Layaknya bangsawan yang dibiarkan duduk di kursi belakang tanpa diajak bicara. Memang agak kesal, tetapi Zara menahannya demi mengetahui apa yang terjadi.
Dia tidak sebodoh itu sampai membiarkan dirinya terjerumus dalam tipu muslihat. Zara ingin tahu siapa orang-orang ini.
Satu hal yang dia pastikan, laki-laki tadi adalah orang yang dijuluki Raja Iblis.
'Reon Varezan Dailendra? Sepertinya aku pernah mendengarnya, tapi di mana? CEO perusahaan parfum ternama? Apa karena itu dia tadi sewangi bunga? Aargh, sialnya! Harumnya itu memang mematikan! Rasanya masih menempel di hidungku sampai sekarang,' batin Zara.
Pandangannya selalu jatuh pada Alexa. Dilihat dari segi manapun juga mereka seperti orang berada. Kilauan cahaya di mata Zara berubah menjadi kecurigaan.
Tidak lama kemudian, dia tiba di rumah besar bak istana yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Rahang Zara hampir bersatu dengan tanah.
"Ru-rumah raksasa?!" teriaknya kebingungan bercampur takjub.
Dia melongo di depan pintu.
Berpikir di mana dia sekarang, seolah telah dibawa ke dunia lain. Pasalnya istana seperti di depannya hanya ada di negeri dongeng bertema kerajaan.
Zara menaruh perhatian pada Alexa yang sibuk menuliskan sesuatu di tablet hitamnya.
"Nona, kenapa kau membawaku kemari? Di mana ini?" tanya Zara penasaran.
"Tolong jangan panggil aku Nona. Cukup panggil aku Alexa. Sebentar lagi kau harus menemui atasan kami. Pelayan! Segera percepat persiapannya. Jangan sampai ada yang terlewat dan sihir dia secantik mungkin!" serunya memberi perintah.
Zara merinding mendengar ketegasannya seraya mendelik, "Apa?!"
Tiba-tiba pintu terbuka menampilkan jajaran pelayan wanita dengan kostum hitam-putih lengkap dengan celemek serta bando renda layaknya pelayan sungguhan.
Mereka tersenyum menyambut hangat kompak dengan tangan disatukan.
"Selamat datang, Nona Zara. Selamat malam!" seru mereka bersamaan.
"Apa?! Mustahil? Mereka tau namaku?!" pekik Zara hampir melompat ke belakang.
Sungguh tidak bisa dipercaya bahkan mulut Zara masih sedikit terbuka.
"Selamat malam! Tuan Reon akan tiba satu jam lagi. Pastikan gadis ini tidak kabur."
Terhanyut dalam rasa bingungnya sampai tidak sadar saat Alexa mendorongnya hingga hampir tersungkur memasuki rumah.
Pekikan kaget keluar begitu saja. Beruntung ada yang gesit menangkapnya. Zara ingin melepaskan diri, tetapi pelayan itu menahannya kuat.
"Tidak! Tunggu, Alexa! Apa maksudmu? Kalian benar-benar menjebakku? Setidaknya beritahu aku sesuatu!" kecam Zara mulai menanggapi masalah ini serius.
"Sayonara!" Alexa berbalik meninggalkan rumah itu.
Zara berdecak, "Kurang ajar kau, Alexa!"
Menginjak kaki pelayan yang menahannya hingga dia terlepas. Namun, ketika hendak mengejar Alexa, pintu otomatis tertutup.
Spontan dia mundur tidak ingin terjepit pintu.
"Astaga! Entah bahasa Jepang Alexa atau pintu ini yang menahanku. Hatiku merasa tidak tenang." Zara memandang ukiran pintu itu.
Berbalik menatap tajam semua pelayan yang masih tersenyum ramah seolah tidak terjadi apa-apa.
"Hei, kalian! Bisa tolong katakan yang sejujurnya?" dahi Zara berkerut menuntut jawaban.
Mereka berpikir Zara akan marah dan mengamuk. Namun, tidak terduga.
"Apa aku akan dinikahkan paksa dengan orang yang kalian sebut Raja Iblis sebagai bos kalian?!" teriak Zara sambil memejamkan matanya dalam-dalam. Dia merasa malu.
