larut malam dan cahaya satu-satunya adalah lampu tidur kalian yang berpendar, menambah kenyamanan tidur kalian. Lalu, kalian terbangun karena suara seseorang terdengar dari ruangan lain. Kalian penasaran dan dengan berhati-hati membuka pintu kamar; mengintip lewat celah pintu dengan harapan sumber suara itu adalah kekasih kalian. Namun saat pintu sudah terbuka setengahnya, kalian baru teringat bahwa kalian sudah menjomblo selama bertahun-tahun dan kalian tinggal sendirian di rumah itu. Lalu pemilik suara itu menyadari kalian yang mengintip dari kamar tidur dan menyergap kalian...
Apakah kalian akan ketakutan? Tentu saja, atau setidaknya kalian akan kaget bukan kepalang. Begitulah yang dirasakan O saat siluet di ujung lorong itu berlari ke arahnya dengan suara yang jelas-jelas bukan berasal dari manusia atau hewan.
"Aaaaah!" O berteriak sekencang-kencangnya saat siluet itu berjarak dua langkah saja darinya hanya dalam beberapa detik. Di bawah temaram cahaya lilin yang bertempat di cekungan tembok dekat pintu, tampilan siluet itu menjadi jelas. Itu seorang(?) mayat hidup! Berbeda dengan mayat hidup yang identik dengan kelambanan gerak, mayat hidup ini bergerak dengan cepat sekali.
O sempat ikut kelas bela diri di kehidupan sebelumnya, tetapi ia tidak pernah punya pengalaman bertarung sungguhan. Saat mayat hidup itu dengan cepat meloncat ke arahnya, O hanya bisa mengandalkan refleknya. Merunduk? Berteriak? Kabur? Biasanya itu reflek yang teradi ketika ia ketakutan atau kaget, akan tetapi reflek yang muncul saat itu bukan ketiganya.
Tubuh O bergerak dengan sendirinya. Kaki kirinya maju selangkah, membentuk kuda-kuda menyerang, sementara kedua tangannya bergerak mengayunkan tongkat yang ditemukannya beberapa saat lalu. Tangan kanan bergerak ke belakang dan tangan kiri bergerak maju, sementara pinggangnya memutar seiring dengan gerakan kedua tangannya dan menghasilkan gaya sentrifugal yang besar. Paduan gerakan tubuh yang dilakukan O dalam waktu singkat itu berhasil menciptakan pukulan yang telak mengenai wajah sang mayat hidup.
BUUUKKK! KRAK!!
Suara tumbukan benda tumpul yang diikuti suara patah menggema di lorong itu. Mayat hidup itu tersungkur di tanah dengan kondisi kepala yang terputar ke 180 derajat.
"Eh?" O tak menyangka ia bisa bergerak seperti itu. "Eeeeeh?"
"Ha! Aku hebat juga, ya!" Rasa tidak percayanya segera berubah menjadi perasaan bangga. O melompat dan menari-nari, persis seperti manusia-manusia rangka yang menari dalam sebuah iklan susu formula penguat tulang yang sering dilihatnya di televisi.
Namun kesenangan itu tak berlangsung lama. Sebuah peringatan muncul di bidang pandangnya. ""Peringatan bahaya! Lawan belum dikalahkan!""
O berbalik ke belakang, ke arah sosok mayat hidup yang ia kira sudah tumbang. Akan tetapi semuanya sudah terlambat. Saat O menanggapi peringatan itu, mayat hidup itu sudah bangkit lagi menyergapnya. Mayat hidup itu menghantam O dengan segenap bobotnya dan menjepit O ke tembok. Hanya butuh satu serangan untuk membelah tubuh O menjadi dua bagian: atas dan bawah. Dari pinggul sampai ke kaki terjatuh di bawah mayat hidup, sementara bagian perut ke kepala terlempar cukup jauh ke seberang lorong.
"EH?!" O berteriak tak percaya sementara tubuh bagian atasnya melayang ke udara. Dengan keadaan kepala yang terputar ke belakang, mayat hidup itu masih bisa melakukan serangan buas seperti itu.
BUK!
Tubuh bagian atasnya mendarat di lantai batu yang keras dan dingin. O seperti mengulangi cara kematiannya di kehidupan sebelumnya. Hanya saja kali ini ia tidak mati. Belum...
"What the hell!!" O menyumpah-serapah. "Tidak adil! Bagaimana mungkin monster di area pemula sekuat ini?!
