'Makanan ini, rasanya mirip sekali dengan buatan mendiang istriku,' batin Megantara takjub. Mulutnya tidak bisa berhenti mengunyah. Spagetty yang berisi potongan seafood tersebut ludes dalam hitungan kurang dari lima menit.
"Chef, siapapun yang memasak makanan ini, pekerjakan dia di restoran hotel ini," kata Megantara pada kepala koki yang masih bingung di depannya. Megantara juga tak lupa mengusap jejak air mata di pipinya.
"Apakah makanannya sangat enak sehingga membuat Anda menangis Tuan?" tanya koki hati-hati.
Megantara hanya mengangguk sekilas. Tidak mungkin dia terlalu blak-blakan mengatakan rasa makanan ini begitu lezat di mulutnya setelah bertahun-tahun hanya merasakan makanan yang hambar. Dia sendiri masih takjub dan tidak percaya dengan keanehan ini. Dan kebetulannya, spagetty seafood memang makanan favorit mendiang istrinya.
"Bagaimana dengan dua kandidat yang lainnya tuan?" tanya kepala koki lagi.
"Aku hanya menginginkan yang satu itu. Tapi jika kau ingin menerima lebih dari satu koki, kau bebas menentukan kandidat yang mana yang bisa kita pekerjakan," jawab Megantara tanpa berpikir panjang.
"Baik Tuan. Akan saya laksanakan," jawab Kepala koki lalu undur diri dan meninggalkan ruangan Megantara.
Megantara menghembuskan nafasnya secara perlahan. ada rasa puas tersendiri saat dirinya mendapati perutnya kenyang karena makanan yang terasa lezat di mulutnya. Dia harus mengapresiasi siapa saja yang memasak makanan tersebut.
***
“Ayah,” panggil Sivia saat sang ayah baru saja memasuki rumah. Hari sudah malam, namun Sivia belum juga tidur. Dia berlari ke arah Ayahnya dan memeluk sang ayah.
“Anak ayah belum tidur?” tanya Megantara setelah mengecup kening gadis kecilnya.
“Aku belum bisa tidur jika belum bertemu dengan ayah,” Sivia terlihat sangat manja. Meskipun terkadang Megantara bersikap terlalu tegas pada Sivia, namun sebenarnya Megantara sangat lemah lembut jika di hadapan Sivia. Sangat protektif juga tentunya.
“Baiklah, kau tunggu saja di kamarmu. Setelah ayah membersihkan badan dan berganti baju, ayah akan menyusul ke kamar untuk menemanimu,”
“Oke ayah,” Sivia menurut. Dia berlari kecil menuju ke kamarnya. Megantara tersenyum melihat punggung gadis itu.
Megantara menepati janjinya, tak butuh waktu lama untuknya membersihkan diri, kini dia sudah berjalan menuju ke kamar putri semata wayangnya itu dan masuk ke dalam.
Sivia masih belum memejamkan mata. dia justru sedang mengajak ngobrol boneka kesayangannya sambil merebahkan diri di ranjang pinknya.
“Hello my princess,” Megantara duduk di tepi ranjang milik Sivia.
Sivia tersenyum senang. “Ayah, hari ini aku sedang sangat senang,”
Megantara mengerutkan keningnya, “Apa yang membuat anak ayah sesenang ini?”
“Hari ini ada pelajaran memasak di sekolah. Aku membuat donat bersama bu guru dan menghiasnya. Ayah, aku ingin mahir memasak. Aku ingin jadi seorang koki,” cerita Sivia dengan menggebu-gebu. Ayahnya hanya tersenyum kemudian mengecup kening putri cantiknya.
***
Pagi ini Nalini sedang asyik menikmati sarapan paginya. Dia menggigit roti sandwich yang ia pegang di tangan kanannya sambil tangan kiri memegang hp. Dia sedang membuka notifikasi email yang baru saja masuk. Ketika membaca kalimat di email yang masuk, dia terlonjak sampai hampir tersedak. Dia mendapatkan email dari bagian personalia Mega Hotel. Tempat dimana dia melamar dan mengikuti seleksi sebagai koki.
Dia mendapatkan panggilan untuk bekerja disana. Nalini merasa sangat senang bukan kepayang. Akhirnya dia benar-benar bisa memulai kembali karirnya sebagai seorang koki. Dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kali ini. dia harus berusaha keras untuk bekerja dengan semaksimal mungkin.