Semua pelayan itu tersentak. Zara tidak yakin, tetapi hanya itu yang terlintas di benaknya.
Lupakan penculikan, karena dia murni dijebak.
Rasa tidak nyaman di dada sudah meracuni pikirannya.'Ini memalukan! Kenapa aku mengatakan hal itu?' cicit Zara risau dalam hati.
Sayangnya ketika matanya terbuka semua pelayan itu membawanya paksa ke sebuah kamar.
"Loh, loh? Hei, lepaskan aku! Kali ini apa lagi? Apa majikan kalian memaksa kalian untuk bungkam seribu bahasa? Menyembunyikan kebenaran pernikahan dariku? Hei, jawab aku! Kenapa kalian hobi sekali diam?! Aku mau di bawa ke mana?! Aku tidak mau menikah dengan Raja Iblis!" pekiknya tak karuan.
Dia terus meracau sampai memasuki kamar dan dikunci dari luar. Barulah Zara terdiam.
Dalam sekejap, gaun merahnya hilang berubah menjadi pakaian pelayan dengan rambut yang tetap terurai saat dipakaikan bando berenda.
Zara melongo.
"Di mana aku?" gumamnya kosong memandang pantulan dirinya di cermin.
Memukul roknya yang diangkat tinggi-tinggi, "Tidak ada gaun pengantin model seperti ini! Memangnya aku mau menikah dengan konsep bagaimana? Tidak, jelas-jelas ini bukan pernikahan, tapi permainan. Argh, sialnya aku sudah masuk begitu dalam bahkan sempat berpikir yang bukan-bukan. Baiklah, aku layani permainanmu, Bos Besar!" tersenyum miring.
Seorang pelayan yang ikut terkurung bersamanya memaksa Zara untuk memakai pakaian pelayan dan inilah jadinya. Sekarang dia dibawa ke kamar utama oleh pelayan itu.
Tatapannya sinis mempersiapkan diri untuk melempar kata-kata penuh cacian pada orang yang menunggunya.
Ketika Zara masuk, bunyi pintu dikunci dari luar terdengar. Zara meliriknya saat berhenti di dekat ranjang.
'Ck! Sudah aku duga akan dikunci,' pikirnya.
Anehnya dia tidak menemukan satu orang pun di kamar ini.
"Hmm, harum yang sama. Parfum ini ... pasti hanya dimiliki laki-laki itu. Tidak salah lagi, ini memang kamarnya." gumam Zara sembari mengendus aroma ruangan.
Tiba-tiba dikejutkan oleh seorang lelaki yang membuka lemari besar di samping ranjang dari dalam.
"Huaaa, ada orang muncul dari lemari!" Zara syok sampai memegang dadanya.
Sontak dia terpesona untuk kedua kalinya. Kebungkaman mata dan bibirnya mengatakan semuanya.
Seketika keberanian Zara untuk memaki hilang.
"Hmm?" gumam laki-laki itu sedikit meneleng.
Laki-laki itu beralih ke meja kerja dan Zara mengikutinya.
"Jadi, apa tujuanmu kemari?" ujarnya sembari duduk dengan penuh kharisma.
Satu kalimat dari orang itu menyadarkan Zara. Ingat jika dia sedang kesal dan hendak protes.
"Itu terbalik, Tuan! Sebaliknya saya yang bertanya. Apa tujuan Anda membawa saya dari kontes kecantikan ke rumah ini?" kerutan di dahinya terlihat tegas.
Orang itu memandang Zara lekat-lekat.
"Diinikahkan paksa dengan Raja Iblis, ya?" sungguh suara yang halus dan dalam hingga menerobos gendang telinga.
Zara tersentak hebat. Pipinya memerah, seketika ingin menghilang dari muka bumi.
'Aaa! Dasar tidak tau malu! Apa dia tidak paham cara bicara dengan seorang gadis? Setidaknya beri sambutan atau basa-basi sebentar. Ini tidak! Dia langsung menusukku kejam! Dari mana dia bisa tau aku mengatakan hal yang begitu memalukan?!' teriaknya malu dalam hati.
"Menikahi Raja Iblis tampan sepertiku. Apa tetap tidak mau?" lanjut orang itu sembari menyangga kepala. Senyum manis menyapa.
