Apa yang akan dia lakukan? tanya Rania dalam hati.
Ia terkejut Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat Sakti dengan mudahnya mengibas rambut panjangnya yang terurai.
"Kamu memakai barang milikku," ujar Sakti mulai menjauh. Tatapan matanya masih memicing mengimbangi dua tangan yang menopang di dada.
Bibir Rania merapat seraya mengingat ketika dirinya memakai shampo milik atasannya tersebut.
Oh My God! Apa barang yang di maksud adalah shampo yang aku pakai? Rania bergumam dalam hati seraya berpikir. Perlahan, ia mendongak menatap alis tebal Sakti yang bertaut. Terlihat tak seperti biasanya. Sedikit menyeramkan.
Tapi, bagaimana dia tahu kalo aku memakai shampo miliknya? Padahal, aromanya saja tak begitu wangi. Apa di kamar mandi ada cctvnya juga? tanya batin Rania melirik ke arah cctv yang ada di setiap sudut rumah megah tersebut.
Tapi, tak mungkinlah! Masa' iya di kamar mandi ada cctvnya? Rania terkekeh membayangkannya.
Sakti menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut menatap asisten rumah tangganya yang sama sekali tak merasa bersalah.
"Kenapa senyum-senyum?" tanya Sakti yang seketika memudarkan senyum manis Rania.
"Maafkan saya, Pak!" Rania menunduk dan mencoba mengakui kesalahannya.
"Rania, sudah berapa kali saya bilang untuk tidak lancang menyentuh barang milik saya," ketus Sakti dengan amarah yang memulai memuncak.
Rania mendongak. Untuk kesekian kalinya, ia mendengar suara keras dari majikannya tersebut. Terdiam dan mendengarkan omelan pedas yang keluar dari Sakti Argantara.
Andai aku tak membutuhkan uang, sudah pasti aku akan pergi mencari majikan yang bisa menghargaiku. Hah, sabar Rania sabar! Satu bulan lagi, kamu bisa cari majikan yang lebih baik dari pak Sakti yang menyebalkan ini. Semangat! Hadapi ini semua dengan senyuman! gumam batin Rania menyemangati dirinya sendiri.
"Maafkan saya, Pak! Sehabis kerja, saya buru-buru langsung ke sini. Saya tak mau bapak marah karena saya datang terlambat. Dan maafkan saya lagi karena saya tidak ijin dulu sama bapak untuk mandi di kamar mandi ruang tamu. Dan, maaf juga telah mengambil shampo di kamar mandi milik bapak dan juga menggunakannya.Tapi, saya menggunakannya hanya sedikit, kok, Pak!" tutur Rania yang membuat Sakti mendesah sebal.
Benar-benar kelewatan! Ini sudah di luar batas kesabaranku. Aku benar-benar tak bisa maafkan! keluh Sakti dalam hati. Tatapan matanya masih tertuju ke arah wanita yang sudah membuat amarahnya keluar di saat waktu istirahatnya.
"Sekali lagi, maafkan saya, ya, Pak! Saya janji akan mengganti shampo itu," ucap Rania mengacungkan jemari tangannya yang berbentuk huruf 'V' seraya tersenyum manis.
"Mau menggantinya?" tanya Sakti seakan tak percaya dengan perkataan yang terlontar dari mulut Rania.
"Heem! Saya pastikan besok saya akan mengganti shampo milik Bapak," ucap Rania enteng.
Sakti menghela nafas panjang. Baru kali ini, ia mendapati asisten rumah tangga yang begitu tak takut akan gertakannya. Seolah-olah dia di anggap layaknya teman sendiri.
"Ya sudah, ya, Pak. Ini sudah malam! Saya pamit pulang dulu!" Rania membungkukkan badan sebagai tanda hormat kepadanya. Dengan senyum yang teramat manis, ia mulai melangkah pergi meninggalkan majikannya tersebut.
Sakti memijat alis tebalnya. Helaan nafas panjang mulai keluar dari hidung mancung yang ia miliki.
"Lalu, apa yang akan kamu lakukan jika kamu tidak bisa mengganti shampo itu?" tanya balik Sakti yang membuat langkah kaki Rania terhenti.
Rania menghela nafas panjang. Bibirnya merapat menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Ya Tuhan, pak Sakti! Haruskah dia memperpanjang tentang shampo itu? Kalo begini caranya, aku bisa telat! gumam batin Rachel membalikkan badannya kembali. Ia memaksa untuk tersenyum.