Nalini memberitahukan pada Sandra perihal diterimanya dia bekerja di restoran Mega Hotel. Dan tentu saja Sandra ikut senang mendengar kabar tersebut dan memeluk sahabatnya dengan erat. Dia tau sahabatnya itu memang punya kemampuan memasak yang tak bisa diragukan lagi.
Kini Nalini segera bersiap-siap karena pihak hotel meminta kehadirannya pagi ini juga, beruntungnya Nalini karena dia sudah berdiskusi dengan kepala sekolah TK Lentera Ilmu agar dalam satu minggu dia hanya mengajar satu hari.
Tak lebih dari satu jam kemudian dia sudah berada di depan gedung hotel. Dengan langkah pasti dia memasuki hotel. Tanpa terburu-buru seperti kemarin saat dia hendak mengikuti seleksi koki. Dia juga berjalan menuju ke resepsionis untuk menanyakan dimana dia bisa menemukan staf bagian personalia.
“Nona Nalini?” tanya seseorang. Nalini menoleh.
“Oh, Selamat pagi Chef,” Nalini segera memberikan salam kepada kepala Chef yang kemarin menyeleksinya.
“Kau datang dengan tepat waktu kali ini,” senyum Kepala Chef membuat Nalini semakin bersemangat. Sepertinya calon bosnya ini sangat suka dengan kedisiplinan waktu.
“Ya chef, saya tidak sabar ingin bergabung dan menjadi bagian dari dapur restoran di hotel ini. mohon bimbingannya chef,” kata Nalini tulus.
“Baik. Aku tunggu kerja keras dan performamu di sini. Oh ya, kau pasti ingin mencari staf bagian personalia kan? Kau sudah ditunggu di ruang rapat di lantai paling atas. Di dekat kantor CEO,” kata kepala Chef memberi petunjuk.
Nalini mengerutkan keningnya. Mengapa harus jauh-jauh kesana. Sedangkan restoran berada di lantai satu. Sepertinya lantai paling atas adalah tempat yang begitu penting karena ada kantor CEO di dalamnya.
Sang Kepala Chef memahami raut bingung Nalini kemudian berbicara lagi, “Aku tidak tau tapi aku rasa kau adalah orang yang sangat beruntung. CEO sekaligus pemilik Hotel ini ingin bertemu langsung denganmu. Sepertinya ada pekerjaan khusus yang ingin beliau tawarkan padamu,”
Nalini semakin dibuat bingung, “Maksud chef, aku harus bertemu dengan CEO hotel ini sekarang?” rasa gugup dan takut tiba-tiba datang. Ada perlu apa seorang CEO meminta bertemu dengan koki pemula sepertinya.
“Ya, ayo cepat datanglah ke sana. Dan segera cari tau apa maksud dan tujuannya meminta kau menemuinya. Kau tidak perlu aku antar kan?”
Nalini hanya nyengir kuda. Jika dia meminta diantar dia pasti akan dianggap sebagai pegawai yang tidak bisa profesional dan tidak berani menerima tantangan.
Dengan ragu-ragu sambil merapalkan doa, Nalini berjalan menuju ruangan yang disebutkan oleh kepala Chef. Saat dirinya sudah sampai di depan ruang rapat, tangannya yang berkeringat mencoba mengetuk lalu membuka knop pintu secara perlahan.
Dia masuk secara perlahan sambil menunduk, takut jika dia harus berhadapan langsung dengan CEO. Bayangan CEO di pikirannya adalah seorang bapak-bapak paruh baya yang begitu berwibawa dan disegani.
“Selamat pagi pak, saya Nalini. Calon chef yang baru diterima bekerja di sini,” Nalini tau ada sosok pria yang duduk di sebuah kursi namun dia belum berani mengarahkan pandangan ke sosok itu.
“Tak ku sangka kita bertemu lagi di sini Nona,” suara bariton yang familier di telinga Nalini terdengar. Sontak membuat Nalini mengarahkan pandangan ke sumber suara.