Pemandangan yang ilegal. Napas Zara tercekat di tenggorokan. Teriak saja tidak cukup. Dia ingin lenyap sekarang juga.
Mematung seperti batu dengan ekspresi syok yang teramat bodoh.
"Ahaha! Tidak, tidak, bukan begitu!"
'Serangan mematikan! Aku tidak kuat lagi! Percaya diri sekali dia!' batin Zara mengukuhkan tekad.
"Kenapa gadis aneh sepertimu bisa berpikiran seperti itu?" senyum itu redup berganti tatapan dingin.
Bertanya sungguh-sungguh seakan itu di luar nalar, padahal hal yang normal membuat Zara terperanjat dalam diam.
Lalu, membalas dengan tatapan tajam.
"Aku hanya gadis biasa yang kebetulan menyukai laki-laki tampan, tapi bukan berarti aku serendah itu, Tuan. Menikahimu hanyalah khayalanku karena aku risau dan aku sangat tidak berharap. Justru aku ingin bertanya sekali lagi, apa tujuanmu menyeretku kemari?" tegas Zara menghilangkan debaran jantungnya yang semakin kencang.
Laki-laki itu berkedip satu kali.
'Hiyaaa! Polosnya! Aku mau mati sekarang! Gimana bisa dia berakting begitu?! Apa dia tidak sadar betapa menakjubkannya dia?!' teriak Zara ditahan dalam hati.
Hilang sudah efek wibawa harga diri yang dia perjuangkan.
"Zara Azuri Frazanista," panggil orang itu.
Zara mengerjap ringan.
"Iya?" jawabnya agak terbata-bata juga heran.
"Aku hanya iseng." orang itu memalingkan pandangannya tanpa bergerak sedikitpun.
Zara membatu dengan posisi ternganga.
'Dasar gila! Bolehkah aku memukul kepalanya? Aku ingin sekali memukulnya sampai otak orang ini bisa berpikir jernih! Apa yang dia pikirkan, astaga?! Sengaja mengerjaiku?!' pekiknya dalam hati.
"Yang benar saja, Tuan?! Omong kosong macam apa ini? Apa maksudnya?" tanya Zara dengan kerutan tipis di kening.
Orang itu kembali menatap Zara datar.
"Aku hanya ingin menambah satu pelayan, tetapi yang melamar tidak ada yang cantik. Jadi, aku membuat kontes kecantikan untuk memilih yang paling cantik," ujarnya polos.
'Dasar orang kaya gila! Dia membuat kontes yang begitu besar hanya untuk memilih seorang pelayan?! Jangan bilang jika itu adalah aku? Aku?!' batinnya menjerit.
"Apa yang Anda katakan? Itu mustahil meskipun Anda orang ternama sekalipun karena Anda menggelar acara itu besar-besaran di pusat kota dan hanya untuk memilih seorang pelayan paling cantik sesuai selera Anda?!" Zara berani berteriak. Sungguh tidak ragu-ragu lagi.
"Hmm." orang itu mengangguk tanpa beban.
"Astaga! Aku bisa gila! Ini sulit dipercaya!" Zara meraup wajahnya dan hampir menjambak rambutnya.
"Jadi, masih mau menikah denganku?" senyum itu kembali terbit di bibir manisnya.
"Argh! Sudah cukup jangan menggodaku! Aku tidak akan malu karena itu." Zara kesal meraup wajahnya sungguhan.
Ucapan dan perilaku sungguh berbeda. Bibirnya berkata tidak, tetapi pipinya bersemu merah menahan malu.
Kekehan terdengar dari laki-laki itu. Zara kembali ke posisi siap siaga, tak mau terpesona.
'Orang ini berbahaya. Dia punya kekuasaan yang besar. Apa aku kabur saja?' pikirnya serius.
"Zara, mulai hari ini kau resmi menjadi pelayanku!" ujar orang itu tegas nan serius.
Zara kembali tersentak.
"Pelayan seorang Reon Varezan Dailendra, Zara. Berbanggalah dan berbahagialah!" lanjutnya terdengar kejam.
Zara melotot, "Bagaimana aku bisa bangga akan hal itu?!"