"Saya siap menerima sanksi dari pak Sakti!" tegas Rania yang membuat Sakti terdiam seketika.
****
Rania mendesah sebal. Kedua tangannya menopang di pinggang seraya mondar-mandir ke sana kemari untuk meluapkan kekesalan yang menghampiri dirinya.
"Ini semua gara-gara pak Sakti. Coba saja, dia tidak mengulur waktuku untuk pergi, sudah pasti saat ini aku masih kencan dengan Kevin!" gerutu Rania.
Sesaat, kedua matanya menatap ke arah shampoo miliknya yang berdiri rapi sejajar dengan make-up yang lain. Ia melangkah menghampiri barang yang membuat kencannya batal. Jemari tangannya dengan cepat meraih benda yang namanya berbeda dengan milik majikannya itu.
"Kalo tau akibatnya seperti ini, aku juga tak sudi menumpang mandi dan menggunakan barang miliknya!" Rania meletakkan kembali shampo miliknya dan duduk tepat di depan cermin yang menampilkan wajah lemasnya.
"Hah, kapan aku bisa menjalani hidup seperti teman-temanku? Bekerja, memiliki pasangan dan menikmati hidup bahagia dengan orang yang kita cintai! gumam Rania mencoba menampilkan senyum manisnya.
"Sabar Rania sabar! Semua akan indah pada waktunya. Pokoknya, setelah ayah sembuh kamu tak perlu lagi menjalani dua pekerjaan sekaligus, apalagi menjadi asisten rumah tangga. Semangat! Kamu pasti bisa melewati ini semua!" ucapnya seraya mengepalkan tangan untuk menyemangati dirinya sendiri.
Matahari pagi mulai menampakkan cahayanya. Sinar cahayanya mulai menembus jendela-jendela rumah mewah yang merupakan ladang emas bagi Rania.
Bibir mungilnya merapat, menunduk dan tak berani menatap lelaki yang kini terdiam menahan amarah karena ulahnya.
Ya Tuhan, apa dia akan memecatku? batin Rania bertanya. Jemari tangannya tak berhenti meremas mengimbangi rasa cemas yang melanda.
"Apa kamu sudah menyadari kalo kesalahanmu sangat fatal?" tanya Sakti mulai mengeluarkan suara khasnya.
Rania mendongak. Wajah manisnya mulai memerah akan ketakutan dengan keputusan yang akan terlontar mulut majikannya itu.
"Maafkan saya, Pak! Saya benar-benar minta maaf! Andai saya tahu, kalo barang milik bapak itu barang mahal, sudah pasti saya tak akan menggunakannya. Jangankan menggunakannya, menyentuhnya saja saya tak akan berani, Pak! Jadi, saya mohon jangan pecat saya, ya, Pak! Saya rela melakukan apapun asal bapak mau memaafkan saya atau bapak bisa beli lagi dan memotong gaji saya," tutur Rania memohon.
Sakti terdiam. Tatapan matanya yang tajam membuat Rania jadi salah tingkah di buatnya.
Kenapa pak Sakti malah diam? Apa dia benar-benar akan memecatku? tanya Rania dalam hati. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa. Bibirnya merapat mengimbangi rasa takut yang datang menghampiri. Apa aku harus berlutut di kakinya?
Saktie menghela nafas panjang. Dalam hati kecilnya, ia tersenyum senang melihat Rania merasa bersalah.
"Apa kamu sudah sadar kalo apa yang kamu perbuat bisa mengancam pekerjaan kamu?" Pertanyaan Sakti membuat Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Mulutnya seakan terkunci dan tak mampu berucap.
"Alangkah baiknya jika kamu ...," kata Sakti terhenti dan terkejut saat Rania berlutut padanya.
"Saya mohon, Pak! Tolong jangan pecat saya. Saya butuh pekerjaan ini. Kalo bapak tak tega memotong gaji saya, bapak bisa memberikan perintah pada saya di luar jam kerja," ucap Rania memohon.
"Perintah?" tanya Sakti mengernyit heran.
"Iya. Saya akan melakukan apapun perintah bapak asalkan saya masih bisa bekerja di sini!" pinta Rania memohon.
Heh, bisa-bisanya dia membuat pilihan padaku! desah batin Sakti memicing menatap Rania yang mulai memelas menunggu jawaban darinya.
