Perlahan, kondisi Jo mengalami perkembangan baik. Tidak, bukan berarti ia telah sembuh. Nafsu makannya perlahan kembali, ia mulai mencoba untuk berjalan dan menggunakan kedua tangannya dengan lebih aktif, daya ingatnya yang masih baik, dan tentunya adalah semangat untuk terus bertahan sekali lagi sebelum Mawar mengajaknya.
Jo telah berhenti sekolah, sudah resmi. Tapi, setiap harinya pasti akan ada teman sekelas yang datang untuk menjenguk secara bergantian, tentu saja selain Eva, Ezra, dan Jendra. Jangan tanyakan mereka. Mereka akan datang kapanpun sesuka hati mereka, seakan rumah sakit sudah seperti rumah Jo yang bisa seenaknya mereka datangi tanpa izin.
Sudah berlalu lima hari semenjak Jo sadar dari komanya. Siang ini, tak ada yang menemani Jo. Bukan berarti ia ditinggalkan. Ia yang memaksa semua orang untuk tidak menemaninya siang itu. Pun, takdir nyatanya memberi izin atas keinginan Jo. Hazell dan June pergi mengurus persidangan kedua yang masih
Membunuh adalah tindakan dengan konsekuensi besar. Ia mati-matian memaki dan menghina Adianto karena membunuh istrinya sendiri akibat stres karena dirinya telah membuat Adianto menderita. Dan kini, tanpa ia sadari, ia membunuh anak kandungnya sendiri. Ia sadar anaknya sekarat, tapi ia tak benar-benar serius akan membunuh anaknya. Yang ia inginkan hanyalah keputusan istri dan anak pertamanya untuk menarik tuntutan dengan mempertaruhkan anak perempuan hasil hubungan ilegalnya.Nafas Jo hilang dan timbul dengan jarak yang sangat panjang, bukan lagi Senin-Kamis, tapi sudah seperti dari Senin ke Senin. Pucat pasi di wajah, bahkan tangan yang terluka akibat jarum infus yang dilepas paksa itu sudah seputih mayat. Kepalanya terkulai ke depan, seiring dengan tubuhnya yang ikut jatuh ke depan. Kalau tidak terikat pada kursi, tubuh itu pasti sudah jatuh ke lantai."C-Cek nadinya!" titah Rendyka.Beberapa anak buahnya tampak ragu, bahkan
Jendra menggenggam tangan Jo yang terbebas dari infus, namun di jari telunjuknya tersemat pulse oxymeter yang terhubung ke monitor pasien untuk memastikan saturasi oksigen.Jo sudah sadar, tapi saat Jendra masuk, Jo kembali memejamkan mata. Kini, sudah 15 menit Jendra hanya memandangi Jo yang terlelap. Terdapat memar di pipi Jo. Meski terhalang oleh masker oksigen, tapi memar itu terlihat sangat jelas. Jendra mengelus pelan pipi itu. Tampaknya sangat menyakitkan. Amarah menggemuruh di dadanya. Kalau Rendyka bukan ayahnya Jo, Jendra pasti akan mencekik Rendyka sampai mati."Jen... mual..."Jendra terlonjak dan berdiri tiba-tiba. Ia berlari ke kamar mandi untuk mengambil baskom untuk mandi. Ia kembali dan sudah melihat Ara terduduk dengan membungkuk sambil menutup mulutnya, membiarkan masker oksigen menggantung di lehernya. Jendra langsung menyelipkan ember itu di atas pangkuan Jo, membiarkan kekasihnya memuntahkan isi lambungny
Dulu, bagi Jo, nggak ada musim semi. Adanya musim dingin terus, sampai Jo nggak bisa gemuk karena lemak Jo dipake buat menghangatkan tubuh Jo.Walaupun nggak sampai setengah waktu Jo di musim dingin, akhirnya Jo ngerasain musim semi.Makasih buat:1. Papa yang udah ajarin Jo arti hidup2. Ayah yang udah ajarin Jo arti memaafkan3. Ibu yang udah ajarain Jo arti keadilan4. Kak Zell yang udah ajarin Jo arti kejujuran5. Kak Olv yang udah ajarin Jo arti persaudaraan6. Eva yang udah ajarin Jo arti persahabatan7. Ezra yang udah jagain Jo dari dulu, itu berarti banget buat Jo8. My first and last love, Jendra, yang udah ajarin Jo cinta dan kasih sayangNggak banyak yang bisa Jo sampaikan, soalnya Jo nggak kuat ngomong banyak. Ini aja udah take kesekian sampai bener-bener selesai. Jadi, maaf kalau rekaman suaranya putus-putus.Jo udah siapin kenang-kenangan buat kalian semua. Na