Marahnya sangat kentara. Zara menunjuk orang bernama Reon itu dengan seluruh perasaan di hatinya.
"Dengar, Tuan Reon! Aku bukan pelayanmu! Meskipun aku sedang kesulitan, tapi aku akan mencari jalanku sendiri. Terima kasih sudah memilihku menjadi yang tercantik di matamu, tapi aku tetap tidak mau menjadi pelayanmu! Permisi!"
Menurunkan tangannya dan berbalik badan menuju pintu. Tidak ada balasan dari Reon membuat Zara meliriknya sekilas.
'Dia diam? Baguslah! Seenaknya saja menunjukku jadi pelayan. Dikira orang lain bisa diremehkan sesuka hatinya mentang-mentang dia kaya? Aku akui dia tampan, tapi tidak dengan sifat memaksanya,' batin Zara.
Sayangnya pintu itu tidak bisa terbuka. Zara terkejut dan menyadari jika pintunya dikunci. Seketika tangan yang memegang engsel pintu luruh tanpa tenaga.
Sedetik kemudian Zara merasakan hawa mencekam dari belakang.
"Nona Zara!" panggil Reon penuh penekanan.
Matanya menajam bagai ingin menerkam mangsa.
Zara merinding, meringis ngeri di tempat.
"Huaaa! Apa lagi sekarang?" lirihnya takut.
Sungguh bagai ada kilat menyambar dadanya. Was-was untuk melirik dan akhirnya berbalik badan menatap sumber suara.
Dia terperanjat, menutup wajahnya dengan kedua tangan tak mau melihat Reon, tetapi masih mencuri pandang dengan membuka jari-jarinya.
"Kau tidak akan bisa lari dariku!" Reon menegaskan tanpa bisa diganggu gugat.
"Aaaaa! Jangan makan aku!" teriak Zara menggelegar. Dia menutup matanya rapat-rapat.
"Eh?!" Reon tersentak.
Mendengar Reon membuat Zara membuka wajahnya ikut kaget.
"Eh? Kenapa jadi membayangkan predator buas?" meneleng bingung.
"Aku tidak suka daging manusia," balas Reon jauh dihadapannya.
"Hah?!" Zara kembali ternganga atas jawaban aneh majikan barunya.
Zara mengerjap dua kali antara sadar dan tidak sadar bahwa Reon adalah orang yang unik.
Zara akui aura Reon memang penuh kegelapan di tengah cahaya rembulan bagaikan Raja Iblis yang tampan.
Karena itu dia putuskan untuk menerima takdir menjadi pelayan demi balas dendam pada mantan tunangannya.
Hawa dingin masih berlanjut. Kini Zara telah kembali ke hadapan Reon. Dia ingin mendekati Reon demi memudahkan tujuannya. "Hei, Tuan! Karena aku sudah menjadi pelayanmu yang cantik, apa kau mau membantu masalahku?" tanya Zara penuh harap dengan senyum ceria.Senyuman itu melupakan perihal daging manusia. Namun, tidak ada mimik humor di wajah Reon. "Siapa juga yang mau membantumu?!" tegas Reon keras."Eh?" senyum Zara kaku. Matanya menajam dan berhenti menyangga kepala. Aura hitam semakin bertambah di sekujur tubuh Reon. Zara syok, tanpa sadar kakinya gemetar mundur. "Baru kuangkat sebagai pelayan sudah berani meminta bantuanku?!" Reon berdiri murka.Tak sengaja Zara mengeluarkan pekikan kecil. Dia meringis takut."Sangat tidak sopan!" Reon menekan kata-katanya.Bentakan itu membuat Zara tersentak hebat. Dia kesulitan berkata-kata, hanya sudut bibirnya yang terus berkedut.'Aaa! Da-dari mana datangnya badai kegelapan di padang pasir begini? Aku terintimidasi!' pekik Zara dalam hati
