Share

6. Bertemu CEO Hotel

'Makanan ini, rasanya mirip sekali dengan buatan mendiang istriku,' batin Megantara takjub. Mulutnya tidak bisa berhenti mengunyah. Spagetty yang berisi potongan seafood tersebut ludes dalam hitungan kurang dari lima menit.

"Chef, siapapun yang memasak makanan ini, pekerjakan dia di restoran hotel ini," kata Megantara pada kepala koki yang masih bingung di depannya. Megantara juga tak lupa mengusap jejak air mata di pipinya.

"Apakah makanannya sangat enak sehingga membuat Anda menangis Tuan?" tanya koki hati-hati.

Megantara hanya mengangguk sekilas. Tidak mungkin dia terlalu blak-blakan mengatakan rasa makanan ini begitu lezat di mulutnya setelah bertahun-tahun hanya merasakan makanan yang hambar. Dia sendiri masih takjub dan tidak percaya dengan keanehan ini. Dan kebetulannya, spagetty seafood memang makanan favorit mendiang istrinya.

"Bagaimana dengan dua kandidat yang lainnya tuan?" tanya kepala koki lagi.

"Aku hanya menginginkan yang satu itu. Tapi jika kau ingin menerima lebih dari satu koki, kau bebas menentukan kandidat yang mana yang bisa kita pekerjakan," jawab Megantara tanpa berpikir panjang.

"Baik Tuan. Akan saya laksanakan," jawab Kepala koki lalu undur diri dan meninggalkan ruangan Megantara.

Megantara menghembuskan nafasnya secara perlahan. ada rasa puas tersendiri saat dirinya mendapati perutnya kenyang karena makanan yang terasa lezat di mulutnya. Dia harus mengapresiasi siapa saja yang memasak makanan tersebut.

***

“Ayah,” panggil Sivia saat sang ayah baru saja memasuki rumah. Hari sudah malam, namun Sivia belum juga tidur. Dia berlari ke arah Ayahnya dan memeluk sang ayah.

“Anak ayah belum tidur?” tanya Megantara setelah mengecup kening gadis kecilnya.

“Aku belum bisa tidur jika belum bertemu dengan ayah,” Sivia terlihat sangat manja. Meskipun terkadang Megantara bersikap terlalu tegas pada Sivia, namun sebenarnya Megantara sangat lemah lembut jika di hadapan Sivia. Sangat protektif juga tentunya.

“Baiklah, kau tunggu saja di kamarmu. Setelah ayah membersihkan badan dan berganti baju, ayah akan menyusul ke kamar untuk menemanimu,”

“Oke ayah,” Sivia menurut. Dia berlari kecil menuju ke kamarnya. Megantara tersenyum melihat punggung gadis itu.

Megantara menepati janjinya, tak butuh waktu lama untuknya membersihkan diri, kini dia sudah berjalan menuju ke kamar putri semata wayangnya itu dan masuk ke dalam.

Sivia masih belum memejamkan mata. dia justru sedang mengajak ngobrol boneka kesayangannya sambil merebahkan diri di ranjang pinknya.

“Hello my princess,” Megantara duduk di tepi ranjang milik Sivia.

Sivia tersenyum senang. “Ayah, hari ini aku sedang sangat senang,”

Megantara mengerutkan keningnya, “Apa yang membuat anak ayah sesenang ini?”

“Hari ini ada pelajaran memasak di sekolah. Aku membuat donat bersama bu guru dan menghiasnya. Ayah, aku ingin mahir memasak. Aku ingin jadi seorang koki,” cerita Sivia dengan menggebu-gebu. Ayahnya hanya tersenyum kemudian mengecup kening putri cantiknya.

***

Pagi ini Nalini sedang asyik menikmati sarapan paginya. Dia menggigit roti sandwich yang ia pegang di tangan kanannya sambil tangan kiri memegang hp. Dia sedang membuka notifikasi email yang baru saja masuk. Ketika membaca kalimat di email yang masuk, dia terlonjak sampai hampir tersedak. Dia mendapatkan email dari bagian personalia Mega Hotel. Tempat dimana dia melamar dan mengikuti seleksi sebagai koki.

