Dengan bersusah payah akhirnya Jasmine bisa terbebas dari pertanyaan Shagun. Kini ia sudah bisa benar-benar bernafas lega setelah ia berhasil keluar dari rumah Shagun tanpa bertemu dengan Jagat.
“Gila aja, nggak anaknya nggak bapaknya bikin aku sesak nafas aja deh. Heran kalau gini. Kalau gini terus bisa-bisa aku nggak betah ngasih bimbingan belajar ke Shagun. Apa mending aku berhenti aja ya? Tapi kalau aku berhenti gara-gara hal beginian itu tandanya aku udah nggak profesional lagi dong jadi guru,” gumam Jasmine.
“Aduuuhh ... pusing ... pusing ... pusing!” Seru Jasmine seraya memukul setir mobilnya.
Karena pikirannya yang terlalu jauh berkelana ia sampai tak sadar kalau sekarang ini ia sedang mengemudikan mobilnya hingga tiba-tiba ia terkejut saat ada seseorang yang sedang berjalan di depan laju mobilnya. Ia buru-buru menginjak remnya namun sayangnya mobil yang ia kemudikan sudah menabrak oarng yang ada di depannya itu.
&ldq
Jagat merasa bosan karena berada di ruang rawatnya sendirian tanpa seorang pun yang menemani sejak sore tadi hingga malam hari seperti ini.“Adrian, kamu datang ke rumah sakit sekarang. Temani saya, saya bosan di sini sendirian. Oh iya, tolong bawakan juga makan malam buat saya. Makanan di rumah sakit nggak enak, ” ucap Jagat tanpa perlu basa-basi saat asisten pribadinya itu mengangkat panggilan telponnya. Dan tanpa menunggu jawaban dari Adrian ia pun langsung mematikan sambungan telponnya.Baru saja Jagat menutup sambungan telponnya, ada seseorang yang memasuki kamar inapnya.“Selamat malam.” “Bu Jasmine?!” seru Jagat. Ia tak percaya dengan apa ya
“Pekerjaan apa sih kok tiba-tiba Jagat sampai pergi ke luar kota, Pa?” Monica baru saja masuk ke kamar setelah menemani Shagun sampai terlelap di kamar cucunya itu.“Papa juga nggak tahu, Ma.”“Papa ini bagaimana, kan Papa satu kantor sama Jagat.”“Iya satu kantor tapi Papa juga nggak tahu apa yang sudah dan akan dilakukan Jagat. Siapa tahu aja dia lagi mengerjakan proyek apa gitu?”“Kalau ada proyek kan harusnya Papa juga tahu. Gimana sih?”“Ah nggak tahu, Ma. Kok malah Mama cerca Papa dengan pertanyaan begitu sih? “ sungut Barmal.“Apa jangan-jangan ....” Monica sengaja menggantung ucapannya.“Jangan-jangan apa?” tanya Barmal yang ikut penasaran.“Apa jangan-jangan Jagat pergi buat senang-senang, Pa?!”“Maksud Mama?” Barmal mengangkat satu alisnya menatap Monica.
Jasmine langsung duduk terengah-engah kala ia terbangun dari tidurnya. Matanya menyipit saat sinar matahari mengenai indra penglihatannya. Ternyata semalam ia lupa menutup tirai di jendela kamarnya. Ia meraba bibirnya, mimpinya itu terasa begitu nyata. Ia mengambil ponselnya dari atas nakas. Ia melihat hari, tanggal dan jam di layar ponselnya itu. Ia sedikit bisa bernafas lega karena untungnya kejadian itu hanya sebuah mimpi. Ia tak menyangka jika ia bisa bermimpi hal seperti itu. Ia bahkan tak memiliki rasa sama sekali pada Jagat tapi bisa-bisanya ia sampai bermimpi ciuman seperti itu.“Ini hal gila. Itu ciuman pertamaku, duda itu udah ngambil ciuman pertamaku dari alam mimpi.” Jasmine kembali merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia merengek meratapi nasib buruknya karena ciuman pertamanya sudah diambil oleh seorang duda yang tak ia harapkan.Masih ingin meratapi nasib buruknya, tiba-tiba pintunya diketuk.“Jasmine! Kamu apa nggak kerja? Ini sudah
