Udah mulai touch-touch gemes tipis-tipis ya si Banyu. Sara juga mulai baper 🐣
Sara membernarkan topinya. Ia sengaja mengenakan pakaian tertutup dan pakai masker karena sepertinya banyak netizen dan wartawan yang masih mencari-cari Sara. Sudah seperti artis korea saja yang kena paparazi.Ia mendorong trolinya mengitari rak-rak toileters. Di rumah Banyu memang banyak perlengkapan seperti itu, tetapi tidak sesuai dengan yang Sara suka. Apalagi sabunnya dan shamponya yang sudah ada di toilet kamarnya sejak ia meninggali rumah Banyu. Lagian sejak kapan ia suka bau yang terlalu strong begitu? Ia suka bau yang lebih kalem dan fresh."Lo tipe kalau belanja lama gak sih? Kalau iya mending gue nunggu sambil ngopi di coffeshop depan." tanya Banyu yang berjalan di sisi Sara."Ya terus ngapain lo menawarkan diri buat anterin gue? Gue bisa pergi sendiri.""Ya udah iya gue temenin." balasnya tidak mau berdebat. Mata Banyu sudah awas saat melihat orang-orang di sekitar mulai mencurigai bahwa yang ada di sebelahnya ini adalah oran
Sara menekan kencang luka di sudut bibir Banyu itu. Kurang ajar sekali minta di bersihkan pakai caranya seperti beberapa pagi lalu? Ishhh!! Ia menekannya sekali lagi dengan penuh kesal sampai lelaki itu meringis dan mengaduh. Salah sendiri bicaranya tidak di filter."Jangan harap!!" rutuk Sara yang sudah melepaskan tangannya.Banyu kemudian terkekeh. "Gitu aja ngambek. Orang cuma bercanda.""Bercanda atau gak, mulut lo memang harus dicabein!"Banyu mencebik dan manaikkan dua alisnya mengejek. Ia lalu melajukan mobilnya, meninggalkan parkiran supermarket. Di perjalanan, keduanya sama-sama terdiam. Sara malas berdebat atau menanggapi Banyu, ia juga lelah dan merasa sedih.Mengapa situasinya sekarang sulit begini. Sara tidak lagi bebas kemana-mana, bahkan hanya untuk ke supermarket sekalipun.Napasnya terhela kasar sembari menyandarkan punggungnya."Mau makan dulu gak?" tanya Banyu."Gak!""Drive
"Ra, Banyu dimana?" tanya Ardi."Ada di kamarnya." jawab Sara yang kemudian melihat ke arah si perempuan yang di bawa Ardi."Oh iya, kenalin, ini Disha. Dia dokter sekaligus temen lama kita." Oh perempuan ini dokter, batin Sara. Ia pun berinisiatif mengulurkan tangannya dan mengulas senyum. "Sara."Tangan itu disambut dengan hangat oleh Dara. "Disha. Istrinya Banyu ya?"Tidak banyak yang tahu jika Sara dan Banyu menikah, tetapi Disha yang kata Ardi teman lama ini, tahu. Apa Ardi yang sudah memberi tahu? Agak terbata, Sara menganggukkan kepalanya sekali. Ardi segera pergi ke kamar Banyu meninggalkan Sara dan Disha di ruang tamu."Disha, mau minum apa? Biar gue ambilin." tanya Sara dengan ramah. Sepertinya umurnya tidak jauh beda dengannya atau sama dengan Banyu."Gak perlu Ra, nanti biar gue ambil sendiri seperti biasa." jawabnya.Kata 'seperti biasa' mengindikasikan bahwa Disha cukup sering ke rumah ini. Sara pun mengangguk dan tersenyum. Ardi dan Banyu keluar kamar dan berjalan menu
