Kehidupan yang baik adalah kehidupan yang sangat disyukuri. Elsha merasakan itu. Pertama, bersyukur karena sebelumnya ia masih diberi kesehatan oleh sang pencipta sehingga bisa mencari nafkah untuknya dan Sashi.
Kedua, bersyukur karena ia dipertemukan kembali dengan Aris dan menjalin hubungan serius hingga memiliki bayi mungil seperti saat ini.
Ketiga, bersyukur karena ia memiliki keluarga baru yang begitu perhatian dan penuh limpahan kasih sayang. Nikmat mana lagi yang harus Elsha abaikan?
Semua yang ia terima di kehidupan ini, ada baik dan buruknya. Tidak ada kehidupan yang selalu buruk dari awal hingga akhir. Pun, sama, tidak ada kehidupan yang selalu baik dari awal hingga akhir. Pasti ada titik masalah.
Untuk Elsha sendiri, buruknya kehidupan yang ia rasakan adalah saat ditinggalkan kedua orangtuanya. Lalu, baiknya bertemu orang-orang baru.
Membahas orangtua, Elsha tiba-tiba saja meneteskan air mata. Ia sudah tahu seberat apa perjuangan seorang
"Pa?"Sultan mendongak menatap Aris yang kini sedang memijit pelan kaki Elsha. Wanita itu mengeluh sakit pada kakinya karena tadi tersandung di undakan tangga saat mau ke lantai dua."Kaki Mami sakit," jawab Aris."Kit? Pa?"Aris terkekeh. "Bantu Papi pijit dong, Bang, itu sebelahnya," suruh Aris.Bocah itu lantas beranjak dengan semangat meski awalnya terduduk lagi karena gerakannya tergesa. Elsha yang tengah duduk bersandar di kaki sofa memperhatikan saja bagaimana Sultan memijit kakinya."AW," ringis wanita itu saat Aris memijitnya sedikit kuat."No!" Sultan melotot pada Aris karena membuat Elsha kesakitan.“Parah, sih, ini si embul bakal posesif banget sama kamu, Yang,” decak Aris.Elsha tertawa dan mencubit gemas pipi Sultan yang tampak memerah. “Botol susunya tadi ketinggalan di rumah Mama Sashi, ya, Bang,” katanya.Sultan mengangguk lucu, “ndak pa,” balasnya.&ldqu
Malam telah tiba. Jam di dinding menunjukkan pukul delapan. Sudah saatnya Elsha akan bekerja. Mencari uang demi membiayai kehidupannya dan kehidupan sang adik.Semenjak orangtua mereka berpisah, lalu pergi meninggalkan mereka, Elsha-lah yang turun tangan langsung untuk mencari pekerjaan. Sedangkan adiknya –Sashi– tengah menjalani status sebagai mahasiswi di salah satu universitas di Ibu Kota.Malam ini, Elsha akan mendapatkan tantangan baru. Bekerja dengan upah yang lebih besar dari pekerjaan sebelumnya, dan itu akan sedikit memperbaiki kehidupan mereka. Lagipula, dia butuh banyak biaya untuk sekolah sang adik."Dek?"Elsha keluar dari kamarnya sambil memanggil Sashi. Mulai malam ini, Elsha akan meninggalkan sang adik sendirian di rumah jika ia akan mulai bekerja. Biasanya Elsha dan Sashi akan menghabiskan waktu berdua hanya pada malam hari. Tapi keadaan berubah. Elsha bekerja di tempat yang berbeda."Ya, Kak?" Sashi keluar dari dapur d
Elsha meremas kedua tangannya. Pantulan dirinya di dalam cermin sudah menunjukkan kalau wanita itu siap untuk bekerja melayani pelanggan pertamanya. Tapi, entah kenapa Elsha sedikit gugup. Ya, wajar sih, namanya juga pertama kali bekerja kotor begini.Elsha menghembuskan napas berulang kali dan menatap pantulan dirinya di cermin yang kini tampak begitu menantang.Telanjang? Tidak.Elsha bahkan berpakaian. Hanya saja pakaian yang tidak sepenuhnya tertutup. Aset pentingnya terlihat dengan sangat jelas."Gila. Benar-benar gila."Elsha membalikkan badan dan membuka pintu kamar mandi lalu dengan pelan berjalan menuju ranjang. Mata Elsha menatap sosok pria yang kini berbaring pasrah di atas ranjang. Rasa gugup dan takut kembali menyerang Elsha. Kali ini lebih dahsyat dari sebelumnya."Aku bisa," bisik Elsha pelan dan berjalan dengan langkah berat menuju ranjang."Selamat malam, Tuan, saya-""Berisik!"Elsha mengatupkan bibirny
Napas kedua manusia yang telah merenggut kenikmatan itu saling berpacu. Mata mereka terpejam menikmati sisa-sisa percintaan panas yang entah sudah berapa lama terjadi.Elsha yang lebih dulu membuka mata, lalu ia menatap ke sampingnya di mana Aris tengah berbaring. Dalam hati, Elsha sangat merindukan pria ini. Sangat. Tapi keadaan sudah tidak sama lagi. Elsha tahu Aris sudah beristri. Kenyataan yang saat itu membuatnya kehilangan harapan untuk bisa kembali ke pelukan sang mantan kekasih.Mantan? Benarkah mereka sudah berakhir menjadi mantan?Seingat Elsha, tidak ada yang mengucapkan kata-kata berpisah di antara mereka. Hanya Elsha yang terlalu pengecut dan melarikan diri karena masalah keluarga yang dulu mencekiknya.Dia menyerah pada hubungan mereka karena Elsha yakin kalau hubungan yang terjalin saat itu tidak akan berhasil. Apalagi Elsha tahu, saat itu Aris harus melanjutkan studi ke luar negeri.Menghela napas panjang, Elsha beranjak setelah pua