""Valandria adalah dunia yang berbahaya. Makhluk-makhluk seperti ini dapat berkeliaran di mana saja." Narator menanggapi O.
O bergeming dan merenungkan kata-kata Nrator. Ia benar-benar lengah. Sampai beberapa saat yang lalu, ia masih memperlakukan kehidupan keduanya ini sebagai sebuah permainan belaka. O dengan polosnya berasumsi bahwa keadaan di luar sana tidak akan lebih berbahaya. Hei, tentu saja dirinya bukan satu-satunya mayat hidup di katakomba ini, bukan? O merasa tidak percaya (dan tidak terima) bahwa dirinya diserang sesama mayat hidup--hei, tapi begitulah kenyataannya, bukan?
"Sial!" O mengumpat lagi, tapi kali ini dalam suara berbisik. Ia tidak mau menarik perhatian mayat hidup yang tampaknya sedang sibuk mencari-cari sesuatu. "Lalu apa yang bisa aku lakukan sekarang?"
""Selama kristal inti Anda masih utuh, Anda masih bisa mengembalikan keadaan tubuh Anda seperti semula. Hanya saja proses tersebut akan mengurangi tingkat asimilasi, yang artinya menurunkan tingkat perkembangan Anda.""
O menyimak penjelasan Narator dengan seksama. Dari penjelasan itu, O menyimpulkan bahwa ia masih punya kesempatan besar untuk bertahan hidup. "Narator, apa yang terjadi jika tingkat asimilasi berada di titik nol?" O berbisik lagi.
""Kematian.""
Deg! Detak jantung O berhenti, meskipun ia tidak punya jantung. Ia tidak mau mati lagi. Tidak boleh. Ia tak pernah mencapai apapun yang berarti dalam hidupnya. "Jika aku mengembalikan tubuhku kembali, berapa persentase asimilasi yang akan hilang?"
""Tergantung tingkat kerusakan. Kerusakan seperti ini kemungkinan akan mengurangi tingkat asimilasi sebanyak 0,02%."
O merasa lega. Ia hanya tinggal menunggu mayat hidup itu pergi dengan sendirinya, kemudian ia akan memulihkan tubuhnya ke keadaan semula.
Akan tetapi, rencana O segera hancur berantakan. Mayat hidup yang tadi tampaknya sibuk mencari sesuatu, kini sudah menemukan apa yang dicarinya: tubuh bagian bawah O. Mayat hidup menggerogoti tubuh bagian bawah O, dimulai dari kaki. Jika hal ini dilanjutkan, tentu saja kerusakan akan semakin parah dan persentase asimilasi yang hilang akan lebih besar.
"Hei, zombie bodoh! Hentikan!" O berteriak-teriak.
Mayat hidup itu berusaha menoleh, tetapi kepalanya hampir tidak bergerak. Pukulan O membuat leher mayat hidup itu patah sedemikian rupa dan membuat kepalanya menghadap belakang secara permanen. Meski demikian, keadaannya tidak membuat mayat hidup itu berhenti untuk mencari tubuh O.
O menyadari perilaku mayat hidup itu. Ia berhenti berteriak agar mayat hidup itu tidak bergerak ke arah tubuh bagian atasnya yang merupakan tempat kristal inti terletak. Pada akhirnya, O membuat rencana baru. Ia bergerak diam-diam dengan menyeret sisa tubuhnya secara perlahan dengan bantuan kedua tangan. O bergerak ke arah senjatanya yang tadi ikut terlempar saat penyergapan.
Sedikit lagi...
Jarak O dan senjatanya hanya tinggal beberapa jengkal, tapi kemudian ia tiba-tiba berhenti. Pandangannya menangkap sosok lain muncul dari kegelapan lorong...
"Sial!"
O mengumpat sambil memperhatikan sesosok mayat hidup tanpa sepasang kaki yang sedang merayap ke arahnya...