"Kapan-kapan gue ajak ke gerainya nasi kebuli ini. Dulu dia chef di hotel bintang lima, tapi hotelnya tutup katanya banyak setannya.""Ada-ada aja." Sara terkekeh lagi, entah mengapa dari tadi ia bisa terhibur dengan Ardi, ternyata lelaki ini kocak juga, berbeda jauh dengan bosnya yang jahilnya minta ampun."Serius Ra, chefnya sendiri yang cerita. Konon hotelnya tuh dulunya bekas rumah sakit paru-paru tahun delapan puluhan. Sering ada suara napas yang sesek gitu di kamar-kamarnya. Terus ada hantu tanpa muka di kamar mandi. Banyak banget deh. Gue aja ngeri diceritain, apalagi chefnya yang ngalamin langsung." Ardi bercerita dengan penuh ekspresi dan Sara mendengarkan dengan seksama.Mendengar cerita hantu memang selalu seru, tapi ia suka dengan cara Ardi bercerita. Menjiwai sekali."Makanya hotelnya bangkrut?""Iya. Karyawannya banyak yang terkencing-kencing karena ketemu mbak kunti dan dan hantu muka datar.""Ya ampun ngeri banget. Terus gedungnya sekarang jadi apa?""Nah ini, anehnya
Semua kebaikan Banyu, terangkum jadi satu di kepala Sara. Banyu yang memberikannya tempat tinggal meski harus diperistri dulu, Banyu yang memberikannya uang, Banyu yang memberikan banyak insight soal bisnis, Banyu yang membelanya di supermarket sampai terluka dan Banyu yang tidak pernah membiarkan Sara sendirian setelah dibully satu negara.Ia mengirimkan Ardi dan rela pulang lebih cepat saat tugas di luar kota. Namun selama ini mengapa yang mendominasi hanyalah Banyu yang jahil dan suka membuatnya kesal?Bukankah penilaian Sara tidak adil? Ia hanya memikirkan keburukan Banyu padahal kebaikannya lebih banyak. Maka, ketika bilang jika Sara harus berpikir dan meminta maaf secara dewasa, ia justru memberikan Banyu sebuah kecupan. Entah datangnya darimana keberanian itu, tapi ia ingat, keinginan Banyu tadi di mobil saat ia mau Sara membersihkan lukanya dengan cara yang sama seperti pagi itu. Sara tidak tahu Banyu ingin ia meminta maaf dengan cara bagaimana, tapi keinginan kecil Banyu yang
"Sakit banget ya?" Banyu mengangguk. "Mau bantu ngurangin rasa sakitnya?" tanyanya.Sara menatap Banyu bertanya seolah berkata; dengan cara apa?Lalu Banyu membuka kaosnya dengan tangan kanannya yang membuat Sara agak kaget. Banyu menaruh asal kaosnya dan kedua tangan itu kembali ke pinggang Sara."Tiupin." ujar Banyu memajukan bahunya yang sakit, minta dituip.Ini sebenarnya tidak masuk akal, luka seperti ini meski ditiup sekencang apapun tetap saja rasanya sakit. Tiupan hanya mendistrak rasa sakitnya sementara, bukan menyembuhkan. Ini seperti tipuan anak kecil yang jatuh dan terluka, lalu sama orangtuanya ditiup seolah-olah dengan itu lukanya lekas sembuh. Alis Sara menyatu."Wait! Memangnya ngaruh ditiup? Nanti juga sakit lagi kalau selesai ditiup. Lagian cara ini gak masuk akal Bay." protes Sara, tapi detik berikutnya ia menurut saja.Tanpa pikir panjang, daripada Banyu ngambek lagi, Sara memajukan kepalanya dan meniup bahu Banyu yang agak belakang itu. Memarnya semakin terlihat m
Tangan Sara merangkul kedua lengan Banyu. Pagutan Banyu semakin dalam dan dalam. Tidak pernah Sara bilang bahwa ciuman Banyu biasa saja. Banyu selalu memberikan sensasi aneh di setiap sentuhannya dan Sara selalu terbuai. Ya, Sara masih normal merasakan hal ini bukan? Lelaki itu mengabsen satu per satu deretan gigi Sara, membelai lidahnya. Tangan Banyu sudah berada di tengkuk Sara, mengatur irama kedalaman ciuman ini dengan handalnya. Kaki-kaki Sara sudah seperti pensil inul yang lunglai dan tak sanggup lagi menapaki lantai. Kini bibir Banyu turun di dagunya, kemudian menjelajahi lehernya. Mengecup, menghisap dan menggigit kecil. Banyu suka berada di leher jenjang itu.Dada Sara sudah membusung tatkala Banyu turun di dadanya yang masih terbungkus kaos. Banyu pun langsung menatap Sara, meminta persetujuan perempuan itu dari matanya. Namun, Sara tidak memberikan respon apa-apa sampai Banyu mengecup bibirnya lagi. Tangan Banyu satunya yang tidak bisa diam, mulai meraba punggung Sara dan
