At Victoria General Hospital, Canada, 2021.
Mark baru saja membuka matanya setelah -- kurang lebih seminggu tidak sadarkan diri. Ia mengerjap-ngerjap karena terkena sinar lampu yang cukup menyilaukan. Netranya menelusuri tiap sudut langit-langit serta dinding bernuansa putih. Ia melirik ke sebelah kirinya, terdapat sang Ibu dengan wajah yang terlihat sangat lega sekaligus bersyukur.
"Markeu-ya?" sapa Wendy –Ibu Mark. Senyum merekah dengan air mata, mendefinisikan betapa bahagianya ia melihat putra satu-satunya itu telah siuman.
Mark mengedipkan matanya perlahan, tanda ia merespon sapaan Wendy. Masih agak sulit untuk Mark berbicara, ia harus menggerakkan bibirnya perlahan.
"Terima kasih ya Tuhan. Syukurlah kau sudah bangun sayang. Aemi sangat mengkhawatirkanmu. Kau tidak membuka matamu selama seminggu..." lirih Wendy sambil menggenggam tangan Mark yang tak terinfus.
Hingga akhirnya Mark sudah bisa menggerakkan bibirnya. Satu pertanyaan terlontar begitu saja dari lelaki itu ketika siuman. Keberadaan dirinya yang ada di mana dan Karina --cinta pertamanya.
"Eomma, aku di mana?" tanya Mark sambil beralih memikirkan Karina Jung. Bagaimana kabar wanita itu?
"Kau di Rumah Sakit Victoria, Kanada," sahut seorang wanita bersurai panjang.
Mark menoleh ke samping kanannya dan terdapat Ningning —adik angkatnya. "Aku di Kanada? Bagaimana dengan Karina?"
Mendengus sebal, Ningning tak habis pikir dengan seorang Mark Lee. Padahal ia baru saja melewati masa kritis, tapi yang ada di pikirannya hanya cintanya itu. Ningning hanya merasa kasihan pada Wendy, selaku Ibu Mark yang terus-terusan menangisi putranya itu sepanjang hari.
"Ya sayang. Aemi membawamu ke sini agar kau dekat dengan keluarga Ayahmu. Dan Karina, dia baik-baik saja bersama keluarga dan kekasihnya. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya," jelas Wendy yang begitu sabar memahami Mark.
Sebenarnya sebagai seorang Ibu, Wendy tidak tahan melihat putra satu-satunya itu harus menahan sakit selama ini, karena terjebak dalam sebuah persahabatan yang berubah menjadi cinta. Sudah cukup ia mengetahui Mark seperti ini demi cinta pertamanya. Ia hanya ingin Mark menemukan kebahagiaannya.
Maka dari itu, Ibu satu anak itu membawa Mark ke Kanada. Selain agar dekat dengannya, sebab keluarga besar Ayah Mark ada di sini. Dan alasan lainnya adalah untuk membuat Mark tidak menyakiti dirinya sendiri dan melupakan cinta pertamanya yang telah bahagia dengan laki-laki lain.
Mata Mark berubah menjadi pandangan sendu. Ia sangat kecewa karena tidak bisa melihat Karina saat ia membuka mata. "Syukurlah kalau dia baik-baik saja. Aku harap dia bahagia dengan Jeno," ucapnya lirih.
"Sudah lah Mark. Kau harus merelakannya. Aku ingin kau bahagia Mark. Temukan kebahagiaanmu di sini dan mulai dengan hidupmu yang baru. Aku akan membantumu sebisaku," ucap Ningning menambahkan.
Mark paham maksud perkataan Ningning, tapi mau bagaimana pun atau seberapa keras usaha Mark melupakan Karina, tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. Cinta pertama akan selalu membekas di ingatan Mark. Apalagi, Mark jatuh cinta pada Karina untuk kedua kalinya. Sulit rasanya kalau Mark memang harus merelakan.
Mengalihkan topik pembicaraan, Wendy memutustkan untuk memanggil dokter agar memeriksa putranya itu. "Aemi akan panggilkan Dokter untuk memeriksamu sebentar," ucapnya dan melangkahkan kakinya keluar ruangan.
Kini tinggal Mark dan Ningning di ruang Calendula. Mark menatap langit-langit ruangan itu dengan tatapan kosong. Ia masih tak percaya dengan semua yang telah terjadi. Hampir saja ia kehilangan nyawanya. Tapi, yang paling mengusiknya saat ini adalah tentang Karina.
