Dua bulan kemudian.
Langit masih gelap, awan masih tampak hitam. Rembulan sudah mulai turun. Azan subuh sudah berkumandang beberapa menit yang lalu. Jangan harap ada suara kokokan ayam yang menjadi alarm tidur. Ini bukan pedesaan. Orang-orang perkotaan biasanya menggunakan benda kecil dengan suara yang nyaring untuk membangunkan tidur mereka. Hal itu sama seperti Cia, wanita itu biasanya bangun karena alarm. Tapi, hari ini berbeda, Cia terbangun dari tidurnya saat rasa mual tiba-tiba merenggut tidur nyenyaknya.
Di dalam kamar mandi, Cia berdiri di depan wastafel dan memuntahkan cairan bening yang terasa pahit di lidahnya. Perutnya terasa melilit, padahal ia tidak sedang menstruasi.
Cia menyeka air yang lengket di mulutnya. Tidak ada makanan yang keluar kecuali cairan bening yang terasa pahit.
Ruangan yang tidak terlalu besar itu terasa berputar saat Cia mencoba menegakkan t
Hai, Kak, terimakasih banyak karena kalian sudah membaca novel ini. Tanpa dukungan kalian novel ini mungkin tidak akan bisa aku selesai dengan baik. Terimakasih atas supportnya selama ini. Di sini, aku ingin menyampaikan mengenai kelanjutan dari cerita My Cold Husband Is A CEO. Yang mana judul selanjutnya My Cold Husband IS A CEO 2. Kakak semua bisa lihat di 'tentang penulis' di bagian depan buku ini untuk melihatnya. Tentu saja aku pasti melanjutkan cerita ini karena masih banyak konflik-konflik yang akan mengiringi perjalanan rumah tangga Elgan dan Cia, kehamilan Cia dan juga perjalanan cinta Niko dan Nadin. Semoga kalian suka dengan kelanjutan cerita ini. Sekali lagi aku ucapkan terimakasih.
One year ago"Bapak dan ibu yang terhormat, sebentar lagi kita akan mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Waktu setempat sekarang menunjukkan pukul 11 lewat 20 menit. Waktu setempat adalah 5 jam lebih cepat dari pada waktu di Amsterdam. Silahkan mengenakan sabuk pengaman, menegakkan sandaran kursi, melipat dan mengunci meja serta menyimpan sandaran kaki dan layar vidio ketempat semula. Laptop dan alat elektronik lainnya kami mohon untuk di matikan sekarang. Perlu kami sampaikan bahwa bagi siapa saja yang membawa dan menyimpan segala bentuk narkoba atau sejenisnya akan mendapat hukuman berat dan bagi anda yang mengetahui agar melapor kepada petugas, terimakasih." Suara seorang awak pesawat terdengar oleh para penumpang. Setelah mendengar pemberitahuan tersebut, para penumpang langsung melaksanakan instruksi dari yang mereka dengar.Beberapa menit kemudian pesawat sudah mendarat dengan sempurna. Para penumpang juga sudah mulai beranjak dari kursi mereka s
"Sayang... Cia... ini sudah hampir maghrib, kalian mau sampai kapan bermainnya!" suara Elena, mama Cia, terdengar menggelegar dari dalam rumah. Elena berdiri di depan pintu sambil berkacak pinggang menatap tajam suami dan anak semata wayangnya yang masih asik bermain badminton. Xavier dan Cia mengabaikan teriakan Elena. Mereka terus melanjutkan permainan seolah tidak terganggu dengan tatapan tajam wanita itu."Mama hitung sampai tiga, kalau masih tidak berhenti, Papa tidur diluar malam ini!" Teriak Elena mengancam suaminya, Xavier. Mendengar ancaman istrinya, Xavier langsung menghentikan permainan dan meninggalkan Cia yang siap menservis."Papa, jangan curang, Cia sudah menang, kenapa Papa pergi, sih?" Omel Cia saat melihat papanya pergi meninggalkan lapangan. Mereka sedang bermain Badminton di halaman belakang rumah. Memang rumah tempat mereka tinggal memiliki halaman yang luas dan asri. Warna halaman rumah itu pun terasa hidup dengan banya
07 : 15 WIB Suasana ibu kota Indonesia selalu seperti biasa dengan keramaiannya. Orang-orang melakukan berbagai macam aktivitas seperti biasa. Kota ini merupakan kota terpadat se-Indonesia juga kota yang tidak pernah tidur. Saat berada dikota ini, kita seakan-akan lupa waktu, walaupun tengah larut malam orang-orang masih saja berkeliaran melakukan aktivitas mereka seakan tak kenal waktu untuk tidur. Saat berada di kota ini, ada satu masalah yang seakan selalu menguji kesabaran siapa saja. Kemacetannya, yang sangat terkenal bahkan sampai keluar Indonesia. Hanya untuk mencapai suatu tempat pun menjadi butuh waktu yang lama, seperti yang tengah dialami oleh seorang pria yang sedari tadi terus mengeluarkan umpatan melihat kemacetan didepannya. Suara klakson yang saling bersahutan menambah keributan dearah itu.Rambu-rambu lalu lintas yang berada dipersimpangan jalan itu sudah menunjukkan warna hijau yang menyala, menandakan bahwa para peng
