Hari mulai berlalu sejak kejadian pertengkaran antara Herra dan Rizhan. Sungguh pertengkaran itu sangat merusak mood. Dia hanya kesal dengan sikap Rizhan yang terlalu mengekang dirinya. Dia tidak suka jika Rizhan bersikap mengatur dirinya. Terhitung sudah tiga hari sejak pertengkaran itu terjadi.
Tak ada niatan dalam diri Herra untuk memanggil Rizhan. Ia masih dalam mode marah saat ini. Mungkin dalam beberapa hari amarahnya akan mereda dan dia akan mengajak bicara Rizhan pelan-pelan.
Selama tiga hari itu, Herra menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Bangun pagi langsung berangkat kerja. Bedanya selama tiga hari ini, Herra tidak sarapan. Biasanya setiap pagi ada saja aroma lezat dari masakan Rizhan. Sekarang tidak ada lagi. Palingan ia hanya sarapan roti dibalut dengan isian selain. Karena Herra adalah seorang wanita yang minim akan pengetahuan memasak. Ia pernah sekali memasak
"Maafin aku yah," celetuk Rizhan menatap dalam wajah Herra.Herra juga ikut menatap mata coklat gelap itu untuk mencari kebohongan. Nihil, mata itu memancarkan ketulusan."Kamu yakin? Aku akan menerima permintaan maafmu jika kamu bersungguh-sungguh enggak akan melakukan hal itu lagi," ucap Herra"Iya deh, aku akan janji untukmu. Tapi, bisakah kamu menerima permintaanku?" tanya Rizhan"Apa?" tanya Herra balik."Kamu harus hati-hati dengan orang asing yang mendekatimu. Aku hanya enggak mau terjadi apa pun padamu," pintar Rizhan seraya mengelus dengan pelan pipi Herra."Iya, aku akan hati-hati kok. Kamu tenang aja," balas Herra dengan senyuman."Jadi, aku dimaafin nih?" tanya Rizhan
Seorang wanita tengah mengoleskan sedikit make up ke wajahnya. Wajahnya tampak berbinar. Apalagi saat melihat jepit rambut berwarna merah muda yang ada di rambutnya. Ia masih tidak menyangka kalau Rizhan akan membuatkan sesuatu untuknya. Ternyata ada sisi baiknya juga ia bisa menyentuh sesuatu.Setelah dirasa cukup dengan riasannya, ia memperhatikan lagi pakaian yang ia kenakan. Pas. Lalu, ia mengambil tasnya dan segera keluar kamar.Wangi masakan langsung masuk ke dalam indra penciumannya begitu keluar dari kamarnya. Ia langsung melebarkan senyumannya dan segera melangkah menuju dapur. Sosok tegap itu lagi yang sedang memasakkan sarapan untuknya.Ia sungguh senang karena sudah berbaikan dengan Rizhan. Ia bisa merasakan kembali kehangatan rumah berkat Rizhan.Semoga aja ini enggak cepat berakhir, Tuhan ~ bat
Herra kembali ke perusahaan setelah melakukan pertemuan dengan klien. Hatinya masih agak tidak tenang saat ini karena memikirkan kejadian di kafe itu. Herra berusaha mengendalikan dirinya untuk bersikap normal.Namun, Herra dilanda kebingungan saat masuk dalam perusahaan. Ia merasakan perasaan deja vu. Para karyawan di perusahaan Volker Group seperti membicarakannya kembali. Herra sedikit merasa risih karena tatapan mereka yang begitu sinis. Tapi Herra berusaha menampiknya. Karena tujuannya datang ke perusahaan adalah untuk bekerja bukan untuk mengurusi pembicaraan para karyawan yang akan membuatnya naik pitam.Herra masuk dalam ruangannya dan menaruh tasnya di atas meja. Herra menghela napa kasar dan memijat keningnya yang berdenyut. Semakin lama orang-orang di perusahaan semakin memusuhinya. Padahal Herra tidak melakukan kejahatan apa pun.T