Aku tahu Mark. Ragamu di sini tapi hati dan pikiranmu di Seoul —lebih tepatnya pada Karina. Batin Ningning.
"Mark, sudah cukup jangan seperti ini. Kau tahu, kami semua sangat khawatir padamu saat kau menyerahkan nyawamu begitu saja. Kau tidak memikirkan bagaimana perasaan Ibumu jika kehilanganmu? Kau juga tidak memikirkan bagaimana perasaan dia saat kau bertindak gegabah seperti itu? Sudah cukup! Jangan terlarut dalam bayangan seseorang," ucap Ningning panjang lebar karena sudah tidak tahan dengan Mark. Juga, merasa kasihan padanya.
"Aku merindukannya Ning. Aku ingin memastikan kalau dia baik-baik saja." Mark tidak menghiraukan ucapan Ningning dan membuat gadis itu menghentakkan kakinya lalu lebih memilih keluar ruangan.
Beberapa menit kemudian, Wendy masuk ke dalam ruangan bersama dengan seorang Dokter wanita. Ia yang menangani Mark langsung saat baru tiba di Rumah Sakit.
Terlihat Mark masih dengan tatapan kosongnya menatap langit-langit ruangan. Ia tidak terganggu sama sekali dengan bunyi decitan dari pintu.
"Annyeonghaseyo Mark-ssi." Dokter itu ternyata berasal dari Korea. Ia mulai memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan Mark, setelah mendapat izin.
"Apa ada yang Anda keluhkan? Sejauh ini kondisi fisikmu stabil. Tapi, kenapa Anda melamun terus?" tegur Dokter itu sembari menepuk pundak Mark pelan.
"Ne?" Mark tersadar dan bingung kenapa ada Dokter wanita di sini, dan ada Ibunya di belakang. "Aah saya sudah lebih baik Dokter —" Mark melihat name tag di saku jas Dokter. "— Kim."
Bagaimana bisa aku melupakan cinta pertamaku disaat hatiku masih mengenangnya.—Mark Lee-o-Jam di dinding ruangan VIP yang di tempati oleh Mark, menunjukan pukul 10.15 pagi. Biasanya pada pukul 10.30, Dokter Kim datang untuk memeriksa keadaan Mark.Saat ini, Mark sedang membuka gallery di ponselnya. Ia menatap sebuah foto sejak beberapa menit yang lalu. Matanya tidak lepas dari objek tersebut. Caranya menatap seakan ia sedang menyampaikan rindu pada Karina Jung.Aku merindukanmu...Hingga sebuah suara menginterupsi Mark."Annyeonghaseyo Mark-ssi." Dokter bernama lengkap Kim Dahyun datang untuk memeriksa keadaan Mark.Mark pun mengalihkan pandangannya dari foto tersebut ke arah Dahyun. "Ne, annyeonghaseyo dok," sa
Dia, mulai mengisi hari-hariku. Tapi, hatiku masih tetap tertuju ke Seoul, tempat di mana cinta pertamaku tinggal.—Mark Lee-o-Dahyun melangkahkan kakinya menuju lantai VIP sembari mendorong kursi roda yang di duduki oleh Mark. Sepanjang lobi rumah sakit, Mark melamun --memikirkan perkataan Dahyun--.Perkataan dia ada benarnya juga, 'merelakan bukan berarti melupakan. Anda akan tetap memiliki ingatan di hati Anda tentang cinta pertama Anda, walaupun Anda sudah menemukan cinta sejati Anda kelak'. Batin Mark.Mark masih melamun hingga suara Dahyun menginterupsinya. "Mark-ssi. Kita sudah sampai di ruangan." Ia berpindah tempat yang tadinya di belakang Mark, menjadi di hadapannya."Ye? Aah kamsahamnida Dahyun-ssi."Dahyun membantu M
