Share

BAB 4 Hari Pertama Bekerja

“Maafkan aku,” ucap Fanny mencoba mengakhiri sikap buruknya.

Adam tersenyum penuh kemenangan. Namun dia tidak puas dengan pengakuan Fanny tersebut, dia tertarik untuk semakin membuat wanita itu kesal dan sangat ingin menggodanya.

“Kau akan langsung bekerja hari ini juga! Tanda tangani ini dan bagian personalia akan menyelesaikannya nanti!” ucap Adam sambil menyodorkan sebuah surat kontrak kepada Fanny.

“Dua puluh ribu dollar?” ucap Fanny terbelalak.

“Tanda tangani sekarang sebelum aku berubah pikiran!” bentak Adam kemudian.

Tanpa menunda, dan bahkan tanpa membacanya lagi Fanny langsung menandatanganinya. Sebuah kecerobohan yanga kan disesalinya nanti.

“Jhon, tunjukan tikus ini meja kerjanya!” ucap Adam yang tidak ingin kehilangan dominasinya menunjuk Jhon untuk mengantarkan Fany ke meja kerjanya.

“Baik Tuan,” jawab sang ajudan dengan sigapnya.

“Nona Fanny, di sini meja kerja Anda,” ucap Jhon sambil membuka pintu di belakang meja kerja Adam.

“Di sini? ruangan ini satu ruangan dengannya?” ucap Fanny dengan suara setengah berbisik kepada Jhon.

Dan Jhon pun menjelaskan jika sebelumnya semua kuasa hukum Hussein Group juga menempati ruangan tersebut.

“Baik Pak Jhon, terima kasih,” ucap Fanny berusaha menjaga keprofesionalannya.

Fanny segera menyusun mejanya. Sepertinya memang meja ini sudah sangat lama ditinggalkan pemiliknya. Terlihat debu sangat tebal di meja dan tumpukan dokumen tersebut.

“UHUK”

Fanny pun terbatuk-batuk karenanya. Adam tak tinggal diam, dia segera meminta staf pelayanan ruangan untuk membersihkan ruangan kerja Fanny.

Tak berselang lama, dua staf pelayanan ruangan pun datang.

“Stupid! Kau keluar dulu supaya mereka bisa bekerja!” ucap Adam yang kesal melihat Fanny justru ikut sibuk membantu dua staf pelayanan ruangan itu di dalam.

Tak ingin berdebat, Fanny pun melangkah keluar.

“Otakmu kepiting goreng juga ya! Untuk apa aku menggaji mereka jika kau yang ku gaji lebih besar harus menyelesaikan pekerjaan mereka!” rutuknya menggerutu kesal.

Fanny hanya diam saja, dia tak akan lagi menimpali lelaki itu di jam kerjanya. Tentu saja ini demi keprofesionalannya.

Menyadari Fanny tak lagi merasa terganggu oleh sikapnya, Adam memutar otak untuk bisa membuat Fanny kesal.

“Jhon, panggil Mayang ke kantorku siang ini,” ucap Adam kepada ajudannya itu yang sontak terbelalak.

Pukul sepuluh pagi, ruangannya telah bersih dan nyaman. Fanny pun bisa leluasa mengatur ruangan tersebut. Ruangannya itu hanya tersekat oleh kaca tipis saja, sehingga semua yang dilakukannya akan langsung terpantau oleh Adam begitupun sebaliknya.

“Sangat bagus, semua dokumen sudah tertata dengan baik,”ucap Fanny yang melihat deretan dokumen telah tersusun rapi sesuai aturan pembukuan dokumen yang sebenarnya.

Tak berselang lama, ketenangan Fanny terhenti. Suara desah dan erangan menjijikan terdengar dari ujung lain ruangan tersebut..

“What!” ucap Fanny sangat kencang ketika melihat dua manusia tengah berhadapan di meja kerja.

Fanny pun segera berusaha menyibukkan dirinya, namun tak berhasil. Suara-suara itu membuatnya sangat terganggu. Keringat dingin bercucuran di wajahnya, sementara jantungnya ikut bergemuruh kencang.

“Aku bisa gila jika tetap di sini!” ucap Fanny.

Wanita ini pun segera mengendap-endap meninggalkan ruangan kerjanya dengan sangat hati-hati karena tidak ingin Adam mengetahuinya. Hingga akhirnya Fanny berhasil mencapai pintu keluar.

“Fuih! Akhirnya,” ucap Fanny merasa lega.

GLEG

Wanita itu kembali meneguk salivanya, melihat Jhon yang berdiri di hadapannya tengah menatapnya penuh selidik.

“Kau baik-baik saja, Nona Fanny?” ucap Jhon.