Herra pulang ke rumahnya dalam keadaan lesu. Kejadian itu terlalu bertubi-tubi. Setelah ia mengetahui berita kematian Tuan Rayan, ia harus dilimpahin kembali dengan berita kematian dua karyawan di perusahaannya.Yang menjadi pertanyaan untuknya adalah mengapa orang yang meninggal itu adalah orang yang sudah mengusiknya. Pertama, Tuan Rayan yang ingin melecehkannya. Kedua, dua wanita itu yang baru saja memfitnahnya. Bohong jika ia bilang tidak menyangkut pautkan masalah itu dengan Rizhan. Sejak tadi ia sangat khawatir kalau Rizhan adalah pelaku dari dua kejadian pembunuhan itu.Herra membuka pintu apartemennya. Ia sepertinya merasa kalau Rizhan tidak ada di dalam apartemen. Herra menghela napas kasar. Ia berjalan menuju arah dapur untuk menyegarkan tenggorokannya. Herra juga sedari tadi tidak ada meminum air putih. Mungkin itu yang menyebabkannya sedikit pusing sekarang ini.&
'sret'Rizhan mengambil paksa ponsel Herra dari tangannya. Rizhan memandang penuh amarah pada Herra."Bagaimana bisa kamu melakukan ini Herra?! Apa aku ini sudah enggak berarti apa-apa untukmu?!" geram RizhanHerra sangat terkejut karena Rizhan tiba-tiba merampas ponselnya dan menyembunyikannya."Rizhan! Kembalikan ponselku! Aku udah capek dengan sikapmu. Ku mohon, aku ingin mengakhiri ini semua," protes Herra seraya berusaha mengambil kembali ponsel yang ada di tangan Rizhan.Rizhan dengan cepat menaikkan ponsel itu ke atas hingga Herra tak dapat meraihnya. Rizhan mendorong tubuh Herra hingga terjatuh di kursi meja makan."Aku enggak mau Herra! Aku enggak akan membiarkanmu menekan tombol pemberhentian kontrak ini! Aku enggak mau pisah darimu," tolak Rizh
Seorang wanita tengah sibuk memasak di dapur. Suara siulan di bibirnya menemaninya mengaduk masakan berupa nasi goreng. Senyum terpatri di bibirnya.'grep'Wanita itu langsung terkejut begitu sebuah tangan tiba-tiba memeluknya. Segera ia menoleh pada sosok yang dengan tidak etisnya memeluk dirinya hingga terkejut."Ri-Rizhan?!" pekiknya"Hai sayang," celetuk Rizhan yang semakin mengeratkan pelukannya."Rizhan, kamu terlalu erat memelukku. Ayo lepaskan! Aku lagi masak ini," protes Herra berusaha melepaskan pelukannya.Bukannya melepaskan pelukannya, Rizhan malah menelusupkan kepalanya di leher Herra. Herra langsung tersentak begitu bibir Rizhan menyentuh permukaan lehernya."Rizhan!
Herra berjalan dengan lesu menuju ke kamar mandi. Walaupun tubuhnya saat ini sangat letih. Mau tidak mau dia harus berangkat kerja. Entah kenapa saat ini ia tak memiliki gairah untuk hidup sejak kejadian itu.Hidupnya perlahan semakin berubah. Rizhan yang mulai mengaturnya sangat membuatnya terbatas untuk pergi ke manapun. Rizhan benar-benar mengekangnya. Entahlah, setiap bangun pagi tubuhnya senantiasa kelelahan seperti remuk.Tak butuh waktu lama untuknya membersihkan tubuhnya. Setelah mandi ia segera memakai pakaian kantornya dan berdandan sedikit.Baru membuka pintu kamarnya, ia dibuat terkejut dengan kehadiran Rizhan di depan pintu kamarnya. Refleks Herra memundurkan langkahnya."A-Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Herra seraya menundukkan pandangannya.Sejak kej
Herra meregangkan ototnya yang kaku karena terus mengerjakan pekerjaannya di depan komputer. Ia juga melepas kacamatnya untuk sejenak lalu meneteskan obat mata karena matanya terasa kering.'tok-tok'"Permisi Nona""Iyah, silahkan masuk Tella," ucap Herra pada salah satu karyawan.Wanita yang bernama Tella itu segera masuk."Ada seorang wanita di depan yang mengatakan ingin bertemu dengan Nona," ucap Tella"Tella, udah berapa kali aku bilang. Jangan panggil aku 'Nona', panggil aja aku Herra. Lagipula kita sama-sama karyawan di sini," timpal Herra"Iya Nona. Eh? Herra," balas Tella seraya tersenyum."Kau ini. Ya udah orangnya ada di mana?" tan