"Kasihanilah dia, Bro! Kasih dia kesempatan. Siapa tau setelah ini dia tak akan mengulangi kesalahannya lagi! Cari asisten rumah tangga itu nggak gampang. Masih beruntung kamu mendapatkan orang pekerja keras seperti Rania. Semangat kerjanya sangat tinggi!" Perkataan Mike kembali terlintas dalam benaknya.
"Baik! Jika itu kemauan kamu untuk menebus rasa bersalah kamu. Saya akan menurutinya!" gegas Sakti berdiri dan pergi meninggalkan Rania.
Perkataan Sakti seketika membuat senyum Rania mengembang. Wajah cantik dan manis yang sempat layu kini mulai berbinar kembali mendengar keputusan majikannya itu.
Rania berdiri. Tatapan matanya tak berhenti menatap lelaki atletis nan tampan itu menaiki anak tangga yang menjulang tinggi di rumah tersebut.
Ya Tuhan, syukurlah dia tidak memecatku! Semangat Rania semangat! Demi ayah, kamu harus bekerja keras lagi. Tak peduli majikan kamu cerewet atau galak. Yang penting pekerjaan kamu halal! kata batin Rania mulai melakukan aktivitasnya menjadi seorang asisten rumah tangga.
Selang beberapa menit kemudian, Sakti menghampiri Rania. Dahinya mengernyit melihat asisten rumah tangganya itu bernyanyi dengan suara yang terbilang sangat false.
"Rania!" panggil Sakti membuat Rania terkejut. Ia berbalik dan tersenyum berhadapan dengan majikannya tersebut.
"Iya, Pak!"
"Kamu ikut saya!" gegas Sakti melangkah.
"Ikut ke mana?" tanya Rania dalam hati. Alih-alih tak mau membuat si boss marah besar padanya, Rania berlari mengikuti langkah Sakti yang sudah jauh darinya.
Sakti menghela nafas panjang melihat Rania yang mengikuti dirinya seraya membawa sapu.
"Rania, ngapain sapu itu kamu bawa?" tanya Sakti membuka kacamata hitamnya.
"Memangnya bapak mau ke mana?" tanya Rania penasaran.
"Masuklah! Saya akan jelaskan semua di mobil," ucap Sakti masuk dalam mobil.
Lentik indah bulu mata Rania seakan tak berhenti mengerjap. Bibirnya merapat seraya berpikir apa yang sebenarnya akan di bicarakan majikannya itu.
Tit tit
Bunyi klakson membuyarkan lamunan Rania. Dengan cepat, ia meletakkan sapu begitu saja dan masuk ke dalam mobil sesuai perintah Sakti.
Di pertengahan jalan, kedua bola mata Rania tak berhenti mengerjap. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat perkataan Sakti terus terngiang dalam benaknya.
"Hari ini, saya akan membebaskanmu dari pekerjaan rumah. Dan saya akan menggajimu dua kali lipat asalkan hari ini kamu bekerja dengan baik!" ucap Sakti.
"Bekerja apa, Pak?" tanya Rania semakin penasaran.
"Menjadi calon istriku!"
Deg
Lamunan Rania buyar. Bibirnya merapat menatap wajah tampan yang di miliki Sakti Argantara.
Kenapa dia menyewaku sebagai calon istrinya? Apa dia tidak mempunyai kekasih hati? Apa yang akan dia lakukan? tanya Rania dalam hati.