“Oh Iyaa ... sangat baik, maaf saya hanya kepanasan, sebaiknya saya ke kantin sekarang ... bukankah ini jam makan siang?” ucap Fanny sambil segera pamit pergi.

Jhon nyaris terpingkal-pingkal karena nya.

“Dia kepanasan? AC sangat dingin di dalam sana,” ucap Jhon yang mengerti dengan kepanasan lain yang dimaksud oleh Fanny.

Sementara Fanny telah duduk tenang di kantin dengan pesanannya. Adam yang baru menyadari jika Fanny telah tidak ada di tempatnya itu pun segera mengusir pergi Mayang.

“Tuan, kita bahkan belum melakukannya seperti biasa?” ucap Mayang sambil terus menggamit Adam dengan kaki kanannya.

“Turun dari tubuhku sekarang juga! Aku tak berminat lagi, out!” ucap Adam mengusirnya.

Mayang pun beranjak. Meski dia tak bisa menampik rasa kesalnya karena gagal naik ranjang Adam, namun wanita itu bisa tersenyum bahagia karena seribu dollar telah masuk ke dalam rekeningnya.

“Sialan! Kenapa aku tidak mengetahui dia keluar?” ucap Adam sambil merapikan lagi pakaiannya yang berceceran.

Sementara Mayang, wanita itu sudah berpakaian rapi lagi dan langsung melenggang pergi meninggalkan ruangan Adam.

Di koridor lantai dasar, Fanny yang baru saja meninggalkan kantin pun berpapasan dengan Mayang.

“Seleranya sangat liar!” umpat Fanny di dalam hatinya ketika melihat Mayang melenggang penuh lenggok di hadapannya.

Wanita itu pun tampaknya mengenali Fanny.

“Kau yang mengendap-ngendap keluar?” ucap Mayang dengan tatapan merendahkan kepada Fanny.

Tak ingin terlibat lebih jauh, Fanny memilih meneruskan langkahnya.

“Dari mana saja kamu?” tanya Adam ketika Fanny baru saja akan melangkah masuk ke dalam ruangannya.

“Aku ... dari kantin Pak,” jawab Fanny tergagap.

Mata Adam mendelik tajam kepadanya.

“Apa kau tidak membaca aturannya? Di sana tertera dengan sangat jelas jika kau harus mendapatkan izin ku untuk keluar masuk ruangan ini pada jam kerja!” ucap Adam sangat lantang.

“Tapi ... tadi ...” ucap Fanny berusaha hendak menjelaskan namun terpangkas oleh Adam.

“Kenapa?” ucap lelaki itu dengan tatapan semakin menyipit.

“Anda sibuk bermesraan di meja kerja dengan jalang Anda dan itu membuatku tidak bisa fokus!” ucap Fanny dengan suara menggebu-gebu setelahnya.

Adam jelas terkejut mendengar penuturan itu.

“Jadi kau terganggu? Apakah itu juga membuatmu berkeringat?” ucap Adam sambil tersenyum penuh arti.

“Tentu saja! Aku wanita normal!” jawab Fanny.

“Benarkah!’ ucap Adam sambil langsung menyentuh wajah Fanny dengan tangannya.

DEGG

Jantung keduanya berdegup sangat kencang.

Bukan hanya Fanny yang terkejut, tetapi juga Adam.

“Aku harus menyelesaikan beberapa dokumennya,” ucap Fanny sambil melangkah pergi ke ruangannya.

GLEG

Adam meneguk salivanya dengan sangat kasar. Lelaki ini baru saja bercumbu dengan Mayang, namun desiran aneh yang jauh lebih hebat justru mengalir di darahnya saat menyentuh Fanny baru saja.

“Wanita itu aneh, dan kenapa aku menjadi semakin aneh,” rutuknya memonolog dirinya sendiri.

KRIING

Ponselnya berdering.

Ibunya menelepon, sebuah janji makan siang dengan keluarga Carltzon nyaris saja dilupakannya.

“Jhon! Ambil kunci mobil dan antarkan aku ke Diamond Resort,” ucapnya.

Sesampainya di sana.

“Sharena!” ucap Adam yang sangat terkejut melihat stafnya itu tengah duduk manis bersama kedua orang tuanya dan juga keluarga Carltzon tentunya.

Senyuman lebar dan sangat penuh arti pun menyapu wajah Sharena.

“Sayang, syukurlah kalian sudah saling mengenal, ini tentu akan lebih baik untuk kalian kedepannya, ayo duduklah!”ucap Lucy sang Ibu kepada Adam.

“Ibu, ada apa?Ayah?” tanya Adam yang semakin bingung.

Sementara dua wajah pasangan Carltzon yang juga sudah familiar dengannya hanya tersenyum-senyum saja.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status