Dia mendapatkan panggilan untuk bekerja disana. Nalini merasa sangat senang bukan kepayang. Akhirnya dia benar-benar bisa memulai kembali karirnya sebagai seorang koki. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kali ini. dia harus berusaha keras untuk bekerja dengan semaksimal mungkin.

Nalini memberitahukan pada Sandra perihal diterimanya dia bekerja di restoran Mega Hotel. Dan tentu saja Sandra ikut senang mendengar kabar tersebut dan memeluk sahabatnya dengan erat. Dia tau sahabatnya itu memang punya kemampuan memasak yang tak bisa diragukan lagi.

Kini Nalini segera bersiap-siap karena pihak hotel meminta kehadirannya pagi ini juga, beruntungnya Nalini karena dia sudah berdiskusi dengan kepala sekolah  TK Lentera Ilmu agar dalam satu minggu dia hanya mengajar satu hari.

Tak lebih dari satu jam kemudian dia sudah berada di depan gedung hotel. Dengan langkah pasti dia memasuki hotel. Tanpa terburu-buru seperti kemarin saat dia hendak mengikuti seleksi koki. Dia juga berjalan menuju ke resepsionis untuk menanyakan dimana dia bisa menemukan staf bagian personalia.

“Nona Nalini?” tanya seseorang. Nalini menoleh.

“Oh, Selamat pagi Chef,” Nalini segera memberikan salam kepada kepala Chef yang kemarin menyeleksinya.

“Kau datang dengan tepat waktu kali ini,” senyum Kepala Chef membuat Nalini semakin bersemangat. Sepertinya calon bosnya ini sangat suka dengan kedisiplinan waktu.

“Ya chef, saya tidak sabar ingin bergabung dan menjadi bagian dari dapur  restoran di hotel ini. mohon bimbingannya chef,” kata Nalini tulus.

“Baik. Aku tunggu kerja keras dan performamu di sini. Oh ya, kau pasti ingin mencari staf bagian personalia kan? Kau sudah ditunggu di ruang rapat di lantai paling atas. Di dekat kantor CEO,” kata kepala Chef memberi petunjuk.

Nalini mengerutkan keningnya. Mengapa harus jauh-jauh kesana. Sedangkan restoran berada di lantai satu. Sepertinya lantai paling atas adalah tempat yang begitu penting karena ada kantor CEO di dalamnya.

Sang Kepala Chef memahami raut bingung Nalini kemudian berbicara lagi, “Aku tidak tau tapi aku rasa kau adalah orang yang sangat beruntung. CEO sekaligus pemilik Hotel ini ingin bertemu langsung denganmu. Sepertinya ada pekerjaan khusus yang ingin beliau tawarkan padamu,”

Nalini semakin dibuat bingung, “Maksud chef, aku harus bertemu dengan CEO hotel ini sekarang?” rasa gugup dan takut tiba-tiba datang. Ada perlu apa seorang CEO meminta bertemu dengan koki pemula sepertinya.

“Ya, ayo cepat datanglah ke sana. Dan segera cari tau apa maksud dan tujuannya meminta kau menemuinya. Kau tidak perlu aku antar kan?”

Nalini hanya nyengir kuda. Jika dia meminta diantar dia pasti akan dianggap sebagai pegawai yang tidak bisa profesional dan tidak berani menerima tantangan.

Dengan ragu-ragu sambil merapalkan doa, Nalini berjalan menuju ruangan yang disebutkan oleh kepala Chef. Saat dirinya sudah sampai di depan ruang rapat, tangannya yang berkeringat mencoba mengetuk lalu membuka knop pintu secara perlahan.

Dia masuk secara perlahan sambil menunduk, takut jika dia harus berhadapan langsung dengan CEO. Bayangan CEO di pikirannya adalah seorang bapak-bapak paruh baya yang begitu berwibawa dan disegani.

“Selamat pagi pak, saya Nalini. Calon chef yang baru diterima bekerja di sini,” Nalini tau ada sosok pria yang duduk di sebuah kursi namun dia belum berani mengarahkan pandangan ke sosok itu.

“Tak ku sangka kita bertemu lagi di sini Nona,” suara bariton yang familier di telinga Nalini terdengar. Sontak membuat Nalini mengarahkan pandangan ke sumber suara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status