Tak ada kasih sayang sejauh ia dapat mengingat. Tak ada kehangatan yang ia rasakan sejauh ia dapat mengingat. Hanya siksaan fisik, mental, dan perasaan yang ia dapatkan sejauh ia dapat mengingat.Lalu, untuk apa aku dilahirkan? Untuk apa Tuhan memberiku hidup?Setiap hari, hanya dua kalimat itu yang selalu berputar di otaknya, baik pagi, siang, sore, malam, bahkan menghantuinya hingga dalam mimpi. Kalimat yang sudah cukup baginya untuk bertahan hidup demi menemukan jawaban. Meski hari ini ia tidak menemukannya, ia akan mencobanya besok, dan begitu seterusnya.Tubuh, pikiran, dan hati boleh merasa lelah. Tapi, ia tidak lelah untuk bertahan hidup, karena ia percaya bahwa Tuhan punya jawaban yang besar untuknya di masa depan, meski ia tahu bahwa 'kapan' adalah pertanyaan yang abstrak."Tuhan tidak suka dengan umat-Nya yang tidak mau berjuang. Tuhan tidak pernah memberikan masalah untuk
Siapapun yang mendengar, pasti akan tutup mata dan tutup telinga, seakan merekalah yang menjadi sasarannya. Nyatanya, korban yang sebenarnya hanya bisa mengernyit setiap kali cambukan itu mendarat di tubuhnya. Tidak ada keluhan, tidak ada desahan. Bahkan, sejauh yang bisa diingat, ia sama sekali tidak bernapas, seakan bernapas hanya akan menambahkan rasa sakit. Baginya, diam adalah cara terbaik."Nggak guna! Pembawa sial!" Maki lelaki bertubuh gempal sambil memainkan sabuk kulitnya yang panjang dan telah cukup usang. Bukan karena sering dipakai sebagaimana seharusnya. "Telat 10 menit, 10 cambukan. Gue udah bilang berkali-kali, 'kan? Gara-gara lo telat, gue jadi telat makan. Perut gue sakit. Tambah 10 cambukan."Meski seharusnya menerima 20 cambukan dari dua kesalahan, tapi nyatanya yang didapat lebih dari itu. Tak ada keluhan, karena satu kata keluar dari mulutnya hanya akan mendatangkan 10 cambukan lainnya. Men
Sejak diselamatkan dari rumah kecil yang telah menjadi saksi bisu perbuatan Adianto, Jo pun dibawa ke panti sosial anak milik negara. Namun, hidupnya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia tetap menjadi anak yang teraniaya, terkucilkan, dan mengenaskan. Ia tak diterima di sana, seakan ia tak punya hak untuk hidup di dunia ini. Ya begitulah kejamnya takdir terhadap hidupnya.Jo sedang berjongkok di depan kandang kelinci dan ayam, peternakan kecil di halaman belakang asrama. Tiba-tiba, seseorang mendorong tubuhnya hingga terjerembab setengah badannya masuk ke kandang tersebut dan terkena kotoran kelinci dan ayam yang sedang ia kumpulkan untuk kebersihan kandang. Ya, saat itu ia sedang bertugas membersihkan peternakan kecil bersama dua teman asramanya. Jo tak merintih, hanya meringis kecil karena terkejut. Meski ia kini kotor oleh kotoran hewan, tapi ia tidak mengeluh. Ia hanya membersihkan tubuhnya dengan mengibas-ngibaskan tangannya.
Hasil DNA mengungkapkan kebenaran terkuat. Kini, bukti berupa surat tulisan tangan Mawar dan hasil pemeriksaan DNA sudah lebih dari cukup untuk menuntut pertanggungjawaban Rendyka dan Jully untuk nasib hidup Jo setelah ini.Hari ini, Hazell membawa Jo pergi dari panti sosial, lengkap dengan barang-barang milik Jo. Hazell membawa Jo ke rumah orang tuanya yang berada di Bandung. Di sana, Hazell juga telah menyiapkan panggung pertunjukan besar, karena ia turut mengundang Jully. Tak lupa, Daisy selaku pengacara Jo juga akan datang dengan sejumlah berkas yang akan membantu proses tuntutan. Kali ini, mereka tidak akan membawa nama kepolisian. Mereka akan mencoba melalui cara yang kekeluargaan."Kamu tidur aja, Dek. Perjalanannya cukup jauh," kata Hazell dengan lembut, seraya mengusap kepala Jo yang duduk tepat di kirinya.Jo mengangguk sebagai tanggapan.
Selama ini, bangunan yang bisa ia sebut sebagai rumah hanyalah saksi bisu yang kini sudah terjual, dengan uang hasil penjualan telah Jo terima sepertiganya, sisanya ia berikan pada Daisy dan Hazell sebagai biaya kebutuhan persidangan selama ini. Meski Daisy dan Hazell menolak, tapi Jo memaksa dengan sangat keras kepala.Kini, Jo telah memiliki tempat yang bisa ia sebut sebagai rumah tanpa membuatnya harus berpikir berkali-kali untuk pulang, karena di rumah ini ia tak perlu merasa takut. Di rumah ini, ia merasa sangat nyaman dan aman. Bahkan, kalau bisa, ia ingin ada di rumah seharian penuh dan berkumpul bersama kakak-kakaknya, Hazell dan Oliver.Sejak masalah itu, Hazell membawa Jo tinggal di apartemen miliknya. Setahun kemudian, Oliver ikut merantau ke Jakarta untuk bersekolah di SMA swasta elite dengan beasiswa yang ia terima. Rendyka memang awalnya tak mau mengakui Jo sebagai anaknya, tapi ia akhirnya m