Aris menjambak rambutnya karena kesal. Sudah berjam-jam dia duduk di kursi kebesarannya sambil menatap layar komputer yang menampilkan laporan pendapatan perusahaan. Tapi tidak sedetikpun otaknya berhenti memikirkan percintaan panasnya bersama Elsha seminggu yang lalu.Sial.Pengaruh Elsha masih sebesar itu terhadap dirinya. Sejak dulu, Aris selalu bergantung kepada Elsha. Hanya wanita itu tempat Aris berkeluh kesah dari permasalahan keluarganya. Saat Aris terpuruk, Elsha-lah yang menghibur dan membuatnya bangkit. Lalu, saat cinta sedang mekarnya di antara mereka, Elsha menghilang tak tahu ke mana.Terakhir mereka bertemu kala itu saat Aris mengajaknya untuk ikut bersamanya ke luar negeri di mana Aris akan kuliah. Tentu saja saat itu Elsha menolak. Ada Sashi yang harus dia jaga. Karena tidak ingin egois, Aris meminta Elsha untuk menunggunya. Tapi wanita itu malah menghilang.Aris menjalani hari-hari berat tanpa Elsha. Pria itu sempat alpa studi karena tid
Elsha bergerak lincah di dapur apartemen Aris. Wanita itu tengah membuatkan bubur untuk Aris. Benar. Pria itu ternyata tengah demam. Elsha tadi juga sudah mampir ke apotek membeli beberapa obat untuk jaga-jaga kalau saja di sini tidak ada obat apa pun."Akhirnya," Elsha bernapas lega saat bubur yang dibuatnya sudah jadi.Elsha melirik ruang tamu di mana Aris tengah berbaring di sofa. Pria itu sama sekali tidak mau Elsha suruh untuk pindah ke dalam kamar. Padahal lebih nyaman tidur di atas kasur daripada sofa.Setelah meletakkan mangkuk berisi bubur dan gelas berisi air putih ke atas nampan, Elsha berjalan ke ruang tamu. Wanita itu meletakkan nampan ke atas meja di depan sofa lalu mendekat ke tempat Aris berbaring."Mas, bangun dulu," panggil Elsha sambil menepuk pelan pipi Aris.Aris mengerjap dan membuka mata, lalu menatap wajah Elsha yang kini sangat dekat dengannya. Aris tersenyum dan menarik tangan Elsha untuk dia bawa ke pipinya sebagai bantal
Aris bahkan tidak terpengaruh dengan penolakan Elsha yang mendorong tubuhnya. Pria itu jauh lebih kuat. Elsha mana mungkin menang melawannya."Mending kamu diem deh, daripada ini mobil makin heboh goyangannya."Elsha melotot. Aris benar-benar sudah gila. Ini masih sangat pagi untuk melakukan hal mesum. Apalagi mereka berada di depan rumah Elsha. Kemungkinan besar orang-orang yang lewat di jalanan depan akan curiga kalau seandainya memang benar mobil ini bergoyang. Dan jangan lupakan Sashi yang bisa saja keluar tiba-tiba."Mas, plis," ujar Elsha memohon agar Aris tidak melanjutkan aksi nekatnya.Boro-boro berhenti, Aris malah semakin menindih Elsha dan mengendus tubuh wanita itu. Elsha menyerah. Matanya nyalang menatap atap mobil. Sekuat tenaga Elsha menahan segala suara yang akan keluar dari bibirnya.Aris tersenyum di ceruk leher Elsha. Dia menang. "Diem, aku janji cuma sebentar," bisik Aris lembut sambil mengecup pipi Elsha.Ya, aksi jinga
Aris mendengar pintu ruangannya diketuk, tapi dia tidak mengalihkan pandangannya pada layar ponsel di atas meja kerja. Sejak lamarannya tertolak tadi pagi, Aris tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Pria itu sibuk melamun memikirkan kekurangan apa yang ada pada dirinya sehingga Elsha menolaknya."Woi!"Aris terlonjak kaget sehingga kursi yang ia duduki terdorong ke belakang. Mata tajam pria itu menatap jengkel pada pelaku yang baru saja memasuki ruangannya."Ngapain lo ke sini?" tanya Aris pada adiknya, Andreas."Gak ada. Mampir."Aris mengusap rambutnya lalu bangkit dan ikut duduk di sofa yang berhadapan dengan Andreas. "Gak kuliah lo?"Andreas menggeleng. "Dosennya gak masuk. Btw, Mas, gue butuh bantuan."Aris menatap adiknya dengan sebelah alis yang terangkat. Bantuan? Dia kira Aris akan sukarela membantunya? Terlalu percaya diri."Apaan? Gak mungkin lo kekurangan duit," cibir Aris."Bukan, Dog. Bantu