Kenapa dia menyewaku sebagai calon istrinya? Apa dia tidak mempunyai kekasih hati? batin Rania bertanya. Hampir satu jam lamanya, Sakti menunggu Rania. Kedua matanya tak berhenti menatap ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Lama sekali?" tanya Sakti yang mulai jenuh untuk menunggu.Sejenak, hentakan kaki terdengar jelas di telinganya. Ia mendongak dan terkejut melihat penampilan Rania yang sangat memukau. Sampai-sampai ia tak mampu berpaling."Bagaimana , Pak? Apa penampilan saya sudah sesuai dengan keinginan Bapak?" Pertanyaan Rania seketika membuyarkan lamunannya.Sakti berdiri dan mulai melangkah menghampiri Rania yang super percaya diri."Ya. Daripada sebelumnya, yang ini lebih baik!" gegas Sakti pergi meninggalkan Rania."Hah, benar-benar! Katanya ingin menjadikanku sebagai calon istri, tapi kenapa sifatnya begitu? Seharusnya dia belajar bersikap manis, memujiku kek atau apa. Bagaimana nanti kalo kliennya curiga? Dasar boss aneh!" gerutu Rania melangkah pe
Jika kamu tidak datang. Saya harap uang yang saya berikan bisa kamu kembalikan lagi!"Sebuah pesan yang semakin membuat Rania terperangah mendengarnya.Rania mendesah sebal. Tanpa banyak buang waktu ia beranjak dari duduknya dan bergegas untuk menyetop taksi yang akan membawanya ke rumah bossnya itu.Sesampai di rumah Sakti, langkah Rania terhenti. Sudut matanya mengerut melihat Sakti yang berdiri di depan pintu menunggu kedatangannya.Apa yang sebenarnya ia perintahkan? tanya batin Rania berjalan menghampiri."Ada apa, Pak?" tanya Rania mencoba untuk tersenyum."Saya lapar. Tolong masakan makanan untuk saya!" perintah Sakti yang masuk ke dalam rumah begitu saja.Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia tak habis pikir jika perintah bossnya membuatnya sangat kesal."Jadi, jauh-jauh dia menyuruhku datang ke sini hanya untuk masak makanan untuknya?" tanya Rania mendesah sebal. Ya Tuhan, kenapa dia selalu mempersulitku? Dia kan orang kaya, kenapa dia tak makan di restoran at
Tamat sudah riwayatku! ucap batin Rania memejamkan kedua matanya. Rania berdiri, kedua tangannya menyatu dan berbalik di hadapan mereka."Maafkan, ya? Aku tak bermaksud untuk kabur dari kalian. Aku akan ...," kata Rania terhenti."Kabur dari siapa?" Suara khas Sakti benar-benar membuat Rania seketika membuka kedua matanya.Kedua matanya terbelalak kaget saat orang yang di kira preman yang mengejarnya, ternyata adalah bossnya sendiri."Pak Sakti?" tanya Rania.Dahi Sakti mengerut. Kedua matanya tak berhenti menatap rambut Rania yang acak-acakan. Tubuhnya penuh keringat dan terlihat sangat kucel."Kemana larinya?" Rania dan Sakti menoleh menatap dua preman yang berhenti tepat lurus 100 meter dari mereka.Rania berpaling dan tanpa minta ijin terlebih dahulu, ia memeluk tubuh atletis Sakti dengan erat."Maaf, Pak. Saya benar-benar butuh bantuan bapak," ujar Rania menenggelamkan wajahnya tepat di dada bidang bossnya tersebut.Sakti menghela nafas panjang. Dan membiarkan dua tangan Rania m
Tidurlah! Aku akan mengantarmu pulang," kata Sakti menegakkan tubuh Rania. Sesaat, Sakti terkejut saat dua tangan Rania mencengkeram t-shirt yang ia kenakan dan melumat bibirnya dengan mesra.Hampir satu menit, Sakti membiarkan bibir Rania menguasai bibir miliknya. Kedua matanya tak mampu mengerjap. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa saat merasakan ciuman hangat dari bibir mungil milik asisten rumah tangganya itu."Sudahlah! Rasanya aku lelah," ucap Rania mulai tertidur pulas.Lamunan Sakti buyar. Senyumnya mengembang saat mengingat kejadian yang tak terduga antara dirinya dan Rania."Heh, bagaimana bisa aku membiarkan dia menciumku," ucap Sakti melipat bibirnya. Terasa masih membekas jelas ia rasakan. Matahari pagi mulai menampakkan cahayanya. Dengan wajah yang penuh semangat, om Hakim tak sabar ingin memberi kejutan pada putri tercinta."Kevin, kamu tak memberitahu Rania kan kalo om pulang hari ini?" tanya om Hakim mendongak menatap Kevin yang mendorong kursi rodanya."Tidak