Gedung jahat yang memperkerjakan manusia. Itulah makian Zara setelah tiba di depan bangunan megah menjulang tinggi, yaitu perusahaan parfum Reon. Pengalaman pertamanya duduk satu mobil dengan Reon sangatlah mencekam. Tidak ada pembicaraan yang keluar. Setelah itu, dia cemberut memasuki salah satu ruangan di lantai tiga. "Lihat, aku punya pelayan cantik sekarang." Reon menunjuk Zara datar. Zara tersentak di pojokan. 'Haa?! Aku dipamerkan!!!' syok dalam hati. Orang yang diajak bicara Reon tersenyum semangat, meneleng menatap Zara. "Apa? Lihat, lihat, coba lihat! Wah, sangat cantik! Dari mana kau memungutnya?" Mata berbinar orang itu kembali beralih pada Reon. Zara semakin mendelik kaku. 'Dasar gila! Dikira aku sampah?!' pekik Zara tak terima dalam hati. Tangannya terkepal sekarang. Zara mengerti, ruangan yang dia masuki adalah ruang rapat. Artinya orang yang menghinanya secara halus itu adalah rekan rapat Reon. "Hmm, aku menemukannya tersesat." Reon mengangguk tanpa rag
Zara kembali dikejutkan dengan aksi Alexa yang memukul Zack setelah menemukan Zack. Mereka berakhir berkelahi kecil dan Zara hanya diam menyaksikan. Jam digital di layar handphone telah menunjukkan pukul dua belas malam.Helaan napas panjang pun luruh. Pandangan Zara beralih sayu pada mereka.'Dua ajudan Reon tidak mau berhenti. Hanya karena Zack lari, Alexa sampai marah. Dia memukuli Zack tanpa bersuara dan laki-laki itu hanya menghindar sambil protes. Aku tidak mengerti dengan mereka,' ujarnya dalam hati. Alexa mendapati pandangan Zara yang aneh membuatnya berhenti menyerang Zack, tetapi tangannya masih memegang kerah pakaian Zack. "Zara, sebentar lagi rapatnya selesai. Tuan memberiku perintah untuk meninggalkan kalian berdua. Selanjutnya, kau yang akan mengurus Tuan Reon. Pergilah ke ruang rapat!" jelas Alexa sambil mempertahankan cengkeramannya karena Zack berusaha melarikan diri.Zara mendelik tajam, "Apa? Aku tidak mau! Kenapa harus aku sendirian?" "Sayonara!" Alexa menarik
Zara tidak menyangka kerapuhan juga terjadi pada Reon. Laki-laki itu benar-benar terlelap dalam waktu singkat. "Lihat, dia seperti Raja di kursi belakang. Aku doakan kau mimpi buruk dikejar hantu! Hah, kesalnya! Hanya bisa mengandalkan navigasi di handphone demi menemukan jalan pulang. Oh, benar juga! Bagaimana kalau aku buang saja dia di hutan? Lalu, aku akan menguasai rumahnya, hahaha! Aku jahat juga!" Zara terus melantur seraya mengikuti arah anak panah dalam navigasi. "Tutup mulutmu!" tekan Reon tanpa membuka mata. Suara bariton itu menyadarkan Zara. Seketika menginjak rem sampai berderit tanpa menepikan mobilnya. "Hah? Kau masih bangun?!" pekiknya menoleh ke belakang. Reon pun membuka matanya yang memicing dingin. Zara meringis ngilu. 'Gawat! Dia mendengarku!' batinnya berteriak. "Zara! Ternyata ini yang terpendam di otakmu," desis Reon tajam tiada ampun.Tatapannya seakan menguliti Zara. Pucat sudah wajah gadis itu tak bisa bergerak. Malam pun kembali berubah lebih gelap
"Pulanglah! Siapkan kamar penuh parfum untukku!" titah Reon setelah kopi pahit itu ada di mejanya. "Hah?! Maksudnya bagaimana?" heran Zara mendelik. Nampan masih digenggam jemarinya. Reon mendesah lelah. Mata sayunya membuat Zara melengkungkan bibir ke bawah. "Aku akan pulang nanti sore. Pelayanku, kau jangan kabur! Siapkan saja kamar yang harum nan cantik sepertimu," ujarnya mendayu sendu. Napas Zara tercekat di tenggorokan. 'Ada apa lagi dengannya?!' teriak dalam hati. Rumah besar Reon yang dihuni banyak pelayan. Saat ini Zara menjadi salah satunya. Dia menguap sambil mengucek matanya dan berjalan menuju kamar. Mengerjap-ngerjap menyesuaikan pandangan. "Huft! Aku lelah sekali! Dia benar-benar Raja Iblis! Tidak membiarkanku tidur, tapi menyuruh ini dan itu. Pasti enak kalau berbaring di kasur," gumamnya dengan bibir mengerucut. "Ahahaha! Ternyata ini pelayan baru yang konon gadis tercantik di kota? Hah? Yang benar saja? Apa mata Tuan kita sudah rabun?" Zara merasa diin
