Puluhan pasang bintik merah di langit-langit gua bergerak bersamaam seperti satu koloni lebah yang menyerbu. O segera kabur ke luar ruangan dan menutup pintu. BRUK!BRUK!BRUK!Pintu itu dihantam beruntun. O tidak mengetahui makhluk macam apa yang sedang mengincarnya saat itu. Ia menghitung sampai sampai sepuluh setelah meminta Narator untuk menampilkan formula sihir tanah dan api.“...Sembilan. Sepuluh!” O menyeru diri sendiri dan berlari ka arah lorong sempit tanpa menengok ke belakang.“Lapis!” O merapal mantra tepat setelah ia keluar dari lorong sempit. Tiga buah stalakmit menghujam dan menjadi semacam gerbang yang menutup lorong. Tak bisa dipungkiri, sihir itu dan potensinya sebagai blokade sudah menjadi andalan O.Puluhan makhluk bersayap yang mengejar O tersangkut di gerbang stalakmit dan kini penampakannya terlihat dengan jelas. Beberapa cukup cerdas untuk menemukan celah, akan tetapi sihir O lebih cepat.“Ignis!” O menembakkan bola api dari ujung telunjuknya. Akan tetapi, satu
Belasan ekor imp bangkit kembali sebagai mayat hidup. Meski demikian, kemampuan mereka tak ubahnya seperti saat mereka masih hidup. Mereka masih menyerang secara berkelompok dan mampu menggunakan siasat-siasat sederhana. Bahkan, kali ini mereka tidak menyerang secara langsung, melainkan menggunakan sihir. O dengan segera mendapati dirinya menjadi papan target serangan sihir.O masih belum benar-benar pulih dari efek samping penggunaan sihir yang berlebihan. Akan tetapi, posisinya sekarang berada dekat dengan pintu, sehingga ia bisa langsung kabur ke ruang berikutnya, ruang di mana terdapat belasan peti mati kosong. Namun, lagi-lagi berita buruk menyambutnya. Di ruangan itu, belasan mayat hidup berkumpul, seakan-akan memang sedang menunggunya. Mereka bahkan menoleh dengan serempak ketika O memasuki ruangan itu.“Uh, halo?” O berkata dengan kikuk. Ia ingin mengumpat, tapi benaknya yang sedang berpikir keras ditambah efek samping penggunaan sihir berlebih membuat akalnya beku.Untungnya,
Sebelum memasuki area selanjutnya, O memeriksa daftar kemampuannya. Ia punya dugaan kuat sebuah kemampuan baru telah terbuka, sebab ia merasakan sebuah sensasi yang berbeda saat menggunakan penutup peti mati seakan-akan itu adalah perisai.Sihir Identifikasi (Intelligo); Sihir Bola Api level 2 (Ignis); Sihir Cambuk Air (Aqua); Sihir Tombak Batu (Lapis); Sihir Panah Angin (Eurus); Sihir Lubang Hitam (Exsugo); Sihir Peta dan Navigasi (Exploro & Exhibio); Penguasaan Sihir level 2; Penguasaan Tongkat level 3; Penguasaan Perisai level 1.O menuliskan daftar kemampuan yang telah terbuka di tanah. Sesuai dugaannya, ia telah membuka kemampuan pasif: Penguasaan Perisai. Artinya, ia bisa membuka kemampuan Penguasaan Gada jika menggunakan senjata jenis gada. Namun, ada yang mengganjalnya. Kenapa ia tidak mendapatkan penguasaan cambuk meskipun ia telah menggunakan senjata jenis cambuk? Apakah karena cambuk yang digunakannya terbuat dari sihir?Pada akhirnya, O berhenti berpikir berlebihan dan men
“Mi-mic?!”Mimic. Dalam video game dan cerita-cerita fantasi di kehidupan O sebelumnya, makhluk ini adalah seekor monster yang dapat meniru wujud benda-benda di sekitarnya, terutama peti harta karun. Monster ini akan menggoda para petualang untuk mendekatinya, atau bahkan membuka langsung mulutnya, persis seperti yang dilakukan O barusan. Selanjutnya bagaimana? Tentu saja korban yang mendekati Mimic akan menjadi santapan lezat untuk monster itu.O meronta-ronta. Baik lilitan maupun tarikan monster itu sangat kuat sehingga O harus menggunakan kedua kakinya sebagai penahan. Kedua kakinya berpijak langsung ke mulut makhluk itu, meskipun taring-taring yang memenuhi mulut itu bisa merobek tulangnya kapan saja. Seandainya ia memang harus tergigit, biarlah kakinya yang digigit, pikir O.Sementara itu, tangan O terus berusaha menyerang monster itu dengan tongkatnya. Akan tetapi, karena jarak yang terlalu dekat dan ukuran tongkatnya yang terlalu panjang, momentum yang dihasilkannya terlalu kec