Aku!" jawab Sakti yang seketika mengejutkan Mike."What?" Mike mengerling. Ia tersenyum sinis tak percaya mendengar perkataan konyol sahabatnya itu. "Hahahahhahha," tawa Mike seakan pecah begitu saja."Kenapa tertawa?" tanya Sakti."Kalo ingin mengerjaiku, please jangan sekarang! Hari ini, aku sangat pusing memikirkan wanita gila itu," tutur Mike mencoba meluapkan amarah, kesal yang tertahan di dada sejak kemarin."Wanita itu benar-benar gila. Bisa-bisanya dia selingkuh dengan lelaki lain, padahal selama ini aku selalu menurutinya, memperlakukannya seperti ratu. Tapi apa? Dia tega mengkhianati kesetiaanku!"Sakti menghela nafas panjang. Jemari tangannya menyatu seraya menatap wajah melas mike yang duduk di hadapannya. Keningnya mengernyit mendengar curahan hati Mike yang terbilang sangat panjang."Pokoknya, kalo kamu cari wanita harus lihat bibit, bobot dan bebetnya. Jangan asal-asalan! Bener-bener tak bisa di maafkan!" gerutu Mike mendesah sebal."Sudah bicaranya?" tanya Sakti menopa
Ya Tuhan, aku benar-benar melakukannya! Rania menggigit bibirnya. Ingatannya kembali dan sangat terasa jelas lumatan bibir Sakti kepada dirinya."Jangan pergi! Aku sangat mencintaimu," kata Rania melingkarkan kedua tangan tepat di pinggang sispex yang di miliki Sakti. Kepalanya bersandar manja di dada bidang yang mengeluarkan aroma khas yang sangat menghipnotisnya."Aku akan menemanimu!" Perkataan Sakti mulai terekam jelas dalam ingatannya."Tidak!" Teriakan Rania membuat sopir taksi menghentikan laju kendaraannya.Ssst Duk"Owh!" keluh Rania memegang kening yang menghantam bahu jok yang ada di depannya."Kenapa, Teh?" tanya sopir taksi itu menoleh ke belakang. Memastikan penumpangnya dalam keadaaan baik-baik saja."Kenapa teteh berteriak?" Rania tersenyum tipis. Ia baru menyadari teriakannya membuat sopir taksi itu terkejut."Tidak, Pak! Maaf, saya hanya teringat dengan baju saya di rumah. Padahal, besok saya harus memakainya tapi saya lupa tak mencucinya," ucap Rania meringis."Oh,
Haruskah aku dan dia melakukannya? tanya batin Sakti menyeringai.Di sisi lain, Rania tak berhenti mengerjap melihat wajahnya yang terpoles dengan make up. Berbalut kebaya putih di sertai dengan henna yang mempercantik kedua tangannya membuat aura kecantikannya kian terpancar."Nasi sudah menjadi bubur. Meskipun kalian tak melakukannya, tapi tetap saja orang yang melihatnya akan berpikiran negatif," ucap Ayah kembali terlintas dalam benaknya."Kan hanya ayah yang tau! Dan Rania sangat yakin jika kami tak melakukan apa-apa, Ayah! Pak sakti hanya menemaniku di saat aku mabuk. Dan mungkin saja dia ketiduran sampai pagi," bantah Rania."Bagaimana dengan Kevin? Apa dia akan percaya jika kamu berkata seperti itu? Ayah pun juga tak percaya jika kalian tak melakukannya." Perkataan ayah seketika membuat Rania tercengang mendengar nama itu.Lamunan Rania buyar. Kedua bola matanya tak berhenti menatap ke arah layar ponsel miliknya. Berharap lebih, agar Kevin membaca dan membalas pesan yang ia ki
Dasar wanita aneh! gumam batin Sakti tersenyum tipis. Namun, senyum manisnya mendadak hilang saat Rania terbangun dan duduk menghadap dirinya."Pak Sakti, apa boleh saya bertanya sesuatu pada Bapak?" tanya Rania yang memperlihatkan keceriaannya kembali. "Bicaralah!" ujar Sakti yang tetap fokus pada layar laptopnya.Bibir Rania merapat. Kedua tangannya menopang di atas bantal yang ada di pangkuannya. Jemari tangannya juga tak berhenti meremas mengimbangi rasa tak enak yang datang menghampiri. Berpikir, seakan merangkai kata-kata yang tepat untuk di ucapkan pada atasannya itu."Kenapa? Apa kamu berubah pikiran? Jika tidak ada yang di bicarakan, tidurlah!" pinta Sakti menatap wanita yang saat ini resmi menjadi istri sahnya.Rania mendongak. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa melihat aura ketampanan Sakti yang kian terpancar. Memakai kaos putih dan celana selutut. Dan untuk pertama kalinya, ia duduk santai berdua dengan atasan yang sangat menyebalkan baginya."Ehm ... Pak Sakti,