"Ra, pengamanku nyangkut di dalam itumu." ujar Banyu dengan wajah yang sudah pias.Ya Dewa!!!Sara membelalakkan matanya, bibirnya menganga lebar dan ekspresi wajahnya sudah tidak karuan. Ia ikutan panik saat Banyu mengusap rambutnya sendiri dengan kasar. Ini gila! Kok bisa pengaman itu nyangkut?"Bay! Kok bisa nyangkut?!" teriak Sara, wajahnya sudah tidak karuan.Takut, cemas, sedih jadi satu. Sara hanya menggeleng terus bergerak mencari cara apapun."Aku gak tahu Ra!""Bilang aja lo gak berpengalaman pakai begituan, ini gak akan terjadi kalau lo hati-hati!! Asss!!!""Ya namanya juga 1 dari 1000 kemungkinan, semua bisa terjadi Ra. Aku mana tahu kalau risiko satu itu terjadi sama kita sekarang!" Banyu menatap Sara semakin frustasi. Keduanya mendesah kian cemas."Terus gue harus gimana?! Cepet mikir Bay!!"Banyu mengabaikan ucapan Sara dan menunduk dalam, memukul kepalanya mencari ide yang bisa ia lakukan untuk mengeluarkan benda kenyal itu. Sementara Sara terus menggerutu dan kepanik
"Ish! Salah siapa sih kamu buru-buru, sampai gak lihat jalan?"Sara meniup-niup kening Banyu. Lelaki itu kemarin baru saja mendapatkan lima jahitan akibat menabrak pinggiran pintu dan bocor."Aku panik Hon waktu dengar Bumi nangis kejer. Jadi aku lari gak lihat-lihat. Mana baru bangun tidur di sofa, terus ingetnya masih rumah lama.""Ck! Bumi nangis kan wajar sayang. Kalau gak minta susu ya gak nyaman. Kamu gak perlu sepanik itu." Kini, Sara mengusap pelan perban sekitar perban itu dan menyelipkan rambut ikal Banyu ke belakang.Tangan Banyu melingkar di pinggang Sara yang berdiri di depannya. "Iya, maaf. Lain kali aku hati-hati."Banyu mendongak dan menatap istrinya yang serius sekali meniup luka Banyu tersebut. "Honey, Kiss me a little, please!" katanya dengan nada berbisik."Gak bisa, kita harus segera keluar sekarang. Itu udah rame loh. Gak sopan membuat mereka nunggu." tolak Sara.Banyu memberengut. "Satu k
"Kenapa, Hon?" tanya Banyu saat Sara terlihat menghela napas kasar seraya menyurukkan kepalanya di dada Banyu."Papa pasti kesepian di rumah. Biasanya kita selalu makan malam bersama, terus ngobrol di ruang tengah. Atau aku bantuin Papa mengurus beberapa hal di ruang kerjanya sambil ngerjain endorsment."Tangan Banyu membelai kepala Sara dengan sayang. "Kamu bisa telpon Papa, Hon. Atau mau aku telponin?"Sara menggeleng. "Papa udah tidur jam segini."Ini memang sudah pukul sebelas malam, dan Mario selalu tidur sebelum sepuluh malam. Beliau selalu menerapkan jam tidur sehat supaya bisa bekerja lebih produktif esok harinya. Ya tidak heran, Mario kan pemilik perusahaan kesehatan."Sayang, aku kepikiran sesuatu." Sara mendongak menatap Banyu.Lelaki itu pun menaikkan kedua alisnya, bertanya. "Apa?""Boleh gak Kikut dikasihkan ke Papa, biar gak kesepian banget kalau punya hewan peliharaan."Banyu melotot. "Sara, wala
