Share

Apakah Hendra Pelakunya?

"Apa lagi yang bisa kita bicarakan sekarang, Lun? Kamu benar-benar sudah membuatku kecewa. Kamu tau aku sangat mencintaimu, tapi kenapa kamu curangi aku seperti ini? Wallahi, Lun, aku tidak pernah menyentuh perempuan sama sekali. Bahkan aku menjagamu, tapi kenapa kamu merusaknya dengan orang lain?" Hamzah menyeka air matanya yang turun begitu saja. Ini adalah kali pertama ia menangis setelah dewasa . Hatinya benar-benar hancur, wanita yang selama ini ia muliakan, ternyata melakukan hal yang rendah di belakangnya.

"Mas, aku dijebak, Mas. Aku tidak tau apa-apa, Mas. Sungguh." Aluna mencoba membela diri. "Tapi Mas jangan khawatir, tidak terjadi apa-apa malam itu. Mas sayang sama aku kan? Percayalah padaku, Mas, aku janji, aku tidak akan pernah melakukan kesalahan dengan laki-laki setelah ini. Kalau sampai aku melakukannya, Mas boleh meninggalkan aku dan aku tidak akan memohon-mohon seperti ini lagi. Aku berjanji, Mas!" Aluna memohon kepada Hamzah sambil terus menangis. Gadis cantik itu benar-benar tidak mau kehilangan Hamzah. Ia sangat mencintai laki-laki itu.

"Baiklah, aku percaya padamu." Hamzah yang sangat mencintai Aluna pun mengalah dan memilih untuk percaya kepada calon istrinya itu, walau sebenarnya perasaannya sangat hancur.

Ellen yang merasa bersalah pun hanya terdiam melihat ke arah calon suaminya yang masih berderai air mata. "Andai saja saat itu aku menurut kepadamu, Mas. Semua ini pasti tidak akan terjadi," batin Aluna. Kali ini Aluna benar-benar menyesal karena tidak mau mendengarkan perkataan Hamzah saat itu.

"Mas, apakah boleh aku meminta sesuatu?" tanya Aluna lirih.

"Katakan saja!" Hamzan menjawab pertanyaan Aluna dengan tatapan mata kosong lurus ke depan.

"Tolong hapus poto itu, aku merasa sangat malu melihatnya. Aku merasa sangat hina, Mas!"

"Iya aku akan menghapusnya," ucap Hamzah sambil membuka ponselnya. Kemudian setelah itu ia pun menyalakan mobil untuk mengantar Aluna ke rumahnya.

Lima belas menit berlalu dengan sunyi, mereka berdua saling diam. Tidak ada perbincangan apa pun, padahal biasanya Aluna selalu cerewet membahas pernikahan mereka yang hanya tinggal empat hari lagi.

"Mas mau masuk?" tanya Aluna sambil berdiri di depan pintu mobil yang masih terbuka. Hamzah hanya menggeleng tanpa menjawab dengan sepatah kata pun. "Assalamualaikum!" ucap Aluna sambil menutup pintu mobil.

Aluna berjalan dengan hati-hati, rasa sakit itu masih saja belum menghilang dan semakin terasa menyakitkan saat digunakan untuk bejalan.

"Dari mana kamu dua hari ini? Hamzah khawatir nyariin kamu terus!" ucap ibunya saat melihat Aluna baru saja masuk ke dalam rumah.

"Kerja, Mi!" jawab Aluna sambil terus berjalan meninggalkan ibunya sesaat setelah mencium tangan. Di rumah itu sudah banyak saudara sepupu perempuan Aluna. Namun, Aluna yang masih tidak baik-baik saja pun memilih untuk meninggalkan mereka dan berdiam diri di kamar.

"Lun, temui dulu saudara-saudaramu!" perintah ibunya kepada Luna.

"Aku capek banget wallahi, Ummi. Tolong sampai kan maafku ke mereka saja. Aku lelah banget, Mi. Mau istirahat!" ucap Aluna sedikit kesal. Gadis itu pun menutup pintu kamarnya.

Aluna yang masih tidak bisa menerima semua yang terjadi padanya pun hanya mengurung diri, bahkan ia melewatkan makan malamnya. Gadis itu hanya memejamkan mata di kamar dan sesekali berguling ke kanan dan kiri. Sampai larut malam, ia pun belum juga terlelap tidur.

"Apa Hendra pelakunya? Ya, mungkin Hendra pelakunya. Dia orang terakhir yang ada bersamaku kemarin," ucap Aluna lirih kepada dirinya sendiri. Gadis cantik itu sangat yakin jika pelakunya adalah Hendra.