~Bersambung~
O menghentikan semua pergerakannya dan berpura-pura mati (meskipun secara teknis ia sudah mati). Mayat hidup merayap ini pasti bergerak kemari karena suara-suara berisik dari pergumulannya beberapa waktu lalu.O berusaha menemukan jalan keluar dalam keadaan dan waktu yang sempit. Lawan mengepungnya dari depan dan belakang. Sementara senjatanya masih jauh dan lagi, O tidak tahu pasti apa yang dapat ia lakukan dengan senjata itu dengan keadaan tubuh terpisah seperti itu.""Peringatan bahaya! Betis kiri Anda telah patah. Tingkat kerusakan semakin tinggi. Perhitungan tingkat asimilasi yang digunakan untuk mengembalikan kondisi: 0,03%."" O tidak punya waktu lagi. Bertindak sekarang atau mati sia-sia. Jika ia melawan dan tetap mati, setidaknya ia sudah mencoba, bukan?O mengumpulkan semua informasi yang ia dapatkan sejauh ini. Pertama, mayat-mayat hidup ini mengincarnya, akan tetapi tidak bisa membedakan bagian yang vital. Hal ini terbukit ketika mayat hidup yang pertama kali O jumpai tida
GrAh! GRrggh!Suara-suara merintih merambat dari balik kegelapan di ujung lorong. Di balik kegelapan itu, masih ada ruangan atau apapun itu yang pastinya menampung mayat-mayat hidup yang lain. Bunyi-bunyi berisik beberapa waktu lalu pasti mengusik mayat-mayat hidup itu dan memancing mereka ke sini. O beruntung karena tidak ada mayat hidup yang berlari dan tempatnya sekarang berdiri sangat gelap karena tidak terjangkau cahaya pelita.“Sebaiknya kita mundur. Susun ulang strategi.” O menyuarakan isi pikirannya, sebuah kebiasaan baru yang tidak disadarinya.O bergegas untuk kembali ke ruangan tempat ia hidup kembali. Selain untuk mengamankan diri, ada sesuatu yang ingin diperiksanya, yaitu keahlian menggunakan senjata tongkat yang tidak dia miliki di kehidupan sebelumnya.“Narator, tampilkan daftar kemampuan!”O membuka halaman ketiga dari daftar itu. Ia menemukan jawaban dari dugaannya.~Daftar Kemampuan Pasif~Penguasaan Sihir (Lv.1)Penguasaan Tongkat (Lv.1)Penguasaan Gada (terkunci)
Kalian mungkin bertanya-tanya. Bagaimana mungkin O, seorang (mantan) guru yang tugasnya mendidik generasi bangsa, terus menerus mengumpat. Pada awalnya, O tidak seperti itu. Ia termasuk orang polos luar dalam, bahkan sampai ke tutur katanya. Hanya saja, waktu dan keadaan mengubahnya. Di kehidupan O sebelumnya, masyarakat cenderung tidak bisa membedakan antara polos dan baik; orang baik terlalu sering diasosiasikan dengan kepolosan, keikhlasan, dan kesabaran. Dengan kata lain, orang baik seringkali menjadi orang yang tidak melawan; orang lemah dan tidak berdaya. O menyadari itu beberapa tahun terakhir karirnya (juga hidupnya). Maka, ia melawan. Ia menolak menjadi pihak yang selalu salah, yang selalu berkorban, dan yang selalu merelakan. Ketika orang-orang melakukan gaslighting, O akan membalasnya dengan mengumpat. Tentu saja dengan gaya yang anggun seperti penggunaan ironi dan satir. Bagaimanapun, O tetap harus menjaga citra seorang guru, bukan?Namun, tak ada siapa-siapa di sini. Tak
O mulai membuka pintu dengan tangannya yang gemetaran. Seandainya ia punya kelenjar keringat, sekujur tubuhnya pasti akan basah sekarang. Suara menggeram dari balik pintu merambati udara, terpantul di tembok-tembok ruangan yang terbuat dari tanah keras dan padat.Kalian pernah pergi ke taman safari dan menyaksikan dari mobil safari kalian seekor singa jantan meraung? O pernah mengalaminya. Teralis besi dan kaca tebal mobil safari yang menjamin keamanannya tidak bisa mencegah raungan sang singa menggetarkan nyalinya. Kali inipun demikian. Suara yang merambat dari balik pintu itu seperti auman seekor singa, bahkan lebih menyeramkan dari yang bisa diingat O.Di balik pintu itu, O menemukan sebuah lorong yang besar. Lorong ini persis seperti lorong pertama yang dimasukinya setelah hidup kembali sebagai seorang Lich. O berpikir, jika setiap area dibuat dengan arsitektur yang serupa seperti ini, keberadaan peta mungkin tidak akan banyak membantunya.O melanjutkan langkahnya. Jika arsitektur