Papa, Sara, dan Banyu duduk berjejer di dalam satu pesawat. Mereka akan balik ke ibu kota sore ini setelah Sara diperbolehkan pulang oleh dokter.Sementara Babal, Ardi dan Disha, masih mau menikmati liburan mereka. Biarlah tim penggembira itu bersenang-senang, sebelum Babal akan Sara repotkan selama kehamilannya ini. Mungkin Ardi dan Disha juga akan kerepotan karena Banyu tampak akan menjadi suami super posesif dan siaga nantinya. Ya bagaimana tidak? Banyu punya beban untuk meyakinkan Papa Mario atas tanggung jawab dan perhatian penuhnya terhadap Sara.Meski suasananya sudah lebih mencair, Sejak masuk ke dalam pesawat, Mario sama sekali belum berbicara apapun dengan Banyu. Membuat Sara gemas sendiri."Papa tahu gak? Seberapa bahagia Sara hari ini?"Mario menaikkan kedua alisnya saat putrinya membungkus lengannya dengan manja."Sara bahagia banget Pa. Dua lelaki kesayangan Sara kini kembali. Momen-momen yang selalu Sara impikan saat Papa m
Sara tidak bisa diam di kamar. Babal dan Ardi bahkan sudah meminta Sara untuk duduk dan berbaring dengan tenang demi kesehatannya, tapi Sara terus menolak. Ia tidak bisa diam saja melihat Banyu dan papa bicara di luar sana. Ada rasa takut. Bagaimana jika Banyu akan menuruti apa yang papanya mau seperti waktu di rumah Papa itu. Ia baru saja mengurai benang kusut dengan Banyu dan akan memulai semuanya kembali. Mengarungi rumah tangga dengan pengalaman baru mempersiapkan diri jadi orang tua. Kali ini ia tidak mau mengulangi hal buruk kemarin lagi. Berpisah dengan Banyu meski hanya seminggu, rasanya sudah sangat menyiksanya. Terserah jika orang berkata ia budak cinta paling tolol. Nyatanya, Banyu tidak pernah gagal membuatnya mabuk kepayang dan jatuh cinta sedalam-dalamnya. Ia tidak bisa terpisah dengan Banyu.Kemudian ia teringat sesuatu. Sara pun menyuruh Babal mengambilkan ponselnya dan menelepon Mbok Na. Sara harus memastikan sesuatu."Mbak Sara!! Astaga!
Babal menggigit bibirnya dengan gelisah, sementara Ardi mengusap wajahnya kasar, sama paniknya dengan Babal tatkala melihat Mario Iswary sudah berdiri tegak di depan ranjang itu, melihat tajam dua orang yang masih bergelung di atas sana."Gawat!" bisik Babal setelah mereka membuka pintu kamar itu dan hanya bisa mematung juga di belakang Mario.Ardi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil komat-kamit mulut mbah dukun baca mantra, dengan segelas air lalu pasien di sembur. Ah! ia frustasi melihat pemandangan ini.Sepasang pasutri kembali kasmaran itu pun mulai terusik. Sara mulai membuka matanya dan pupilnya melebar kaget. Lalu, Banyu juga terusik dan akhirnya terbangun dan otomatis seperti melihat hantu di depannya. Dengan wajah kusut, rambut berantakan dan baju tipis saringan tahu, Banyu melompat dari ranjang itu. "Papa." ujarnya dengan suara serak.Sialan Banyu! Sudah tahu itu papa Mario, bukan hulk, masih menvalidasi pula dengan ekspresi tidak berdosanya.Situasi macam apa ini?Di sela
Sara tidak pernah terbayangkan akan merasakan perasaan hangat ini lagi. Kemarin, ia sungguh bertekad melepaskan Banyu setelah perceraian selesai dan melupakan semua momen kebersamaannya dengan Banyu. Sekalipun ternyata prosesnya sangat sakit. Diam-diam, ia sering menangis sendirian di tengah malam. Ada perasaan hampa menyelimutinya saat sadar fakta mereka tidak akan bersama, melewati hari, bercanda gurau dan saling memadu kasih lagi. Di lubuk hati yang paling dalam, Sara tidak ingin ini terjadi. Sara mencintai Banyu. Masih mencintai lelaki itu bahkan saat Banyu membohonginya soal perjanjian dengan papanya.Namun, memang semuanya terlalu rumit.Sara sangat sayang dengan Papanya. Sejak dulu, ia selalu menurut apa yang papanya bilang. Ia tidak pernah menjadi anak yang pembangkang dan terbukti, berbakti dengan orang tua membuat hidupnya lebih mudah, lebih tenang hatinya dan damai. Ia akan melakukan apapun untuk papanya, terlebih setelah dinyatakan bebas. Sara