Terungkap sudah misteri percakapan Reon dengan Alexa. Tidak disangka bersangkutan dengan peristiwa semalam. Belum puas terlena dengan ucapan majikannya, Zara sudah dibuat kualahan lagi dengan berbagai tugas. "Aku ... harus membuang semua ini! Hiyaaa!" Zara membuang seprai dan gorden penuh semangat sampai bersin. Sebenarnya terlalu kesal, sehingga melampiaskannya pada semangat."Masa bodoh dengan tubuh yang hampir remuk! Mata berkunang-kunang pun bukan halangan bagiku! Lihat saja, Iblis sialan! Aku akan membuatmu terkesan dan kau akan bersedia membantuku, hahaha! Aku akan menjadikanmu bonekaku, maka apapun tugasmu pasti kuladeni! Gejolak gunung berapi sekarang ada di nadiku!" Berteriak layaknya monster dengan mata memerah sembari mencengkeram seprai.Reon menyuruhnya membersihkan hujan abu dan menghiasi kamarnya dengan aroma parfum terbarunya. Lalu, membuat karangan bunga dan menyiapkan hidangan utama. Sepertinya akan kedatangan tamu. Walau keringat bercucuran, Zara tidak berhenti
Jantung Zara masih berdegup kencang. 'Gawat! Ini tidak aman. Kenapa jantungku terus berdebar saat Reon ada di dekatku? Aku tidak mungkin terpesona sungguhan, 'kan?' pikirnya bingung. Meringis memegang dada. Reon sudah pergi, kini dia sendirian di kamar. Mendesah lesu sembari memandang semangkuk bubur hangat di meja. "Huft, tapi dia memang mempesona! Tidak salah jika dia sombong sedikit. Sudah merawatku dan ternyata sadar telah mempermainkanku."Matanya sedikit berbinar. Dia tersenyum ringan. "Yah, apapun itu yang jelas aku harus berterima kasih sekaligus mengajukan permintaan. Dia harus membantuku."Semangatnya kembali sampai menepuk tangannya. Demi memulihkan tenaga, dia rela memakan bubur buatan Azuma dengan sedikit kesal.Mengganti pakaian pelayan dengan yang baru. Sepertinya Zara mulai menyukai pakaian itu, terlebih lagi bagian bando putih. Rambutnya kini diikat menjadi satu. Namun, Reon sedang menemui tamu di ruang tamu. Pupus sudah harapan Zara. Dia bersembunyi di balik pin
"Tenang saja, Tuan! Dengan senang hati aku akan melayanimu. Aku sudah seperti robot tanpa jiwa yang tidak kenal lelah, haha." senyum palsu Zara sangat manis.Kamar adalah tempat yang berbahaya. Terlebih lagi Reon beraksi tampil seksi nan menawan di tepi ranjang dengan senyum dan kancing kemeja atas terbuka.'Tahan dirimu, Zara. Hiraukan saja dia,' dalam hati menekan perasaannya sekuat tenaga. "Ah, aku baru ingat ingin mengatakan ini. Tuan Reon, kau punya kepribadian ganda, ya? Berubah-ubah setiap saat seperti memiliki seribu wajah," lanjut Zara menyembunyikan kekesalannya, padahal otot kepalanya sudah menegang. Senyum Reon pun hilang. "Apa kau akan lari dariku?" tatapan sayu menurunkan ego-nya.Zara mencicit melepas ketegangan ototnya."Jangan membuat wajah sedih seperti itu! Aku tidak membuangmu, 'kan?!" Meskipun sudah teredam dengan keindahan kamar rahasia yang membuatnya syok, masih saja bisa terengah.Reon tidak mempermasalahkan teriakan Zara. Zara pun cemberut.'Sudah kuduga!