"Elgan...! bangun...! ini sudah hampir jam sembilan!" Suara ketukan pintu dan teriakan Lira mengusik pria yang masih berada di alam bawah sadarnya."Kamu kemarin malam pulang jam berapa? Kenapa sudah jam segini masih belum bangun?!" Omel Lira.Elgan menggeliat diatas ranjang mendengar tariakan mamanya yang membuat tidur nyenyaknya terganggu."Kenapa sih, Ma?" Suara Elgan terdengar serak, khas orang bangun tidur. Matanya masih saja terpejam seperti ada sesuatu yang merekatkannya."Bangun kamu! Ini sudah jam sembilan." Tegas Lira dari luar kamar.Mendengar kata jam sembilan yang diucapkan mamanya, Elgan langsung terduduk diatas ranjang dan melihat jam di dinding dengan tampang syok."Astaga, gue telat!" Kagetnya langsung turun dari ranjang."Aaagh...."Rasa pusing langsung menyerangnya karena berdiri tiba-tiba. Elgan mengabaikan rasa pusingnya dan memasuki kamar mandi un
Malam hari, sekitar pukul setengah delapan keluarga Lambert sudah bersiap-siap hendak pergi kerumah sahabat mereka. Lira sedari tadi terus tersenyum tidak jelas membuat Elgan heran melihat tingkah mamanya itu. Lira sudah cantik dengan dress berwarna baby blue yang melekat ditubuhnya yang masih terlihat indah. Lira memang masih cantik disaat umurnya yang sudah hampir memasuki usia 50-an. Tidak heran ia memiliki putra yang sangat tampan seperti Elgan."Kenapa sih Ma kelihatannya seneng banget?" Tanya Elgan mengalihkan perhatian mamanya."Iya, mama lagi bahagia, bentar lagi bakalan jumpa calon mantu mama." Jawab Lira masih dengan senyumannya. Elgan langsung mengalihkan pandangannya dari mamanya mendengar jawaban tersebut.Tiiin...Tiiin...Suara klakson mobil terdengar dari garasi. Bima yang sedang memanaskan mesin mobil membunyikan klaksonnya saat istri dan anaknya tak kunjung keluar."Ayo, Nak. Papamu sudah heboh sendiri didepan." Lira mengajak Elg
Ingin rasanya Cia mengatakan tidak kepada Bima, tapi melihat antusias kedua orangtuanya membuat Cia bersedih. Pasti orang tuanya akan sangat kecewa jika ia menolak perjodohan tersebut.Cia tidak kunjung menjawab pertanyaan tersebut sehingga Bima kembali berujar."Keterdiamanmu akan kami anggap sebagai jawaban, bahwa kamu menerima perjodohan ini." Ujarnya.Lira dan kedua orangtua Cia tersenyum mendengar penuturan Bima barusan. Sementara Cia dan Elgan tampak diam seribu bahasa. Entah apa yang sedang mereka pikirkan, tetapi jika dilihat dari mimik wajah tampak jelas jika mereka tidak menunjukkan kebahagiaan yang biasanya dirasakan oleh sepasang kekasih yang akan segera menikah."Elgan, kamu bisa langsung memasangkan cincin untuk Cia." Suruh Bima pada anaknya.Elgan merasa seperti sedang bermimpi. Bagaimana bisa ia berakhir seperti ini. Berakhir dengan gadis pilihan mamanya dan melamar gadis itu malam ini. Elgan mel
Nadin menatap kesal ponselnya yang berada di atas meja, tepat di samping komputer. Waktu makan siang sudah masuk sepuluh menit yang lalu. Namun, Nadin masih belum beranjak dari kursinya."Kenapa lo?" Suara Cia mengalihkan pandangannya."Ini nih, si Niko. Katanya mau ngajakin gue makan diluar, tapi sampai sekarang masih belum ngasih kabar." Nadin memanyunkan bibirnya."Dia lupa kali. Mending lo telpon aja deh dari pada lo kelamaan nunggu." Cia memberi solusi."What? Yang bener aja lo! Masa iya gue duluan yang nelpon, kan gue malu. Mau ditaroh dimana wajah cantik gue ini. Nanti dia pikir gue terlalu berharap lagi." Protes Nadin tidak setuju dengan solusi Cia."Lo mah gitu, gengsinya kebangetan." Cia berujar sambil membereskan lembaran-lembaran kertas yang berserakan diatas mejanya.Nadin bungkam, tidak membantah perkataan Cia. Cia yang melihat Nadin tidak menjawab melanjutkan ucapannya."Kalau gue jadi lo ya, gue