Mengetahui mereka akan segera menjadi orang tua adalah sesuatu yang mengejutkan bagi Sara, bahkan Banyu. Apalagi mereka sedang di luar pulau dan di tempat yang asing. Sesuatu perasaan yang sangat aneh. Sara terus menangis karena terharu, bimbang, dan banyak ketakutan serta kekhawatiran yang mendiami pikirannya. Namun, Banyu dengan setia menemani Sara melalui proses penerimaan dengan keadaan baru ini. Hampir satu jam, Sara menangis dan bicara ngalor-ngidul soal kecemasannya akan menjadi ibu. Kini, air matanya telah berhenti. Hidungnya merah dan matanya sembab. Kerinduan Banyu yang telah terakumulasi seminggu lebih ini, justru membuatnya gemas melihat Sara yang begini. Ia sungguh ingin mencium Sara terus menerus dan menghujaninya dengan sayang, melepas kerinduannya kepada istrinya ini. Sekarang tentu saja bukan saatnya kangen-kangenan. Banyu harus tetap menjadi suami siaga untuk Sara, ditengah kelabilan Sara ini. "Sara, kamu udah melewatkan makan siang. Sekarang kamu harus makan malam.
"Jadi ... surat siapa yang dikirim ke rumah?"Keduanya tampak memandang bingung satu sama lain. Terutama Banyu yang sangat tidak paham dengan cerita Sara. Bagaimana mungkin ada surat dari pengadilan yang tiba-tiba ada di rumah Sara, sementara Banyu saja tidak berniat menceraikan Sara. Tidak sedikitpun ia menginjak lantai pengadilan untuk menggugatnya. Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk terus memperjuangkan Sara, bagaimanapun sulitnya menghadapi Mario dan kerasnya hati Sara saat ini. Di tengah keheningan dengan pikiran masing-masing itu, suara pintu kamar terdengar. Sontak keduanya memalingkan wajah ke arah pintu. Lalu muncullah seorang dokter laki-laki paruh bawa yang rambutnya sudah putih semua tapi wajahnya tampak seperti umur tiga puluhan. Cukup good looking dan pasti membuat semua perawat dan dokter perempuan di sini ketar-ketir. Andai Sara tidak sedang berstatus terombang-ambing begini, sudah pasti ia mengaku naksir dokter tersebut.Dokter
Sara menepis tangan Banyu saat mau membantunya turun dari kapal. Sebagai gantinya, ia lebih menarik Babal dan menerima bantuan lain dari Disha di sebelah kanannya. Tadi, kaki Sara sempat kram karena ia memang tidak banyak melakukan pemanasan sebelum naik ke Padar. Sungguh kesalahan fatal. Sekarang, ia harus merepotkan banyak orang untuk membantunya begini. Ambulan sudah siap ketika mereka turun di pelabuhan dan Sara diminta untuk tiduran di brankar. Sara pikir hanya Babal dan Disha yang ikut naik ambulan itu, rupanya Ardi dan Banyu juga ikut naik. Bahkan Banyu dengan sigap duduk di sebelah kanan dada Sara mendahului Disha.Bibir Sara sudah hampir protes dan meminta Bantu keluar, tapi pintu ambulan itu sudah ditutup oleh petugas medisnya. Mau tidak mau, Sara harus menerima situasi berdekatan dengan Banyu. Ia menutupi matanya dengan lengan karena pusing itu kembali menderanya. Selain itu juga untuk menghindari melihat Banyu.Dalam kurun waktu dela