Suara mengaum itu benar-benar berasal dari seekor monster buas. Bayangan O tentang seekor singa jantan menjadi kenyataan, bahkan berkali-kali lipat. Monster dalam ruangan itu berwujud singa putih dan memiliki sepasang sayap yang sewarna. Ukuran monster itu sangat besar sehingga ruangan yang sangat luas itu hampir penuh. Yang lebih menakutkan lagi, monster itu tidak dalam kondisi benar-benar hidup...Sebagian daging di tubuh monster itu sudah luruh, memperlihatkan tulang yang putih pucat. Bahkan organ-organ monster itu terburai keluar; ususnya mengular ke lantai; paru-paru yang kempis menjuntai; lambungnya yang sobek meneteskan cairan asam yang membuat tanah keras mengepulkan asap. Sebelah sayapnya patah dan menggantung, sementara sayap yang satunya lagi hanya memiliki sedikit kulit dan beberapa helai bulu panjang. Sebagian wajah monster itu juga luruh. Matanya yang kuning keemasan berputar liar seperti pernak-pernik googly eyes. Di dahi monster itu, sebuah lingkaran sihir berwarna ung
O panik setengah mati. Ia berusaha melepaskan diri dari kurungan yang diciptakan dirinya sendiri, sementara itu lingkaran sihir di bawahnya semakin terang sekan-akan hendak meledak. “Aaaah! Tunggu! Tunggu! Gencatan senjata!”O berhasil keluar dari kerangkeng batu dan berlari ke arah pintu. Namun, lingkaran itu tidak diam di tempat, tapi mengikuti langkahnya…“Siaaaaaaaaal! Ini tidak adil!”Cahaya dari lingkaran sihir itu semakin terang, menambah-nambah ketegangan dan kepanikan O. Dalam keadaan itu, O teringat akan ide gilanya: memisahkan kristal inti dari tubuhnya.Tangan O yang masih utuh merogoh ke dalam rusuknya yang berlubang dan meraih kristal intinya yang masih sebesar ibu jari. Ia melemparkan kristal intinya ke arah pintu, sementara tubuhnya berbalik arah dan berlari ke arah monster itu.“Persetan dengan misi penyelamatan! Aku tidak ingin mati lagi!” O menerjang sang monster, tepatnya ke arah kepala tempat lingkaran sihir berwaran ungu kehitaman berpendar. Jika sihir suci ini b
Puluhan pasang bintik merah di langit-langit gua bergerak bersamaam seperti satu koloni lebah yang menyerbu. O segera kabur ke luar ruangan dan menutup pintu. BRUK!BRUK!BRUK!Pintu itu dihantam beruntun. O tidak mengetahui makhluk macam apa yang sedang mengincarnya saat itu. Ia menghitung sampai sampai sepuluh setelah meminta Narator untuk menampilkan formula sihir tanah dan api.“...Sembilan. Sepuluh!” O menyeru diri sendiri dan berlari ka arah lorong sempit tanpa menengok ke belakang.“Lapis!” O merapal mantra tepat setelah ia keluar dari lorong sempit. Tiga buah stalakmit menghujam dan menjadi semacam gerbang yang menutup lorong. Tak bisa dipungkiri, sihir itu dan potensinya sebagai blokade sudah menjadi andalan O.Puluhan makhluk bersayap yang mengejar O tersangkut di gerbang stalakmit dan kini penampakannya terlihat dengan jelas. Beberapa cukup cerdas untuk menemukan celah, akan tetapi sihir O lebih cepat.“Ignis!” O menembakkan bola api dari ujung telunjuknya. Akan tetapi, satu
Belasan ekor imp bangkit kembali sebagai mayat hidup. Meski demikian, kemampuan mereka tak ubahnya seperti saat mereka masih hidup. Mereka masih menyerang secara berkelompok dan mampu menggunakan siasat-siasat sederhana. Bahkan, kali ini mereka tidak menyerang secara langsung, melainkan menggunakan sihir. O dengan segera mendapati dirinya menjadi papan target serangan sihir.O masih belum benar-benar pulih dari efek samping penggunaan sihir yang berlebihan. Akan tetapi, posisinya sekarang berada dekat dengan pintu, sehingga ia bisa langsung kabur ke ruang berikutnya, ruang di mana terdapat belasan peti mati kosong. Namun, lagi-lagi berita buruk menyambutnya. Di ruangan itu, belasan mayat hidup berkumpul, seakan-akan memang sedang menunggunya. Mereka bahkan menoleh dengan serempak ketika O memasuki ruangan itu.“Uh, halo?” O berkata dengan kikuk. Ia ingin mengumpat, tapi benaknya yang sedang berpikir keras ditambah efek samping penggunaan sihir berlebih membuat akalnya beku.Untungnya,