“Intelligo!” O menggunakan sihir identifikasi pada pedang barunya.Pedang pendek. Sebuah pedang dengan ukuran yang lebih pendek dari pedang biasa, tetapi lebih panjang dari pada belati. Terbuat dari campuran besi dan perak.“Cuma itu?” kata O dengan nada tinggi. Tidak ada informasi yang begitu penting yang didapatkannya. Akan tetapi, O segera menyadari sesuatu yang lain dari bilah pedang itu.“Roland?” O membaca sebuah ukiran di pedang itu. “Siapa dia?”O kemudin menemukan serpihan gigi dan potongan tulang ekor di lantai, di tempat Mimic tadi mati. Ia segera menghubungkan temuan barunya itu dengan pedang di tangannya. Ya, seseorang bernama Roland pasti telah dimangsa monster ini di masa lalu, dan pedang ini pasti adalah miliknya.“Semoga kau beristirahat dengan tenang,” kata O sambil menunjukkan gestur berdoa. “Akan kujaga pedang peninggalanmu ini.”O teringat akan kematiannya di kehidupan sebelumnya. Apakah akan ada orang yang berkabung untuknya seperti yang dilakuknnya saat ini? O m
“Ronald, setelah ini mari kita pensiun.”“Pensiun? Kenapa? Kita belum bahkan belum sempat bertualang jauh, Wilona. Umur kita bahkan belum 30.”“Aku tahu, tapi tidak mungkin kita membawa bayi bertualang, bukan?”“Bayi? Bayi apa?”“Ha, ha! Kau benar-benar, lamban. Kau mau dengar suaranya?”Perempuan bernama Wilona itu mengambil tangan Ronald dan mengarahkannya untuk meraba perutnya.“Wilona! Kau...”“Iya, bodoh. Aku hamil.”Ronald menangis. Ia lahir dan hidup di jalanan yang sulit dan keras. Seumur hidupnya, ia hanya tahu cara berkelahi dan mencuri. Sampai ia bertemu Wilona, gadis petualang yang kemudian menjadi kekasihnya, hidupnya berubah 180 derajat. Keduanya bergabung dalam sebuah kelompok petualang yang mengunjungi banyak tempat dan menyelesaikan berbagai misi. Kali ini pun mereka sedang dalam perjalanan untuk menyelesaikan sebuah misi di Kota Magna yang telah menjadi sarang monster, hantu, dan kutukan.“Selamat jadi ayah, Ronald,” kata Wilona sambil tersenyum. Ronald tidak bisa mel
“Baiklah, Ronald. Kau sudah dapat pedangmu kembali, bukan? Masih mau bertarung? Kau tahu kau tidak bisa menandingiku.”O tidak membual. O bukan tandingan Ronald, begitulah kenyataannya. O memberikan pilihan pada Ronald karena ia masih berempati pada lelaki malang itu.“Mati! Serahkan!” jerit Ronald. Hantu itu tidak menyerah. Ia melepaskan gelombang energi yang memenuhi ruang.Peralatan-peralatan yang menancap di pintu terlepas dan kembali melayang. Benda-benda tajam itu berputar mengelilingi sosok Ronald seperti sebuah puting beliung. Beliung yang terbuat dari berbagai peralatan tajam itu menyapu O.“Ck, ck, ck!” decah O. “Jangan menyesal, ya! Eh, kau kan memang penuh penyesalan, makanya gentayangan, ha, ha!”O masih sempat berkelakar. Selera humornya memang aneh sejak dulu dan seringkali tidak melihat keadaan.“Exsugo!”O melempar sebuah lingkaran sihir berwarna ungu kehitaman selayaknya sebuah senjata cakram. Saat bersentuhan dengan beliung benda tajam, lingkaran itu berubah menjadi
O kembali ke ruang A2, tempat di mana belasan peti mati berjejer baik di lantai maupun di tembok. Ia berharap mayat-mayat hidup di sana sudah bangkit kembali dalam peti-peti itu agar ia bisa menjajal pedang barunya. Di kehidupannya yang lalu, O menggemari berbagai bentuk bela diri bersenjata yang juga dinikmatinya dari berbagai media seperti novel, film, video game, dan lain-lain. Ia sendiri pernah mengikuti beberapa kelas bela diri, meski pada akhirnya berakhir di tengah jalan karena berbagai alasan. Akan tetapi, setidaknya ia mengetahui berbagai gerakan dasar yang bisa digunakannya untuk meniru koreografi yang dilihatnya dalam film. Kini ia telah bangkit di tubuh yang baru, yang entah bagaimana, memiliki memori otot (tulang?) yang memungkinkan gerakan-gerakan rumit seperti yang dilakukannya dengan senjata tongkatnya sejauh ini.“Tuan zombie, aku datang!” seru O saat memasuki ruangan A2.Akan tetapi hanya ada satu mayat hidup di sana. Bahkan mayat hidup itu terlihat sangat kesulitan