“Maaf.” Ucap Jagat setelah melepas panggutannya. Ia juga memundurkan dirinya untuk menjauh dari Jasmine.“Sa-saya ... saya, sebaiknya saya pulang,” lirih Jasmine.“Biar supir yang mengantar Anda pulang,” ucap Jagat.“Tidak perlu, saya—““Saya tidak menerima bantahan.” Jagat mengambil ponselnya untuk menghubungi supirnya.“Kalau begitu saya pulang dulu. Saya permisi.” Jasmine berdiri dari tempat duduknya.“Bu Jasmine.”Tubuh Jasmine menegang saat Jagat memanggilnya. “Iya?” Jasmine sedikit membalikan tubunnya menghadap Jagat.“Sekali lagi saya minta maaf,” ucap Jagat.“Saya juga bersalah. Saya juga ikut terbawa suasana. Saya pikir lebih baik kita lupakan saja hal ini. Eemm ... saya pulang dulu, semoga Anda cepat sembuh.” Jasmine berjalan keluar dari rumah Jagat. Sampai
Jasmine berjalan seraya membawa beberapa bukunya menuju kelas di mana ia akan mengajar hari ini. Hari sudah berlalu namun pikirannya masih saja teringat dengan kejadian saat ia dan Jagat berciuman. Padahal semalaman ia sudah menghapus jejak bibir Jagat yang sudah menempel di bibirnya dengan banyak mengunyah makanan.Jasmine mengerutkan keningnya kala kelas yang akan ia datangi ternyata sudah diisi oleh guru lain.“Bu Jasmine?” Guru itu berjalan menghampiri Jasmine yang masih berada di ambang pintu. “Ada apa, Bu Jasmine? Apa Anda ada perlu dengan saya?”“Bu Sena ... maaf tapi saya kira ini jam saya mengajar di kelas ini,” ucap Jasmine.“Loh Anda lupa kalau pagi ini jadwal Anda kosong? Bukannya setiap hari kamis kelas Anda dimulai di jam pelajaran kelima?”“I-iya. Saya ... sepertinya saya kurang fokus. Maaf, Bu Sena, kalau begitu saya permisi.”“Silakan.”
Jasmine keluar dari toilet, ia mengerutkan keningnya kala ia kembali melihat wajah Jagat untuk yang kesekian kalinya pagi ini.“Kayaknya aku udah beneran gila karena melihat wajah Pak Jagat di mana-mana.” Gumam Jasmine seraya menggelangkan kepalanya berulang kali. Ia berjalan melewati seorang pria yang ia halunasikan berwajah Jagat itu.“Bu Jasmine?”Jasmine menghentikan langkahnya setelah mendengar namanya di sebut oleh pria yang ia bayangkan berwajah Jagat Paraduta itu. “Maaf, Anda mengenal saya?” tanya Jasmine pada pria itu.“Bu Jasmine, Anda sudah lupa dengan saya? Saya Jagat Paraduta, papinya Shagun,” ucap pria itu seraya mengerutkan keningnya.Jasmine membelalakan matanya dan membuka sedikit mulutnya sangking terkejutnya dirinya setelah mengetahui bahwa pria yang ada di hadapannya ini adalah memang benar seorang Jagat Paraduta, papi dari murid lesnya.“An-da betul Pak Jagat?”
Sepulang dari sekolah tempatnya mengajar, Jasmine langsung menaiki taksi menuju ke rumah Shagun untuk memberi bimbingan belajar seperti biasanya. Kali ini ia pun juga berdoa agar ia tak lagi bertemu dengan Jagat.seperti biasa, Jasmine selalu disambut oleh seorang pelayan kala ia sampai di depan pintu rumah Shagun.“Silakan masuk, Bu Jasmine. Nona Shagun sudah menunggu di dalam.”“Iya.” Jasmine berjalan beriringan dengan pelayan itu.“Shagun menunggu saya di taman belakang?” tanya Jasmine.“Bukan, Bu Jasmine. Nona Shagun sudah menunggu Anda di ruang kerja Tuan.”“Baiklah.” Pelayan itu pun mengantarkan Jasmine menuju ruang kerja Jagat.“Hai, Shagun.”&
“Aku yakin kalau kamu juga merasakan sama seperti yang aku rasakan saat ini, Bu Jasmine.” Ucap Jagat seraya mengelus permukaan bibirnya yang masih basah.Jagat meninggalkan ruang kerjanya dengan senyum yang terpatri di bibirnya. Ia berjalan dengan lancar tak seperti tadi saat ada Jasmine.Beberapa pelayan menunduk hormat saat berpapasan dengan Jagat.“Loh Papi kok jalannya udah biasa?” tanya Shagun.Jagat membalikan tubuhnya menghadap Shagun. “Papi udah sembuh tapi emang kadang-kadang kaki Papi agak nyeri jadi jalannya sedikit pincang, Sayang. Ya udah kalau gitu Papi kembali ke kantor ya.”“Iya. Selamat bekerja, Papi. Jangan pulang malam-malam ya,” ucap Shagun.“Iya, Sayang.” Jagat kembali melangkahkan kakinya meninggalkan rumahnya.Sampai di kantor Joana dan Adrian dibuat heran dengan tingkah Jagat yang berubah drastis, berbeda dengan kemarin dan tadi sebelum makan siang.