Nalini tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dia dipertemukan lagi dengan lelaki itu. Lelaki yang bertemu dengannya di pesawat sekaligus seorang ayah yang menuduhnya menculik seorang anak perempuan.“Kau seperti sedang melihat hantu saja Nona,” cibir Megantara.“Anda memang seperti hantu karena berada dimana-mana,” celetuk Nalini. kemudian dia menutup mulutnya dengan tangan. Dia menyadari bahwa yang sedang ia hadapi adalah CEO hotel ini. itu artinya lelaki di hadapannya adalah bos dari bosnya.Megantara terkekeh, “Akupun tak menyangka jika kau adalah chef yang diterima di restoran hotelku. Aku pikir chefnya seorag pria. Dan dari penampilanmu tidak menunjukkan jika kau bisa mengelola dapur”.Kata-kata Megantara terdengar meremehkan di telinga Nalini.“Saya juga tidak menyangka jika Anda adalah CEO sekaligus pemilik hotel sebesar ini,” Nalini memberanikan diri untuk membalas. Tapi memang betul, pada kenyataannya Nalini pikir pemilik hotel ini adalah seorang pria yang sudah berumur, b
“Ya, aku akan menerima tugas dari Anda jika aku diperbolehkan untuk mengambil libur dua hari. Hari Minggu dan Senin. Karena aku ingin menikmati akhir pekanku dan Senin aku ingin mengajar di TK,” kata Nalini memberanikan diri menyuarakan keinginannya.“Di restoran ini tidak ada karyawan yang mengajukan libur di akhir pekan karena restoran akan lebih ramai saat akhir pekan,” Megantara merasa syarat yang diajukan Nalini sulit untuk di penuhi.“Inilah mengapa aku meminta ijin khusus, karena tugas yang harus aku jalani juga khusus,” Nalini mencoba bernegosiasi.Megantara terdiam dan berpikir sejenak. Gadis di hadapannya pintar juga. Dia pasti merasa sangat dibutuhkan sehingga berani mengajukan syarat. Padahal dia bukan siapa-siapa jika bukan karena makanan buatannya terasa enak di lidah Megantara.“Bagaimana Pak? Apakah syarat saya diterima? Jika tidak, maka dengan berat hati saya memilih untuk menjadi koki restoran biasa saja. Karena tugas khusus dari Anda akan cukup sulit untuk di lakuka
Nalini berjalan mendorong troli berisi makanan masuk ke ruangan Megantara.“Apakah kau tidak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu ketika memasuki ruangan bosmu?”“Maaf pak, saya terburu-buru karena restoran siang hari ini sangat ramai. Saya harus cepat-cepat kembali ke tempat kerja saya,” jawab Nalini memberikan alasan. Dia segera meletakkan makanan di meja tamu milik Megantara. Karena dia tidak mungkin menghidangkannya langsung di meja kerja Megantara yang penuh dengan berkas.Megantara beranjak dari duduknya, mengendorkan dasinya dan duduk di sofa. Menatap makanan yang tersaji dengan mulut menganga. Dia sudah tidak sabar untuk memindahkan makanan itu ke mulutnya.“Banyak koki lain yang bisa mengurus pelanggan restoran. Tugas utamamu adalah mengurus makanku,” Megantara memberikan ultimatum dengan nada ketusnya. Tapi ekspresinya berubah manis saat sudah menyendokkan spagetty ke mulutnya. Dia benar-benar bisa memanjakan lidahnya.Nalini menahan senyumnya melihat sang bos yang bersikap a
“Ssssttt. Jangan keras-keras,” kata Kepala Chef pada Nalini dan Nalini menjawab dengan anggukan. “Aku yakin seratus persen, barusan Vero memperingatkanmu untuk tidak bersikap genit dan menggoda Pak Megantara,” kepala Chef menebak.“Ya, tebakan Anda tepat sekali, dan aku sempat heran tapi kini aku sudah memahaminya,” Nalini terkekeh.“Pak Megantara memang high quality duda di dunia ini, kau harus merasa beruntung bisa berkomunikasi langsung dengan beliau. Jadi jangan kaget jika banyak pegawai di hotel ini merasa iri padamu,” kepala Chef ternyata bukan orang yang pendiam. Dia adalah pria yang banyak bicara. Mungkin juga bisa dikategorikan suka menggosip. Nalini tertawa dalam hati.“Padahal aku merasa biasa saja, dan sesungguhnya aku tidak ingin mencari musuh di sini,” kata Nalini. Nadanya sedikit miris mengingat pengalaman bekerjanya di luar negeri yang begitu pahit.“Kalau begitu, tunjukkan pada mereka bahwa kau ada di sini murni karena kemampuanmu. Aku yakin kau bisa,” kata kepala Che