Hari demi hari telah kulalui bersama dengannya tapi kenapa perasaan ini masih saja belum muncul ke permukaan.—Mark Lee.-o-Matahari pun mulai muncul menggantikan tugas bulan yang telah selesai. Laki-laki bernama lengkap Mark Lee masih terlelap dalam tidurnya. Jam di dinding kamar inapnya menunjukkan pukul 07.25 a.m."Mark, aemi datang. Bagaimana keadaanmu 'nak?" tanya Wendy.Mark yang merasakan ada sebuah tangan mengelus surai hitam miliknya, membuka matanya perlahan. "Eomma? Sejak kapan?" Mark ingin duduk tapi di tahan oleh Ibunya."Ne, aemi baru saja tiba. Bagaimana keadaanmu?""Aku baik. Kapan aku bisa keluar dari sini? Aku bosan terkurung sepanjang hari." Mark menghela napas."Aemi belum tahu sayang. Nanti a
Aku harus bahagia atau sedih? Aku pun tidak tahu. Semoga hal positif selalu memihak padaku, terlepas dari sakit hati—Lee Know.-o-Dahyun sedang berada di ruangan Lino. Ia ingin menanyakan perihal Mark Lee pada lelaki itu. Sebenarnya Dahyun hanya penasaran dengan kisah cinta pertama Mark. Maklum saja, karena Dahyun mulai menaruh rasa pada Mark."Oppa! Jawab pertayaanku tadi,aish!" seru Dahyun karena kesal dengan Lino yang telah mengabaikannya.Lino tak menanggapi bukan karena tak suka, tapi ia sedikit cemburu mungkin? "Apa, hm? Kau 'kan sudah tahu jika aku dan Mark memang bersahabat sejak lama. Lalu apa lagi yang harus kujawab?" sahutnya sembari memejamkan mata. Ia sedang menyender
Tepat di hari minggu, pukul 09.30 a.m, Dahyun hampir selesai denganshiftmalamnya. Ia mengunjungi pasien terakhirnya untuk diperiksa. Pasien tersebut adalah Mark Lee.Decit suara pintu terbuka dan derap langkah Dahyun tidak juga membuat laki-laki dengan marga Lee menoleh ataupun terusik. Ia asik dengan lamunannya sembari menatap kosong ke arah jendela kamar inapnya. Ia masih memikirkanchatLine dari Ningning semalam, bahwa Karina akan bertunangan lagi dengan laki-laki lain. Dan untuk kedua kalinya, Mark harus merasakan perasaan yang sama yaitu patah hati.Dahyun menghampiri Mark dan menyerengitkan dahinya karena Mark tidak menyadari kehadirannya. Ingin rasanya Dahyun mengagetkannya tapi ia urungkan. Dahyun lebih memilih mengambil kursi dan duduk di samping ranjang Mark dan menyilangkan kedua tanga
Inikah rasanya sakit hati akibat patah hati? Jika rasa sakit ini mampu membuatnya bahagia, ikhlas adalah jawabannya. Kurasa itu lebih baik.-Mark Lee-o-Di ruangan bercat putih, suasana terlihat sangat canggung di antara ke-empat orang yang sibuk dengan pikirannya masing-masing.Mark, apa kabar hatimu?Kenapa dia menceritakan semuanya di sini.Aku bisa apa? Dia lebih menyukainya daripada aku.Apa yang mereka lakukan?Kurang lebih seperti itu isi pikiran dari mereka masing-masing. Banyak pertanyaan yang ingin mereka tanyaka
Apakah sekarang saatnya, diriku harus merelekannya? Merelakan dia bahagia dengan orang lain. Kurasa, itu sulit tapi akan kucoba.—Mark Lee.-o-Esok adalah hari di mana Karina dan Jeno bertunangan. Mark juga sudah pulang dari rumah sakit tiga hari yang lalu. Saat ini, ia sedang diApartmentmiliknya seorang diri."Apa yang harus kulakukan?" gumam Mark sembari melanjutkan meneguk segelaswhiskeyyang ada di tangannya.Mark sedang berusaha menghilangkan kegelisahan hatinya. Ia butuh sesuatu agar bisa melupakan seseorang yang selalu memenuhi pikirannya, walaupun sejenak dan alkohol adalah solusi menurutnya. Padahal, dokter sudah menyarankan untuk tidak mengkonsumsi minuma
Semuahalbutuhsebuahproses.Begitujugadenganmelepaskancintapertama.Butuhprosespemulihanhati,entahdalamjangkapanjangataupendek.Semuatergantungpribadidanpemikiranmasing-masing.Jikakauberpikirpositifsetelahnya, prosesituakanmudah