Share

Munafik

"Duh, kamu ini. Tau aja mana barang bagus" bu Darmi tiba-tiba saja datang, Nilam memutuskna untuk bersembunyi di balik tubuh bu Darmi begitu menyadari laki-laki itu masih terus menatapnya lekat.

            "Bu Darmi yang keterlaluan, ada barang bagus malah diem aja. Takut saya enggak bisa beli?" bu Darmi terkikik, perempuan yang menolak di sebut tua meski usianya sudah setengah abad itu sepertinya sedang benar-benar merasa bahagi malam ini.

            "Mana berani saya mikir kayak gitu, yang ini butuh penanganan special, kayak bayi baru lahir. masih polos."

            "Udah banyak yang nawar?" lagi Nilam mendengar laki-laki itu bertanya kepada bu Darmi

            "Lumayan, mereka semua penasaran mau nyobain gimana rasanya main sama yang masih polos. Kadang yang belum pengalaman itu bikin greget katanya" Nilam semakin merapatkan tubuhnya ke sisi bu Darmi karena lama kelamaan ia merasa jengah, laki-laki itu terus memandangnya lekat dari ujung kaki hingga kepala. Nilam bahkan berkali-kali mendapati mata laki-laki itu memandang lama pada bagian dadanya yang memang sedikit terbuka.

Nilam tau kalau tindakannya itu percuma. Nilam masih lebih tinggi di banding bu Darmi yang hanya mampu mencapai telinganya jika menggunakan sepatu hak tinggi, tapi setidaknya berada sedekat mungkin dengan bu Darmi membuat Nilam sedikit merasa aman.

"Berapa?" laki-laki meyesapp minumannya pelan, matanya tidak juga teralihan dari Nilam

"Ahahaha, ke galeri aja ya. Kita omongin disana." Nilam mengangkat alisnya bingung ketika melihat bu Darmi meliriknya dari ekor mata perempuan itu.

            Nilam mendengar laki-laki itu tertawa sebelum melanjutkan percakapannya dengan bu Darmi

            "Jangan kasih ke yang lain ya, bu Darmi ngerti kan?" Nilam tidak mengerti apa yang lucu tapi bu Darmi kembali tertawa dan menganggukan kepala. Bu Darmi juga mengatakan kepada laki-laki itu untuk tidak perlu khawatir, dan menyakinkan kalau laki-laki itu bisa mendapatkan apapun yang ia inginkan.

            Laki-laki itu mengangguk dengan wajah puas dan sekali laki memusatkan pandangannya kepada Nilam sembari berkata

            "Oke birthday girl, sampai bertemu nanti"

***

              Nilam turun ke lantai satu karena haus, ia lupa mengisi gelas minumannya karena terlalu lelah menghadapi banyak tamu bu Darmi di pesta ulang tahunnya semalam.

              “Ra...” Nilam langsung langsung menghentikan langkah kakinya begitu mendengar suara lirih laki-laki yang sangat di kenalnya. Perempuan itu juga mendengar suara-suara aneh dari dapur.

              “Nik, pelan please.” Nilam semakin penasaran, karena itu perempuan itu memutuskan untuk mengendap-endap.

              “Astaga, Nik! Engh, ya itu.. ah.”

              “Sebentar lagi, Ra. Sebentar lagi.” Nilam menutup mulutnya, sama sekali tidak menyangka akan melihat pemandangan tidak senonoh seperti itu.

              “Nik!”

              “Bareng, Ra. Shit.” Nilam langsung berlari ke kamarnya, rasa hausnya hilang begitu juga rasa kantuknya. Tubuhnya bergetar mengingat bagaimana Nik menciumi Rara dengan rakus di dapur tadi.

“Denger Nilam, kalau lo mau hidup di kota lo enggak boleh percaya cinta. Jadi, buang jauh-jauh apapun yang lo pikirin tentang Nik. Percuma, lo cuma bakalan sakit hati nantinya.”

              Nilam mengingat kembali kata-kata Rara saat mereka baru saja selesai membeli gaun untuk perayaan ulang tahunnya. Perempuan itu jelas memperingati Nilam soal Nik, tapi malam ini Nilam justru menemukan Rara berada di dalam pelukan Nik. Mereka bahkan melakukan hubungan menjijikan itu di dapur rumah bu Darmi.

              “Munafik.” Desis Nilam lirih, tangan perempuan itu terkepal karena rasa amarahnya yang tiba-tiba saja datang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status