Megantara meninggalkan rapat pentingnya dan langsung menuju ke rumah sakit saat wali kelas Sivia memberitahunya bahwa Sivia terserang alergi. Megantara tak bisa melajukan mobilnya dengan cepat karena jalanan yang macet. Dia hanya berdoa semoga tidak terjadi hal buruk pada Sivia karena selama ini dia selalu mewanti-wanti pada anggota keluarganya agar menjauhkan makanan yang bisa mencetuskan alergi Sivia.Sesampainya di rumah sakit, dia berlari menyusuri memasuki IGD dan mencari keberadaan putri kecilnya.“Sivia,” seru Megantara lantang saat melihat Sivia terbaring lemah di ranjang rumah sakit.Dia berjalan mendekat dan menggenggam tangan Sivia, “Sayang, kau baik baik saja?” kata Megantara dengan lembut. Dielusnya pipi merah milik Sivia. Sivia membuka kelopak matanya dan tersenyum melihat kedatangan sang ayah.“Ayah,” Sivia duduk dan memeluk sang ayah.Megantara mengelus punggung sang anak. dia menghembuskan nafasnya lega. Anaknya baik-baik saja. Tapi mengapa keteledoran terjadi. Dia me
Megantara melihat ke arah jam tangannya. Sudah pukul sepuluh pagi, namun sarapannya belum juga datang. Dia sudah kelaparan. Sedari tadi dia hanya meminum kopi pahit dan mengerjakan pekerjaan.“Kemana gadis itu? Apakah sudah bosan bekerja di sini?” gerutu Megantara. Dia beranjak dari duduknya. Berjalan mondar mandir.“Apakah gadis itu marah padaku karena memarahinya dan tidak mau memasak untuknya lagi?” Megantara berpikir keras. Dan lalu menggelengkan kepala. Hal ini tidak boleh terjadi. Dia akan kehilangan seleranya lagi jika bukan gadis itu yang memasakkan makanan untuknya.Megantara berinisiatif mendatangi restoran sendiri. Dia berjalan keluar dari kantornya dan berjalan menuju restoran. Di dalam perjalanannya semua orang yang berpapasan dengannya menunduk dan memberi salam.Dia duduk di salah satu kursi di restoran. Secara otomatis beberapa pegawai langsung menghampirinya.“Selamat pagi Pak Megantara. Adakah yang bisa saya bantu?” tanya salah satu waiters senior di restoran.Para p
Wajah sang ibu memerah. Beberapa detik kemudian dia justru menangis sesenggukan. Dia tidak tau bagaimana cara menjelaskan pada Nalini tentang keberadaan sang adik. “Bu, mengapa ibu justru menangis? Ada apa dengan Nalita?” Nalini tidak tau maksud dari tangisan sang ibu. Sang ibu tetap belum sanggup merespon pertanyaan Nalini. “Apa Nalita juga kabur dari rumah karena tidak sanggup dengan paksaan ayah? Apa yang sudah ayah paksakan terhadap kehidupan Nalita, Bu?” Nalini mencoba menebak. Meskipun dia ragu dengan tebakannya sendiri. Nalita bukan gadis yang suka membangkang seperti dirinya. Apakah mungkin Nalita akan mengikuti jejaknya dengan berbuat nekat? Sang ibu menggeleng. Memberi tanda bahwa apa yang di katakan Nalini tidak tepat. Nalini mengusap pipi sang ibu dan membantu menghapus bulir air mata yang belum berhenti berjatuhan. “Tidak, Lin. Bukan seperti itu kenyataan yang terjadi. Ibu malah akan bersyukur jika Nalita memilih untuk kabur sepertimu,” jawaban dari sang ibu justru mem
Megantara membolak balik beberapa lembar foto para gadis beserta biodata lengkapnya. Ibunya mengumpulkan banyak informasi mengenai gadis yang dinilai cocok untuk dijadikan pendamping Megantara. Megantara meletakkan lembaran-lembaran itu dengan kasar. Dia menyandarkan kepalannya di sandaran kursi kerjanya dan mendengus. Ibunya benar-benar kurang kerjaan.Sudah berkali-kali dia mengatakan pada sang ibu bahwa bukan hal yang mudah untuk memutuskan mencari pasangan lagi. Ada Sivia yang harus dia jaga agar bertumbuh dengan bahagia. Megantara tidak mau egois dengan mengorbankan perasaan putrinya. Lagipula saat ini belum ada gadis yang benar-benar membuatnya jatuh cinta. Jujur termasuk sang istripun begitu.Rasa yang Megantara miliki untuk istrinya jika ditelusuri dengan baik bukanlah rasa cinta yang mendalam. Selama menikah, dia tidak pernah mencintai sang istri. Hadirnya Sivia kedunia inipun bukan karena saling cinta. Sivia hadir karena keteledoran Megantara di suatu malam saat dia begitu p