Keesokan harinya saat jam sudah menunjukan pukul delapan pagi, Aluna buru-buru berangkat kerja. "Kamu mau kemana? Calon penganten nggak boleh pergi-pergi di tiga hari sebelum menikah! Malam ini persiapan malam pacar untuk besok. Keluarga Hamzah sudah mengirimkan tukang hena terbaik!" Ummu Habibah mencoba menghentikan anaknya yang sudah bersiap ingin berangkat kerja.

"Ini hari ketiga Ummi. Ini hari terakhir aku bekerja, besok sudah cuti. Aku nggak enak kalo harus meninggalkan pekerjaanku dalam keadaan masih belum selesai. Kasian nanti yang meneruskan!" Ummu Habibah kaget dengan bantahan Aluna. Selama ini Aluna tidak pernah membantah ucapannya, Gadis itu selalu saja menuruti apa yang dikatakan oleh ibunya.

Aluna pergi begitu saja meninggalkan ibunya yang masih berdiri memaku di depan pintu. Hari itu, Aluna memilih untuk berangkat sendiri. Biasanya setiap pagi Hamzah selalu menghampirinya, tapi tidak dengan hari ini. Laki-laki itu mungkin sedang sibuk mengurus pekerjaannya sendiri yang akan dia tinggalkan selama bulan madu bersama Aluna.

Jalanan pagi itu tidak terlalu macet, hari itu Aluna datang lebih awal ke kantornya. Belum banyak karyawan di tempat itu. Aluna mengambil kesempatan itu untuk mencari Hendra yang biasanya datang lebih awal. Ia yakin sekali jika Hendra pasti ada di ruangan Umar seperti biasa.

Aluna masuk ke dalam ruangan Umar tanpa mengetuk pintu. Benar saja, ada Hendra yang sudah khusuk duduk di depan laptopnya. Hendra adalah sekretaris sekaligus orang kepercayaan Umar, laki-laki itu memang bekerja di ruangan yang sama dengan Umar.

"Hendra, aku ingin bicara sama kamu!" ucap Aluna dengan serius. Mata bulatnya menatap tajam ke arah Hamzah yang tampak kaget dan bingung.

Plak ...

Aluna menampar Hendra tampak berbicara apa pun. Laki-Laki itu pun reflek bertanya, "Apa salahku Lun, kenapa kamu menamparku?" tanya Hendra kaget.

"Apa ini hah? Kenapa kamu tega melakukan ini padaku? Ayok, ke kantor polisi sekarang!" teriak Aluna kepada Hendra.

"Ada apa ini?" tanya Umar yang baru saja masuk ke dalam ruangan kantornya.

"Laki-laki baj*Ngan itu sudah melakukan kejahatan padaku, Umar!" ucap Aluna sambil menangis kepada Umar, sahabatnya Sedari kecil. "Lihat ini!" Aluna menunjukan Poto dirinya dengan seorang laki-laki yang tidak terlihat wajahnya sama sekali.

"Astagfirullah, benar kamu yang melakukan ini?" tanya Umar keget. Ia tidak menyangka jika karyawan terbaiknya sudah melakukan sesuatu yang sangat keji kepada Aluna.

"Demi Allah, aku tidak melakukannya!"

"Tidak ada pelaku kejahatan yang mengaku begitu saja, Hendra!" ucap Aluna sambil terus menangis. Tangannya mencengkeram kerah baju Hendar.

"Udah Lun, udah Lun, jangan lakukan itu." Umar berjalan mendekat ke arah keduanya. "Apa kamu punya bukti kalau bukan kemu pelakunya Hendra?" Umar mencoba untuk membuat keadaan menjadi lebih tenang. "Duduklah Lun, kita bicarakan baik-baik!"

"Punya Tuan. Kemaren Tuan sendiri yang menyuruhku untuk mengurus pengiriman yang ke Korea dari pabrik di Surabaya karena ada kendala bagian ijin di pelabuhan. Aku baru saja datang tadi pagi jam enam. Ini tiket berangkatnya yang kemarin," ucap Hendra sambil menunjukan sebuah tiket pesawat kepada keduanya.

Aluna melihat jam penerbangan yang tidak terlalu jauh dengan jam meeting mereka. Hanya selang satu setengah jam. Tidak mungkin Hendra bisa berpacu dengan waktu secepat itu. "Ini tiket pulangku lagi tadi pagi."

Aluna mengambil tiket kepulangan Hendra dan memeriksanya. "Lantas setelah aku pingsan, siapa yang membantumu?" tanya Aluna lagi.

"Aku, setelah itu aku meninggalkanmu di kamar itu. Kamar yang sudah kamu sewa sendiri!"

Sebenarnya Aluna masih tidak yakin jika dia memesan kamar itu sendiri. Ia masih sangat yakin, jika yang memperkos*nya saat itu pasti sudah merencanakannya dengan matang.

"Kalau bukan kamu siapa pelakunya?"

"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status