Share

Bab 5 : Strange

"Apa pekerjaan Pak Darren selama ini sebagai asisten rumah juga?"

Juan tertawa mendengarnya, "Ya, bisa dibilang dia yang terbaik!"

"Jadi asisten rumah tangga, toh. Multitasking banget orang ini," ucap Diandra dalam benaknya.

Diandra tidak membaca dengan baik kontrak kerja yang langsung ditanda tangani oleh dirinya sendiri. Apa yang dia tahu hanya sebagai asisten. Mungkin ini akan menjadi pekerjaan yang melelahkan baginya.

"Kamu lucu juga, ya," puji Juan tiba-tiba.

"Bagian mana lucunya?" batin Diandra.

Diandra pun menunjukkan senyum andalannya, "Hehe, bisa aja Pak Juan."

Apa yang dipikirkan dalam benaknya selalu berbanding terbalik dengan kelakuan yang dia tunjukkan kepada orang lain. Diandra merasa harus menunjukkan berbagai macam topengnya untuk menyenangkan hati atasannya atau orang lain. Begitulah yang selalu Diandra lakukan selama ini.

"Berhentilah tersenyum seperti itu, aku tau itu bukan senyum yang mau kamu tunjukkan," kata Juan.

Seketika Diandra terkejut dengan apa yang dikatakan Juan. Dia tidak tahu jika Juan menyadari senyum palsunya ketika berhadapan dengannya. Entah bagaimana orang semacam Juan pantas mengatakannya, sebab Diandra pikir pria di hadapannya selalu tersenyum juga.

"Apa maksudnya, Pak?"

Juang mengambil barang belanjaan yang dibawa Diandra, "Enggak mungkin kamu gak tau," ujarnya.

Juan berbalik dan berjalan menuju kasir, Diandra yang mematung beberapa detik, kemudian berjalan mengikutinya, "Kartu ATM dimana?" tanya Juan kepada Diandra di sampingnya.

Mendengar itu Diandra terbata-bata mengambil barangnya. Sebab dia masih memikirkan bagaimana Juan tahu akan senyum palsu yang selalu dia gunakan demi menghindari konflik yang terbesit dalam benaknya. Setelah mereka membayarnya, Juan yang menenteng kantung plastik mengajak Diandra pergi naik taksi menuju swalayan bersamanya.

"Jangan lupa buat lihat catatannya," ingat Juan sembari turun dari taksi.

Diandra cepat-cepat turun dan berjalan di belakang Juan sambil membawa kantung plastik berisi susu varian. Diandra memilih menitipkan belanjaannya sebelum masuk ke dalam. Kemudian mereka kembali melanjutkan perjalanan dengan sebuah troli yang didorong Diandra.

"Daging ayam, daging sapi, wortel, brokoli ..., dia pecinta brokoli?" Diandra memperhatikan beberapa daftar yang tertulis di sana.

"Ada tepung juga, telor ayam, kurang lebih aku tahu tempatnya," gumam Diandra.

Diandra memicingkan matanya saat melihat sebuah kalimat paling bawa yang diberi gambar bintang, "Note : Jangan biarkan pengawasanmu lengah di pusat perbelanjaan?"

Dahinya mengerut membacanya, "Apa maksudnya?"

Diandra yang sedari tadi berjalan lamban berhenti melangkah, dia baru menyadari Juan tidak ada di hadapannya. Degup jantung pin langsung berdetak kencang, "Gawat, Pak Juan kemana lagi?"

Kedua matanya mulai mencari ke berbagai arah dimana orang bernama Juan itu pergi tadi. Sayangnya, Diandra tidak dapan menemukan di sekitar. Dia terpaksa mendorong troli sambil melewati rak makanan ringan. Namun, hasilnya tetaplah nihil.

Tanpa banyak berpikir lagi, Diandra mencoba menghubungi Juan. Sayangnya, panggilan tidak terjawab sama sekali meskipun beberapa kali coba dihubungi. Diandra mulai frustasi tentang kemana perginya Juan, bagaimana dia bisa mencari Juan di Swalayan yang cukup besar ini? Bukankah tidak mungkin jika Juan berjalan jauh dalam waktu sekejap?

"Gak mungkin kamu orang segede itu ilang?" ucap Diandra mulai panik.

"Pak Darren, Pak Darren," ingat Diandra mengetikkan nomornya yang ditulis sendiri oleh Darren di kertas sebelumnya.

Dia langsung menghubungi Darren, meskipun membutuhkan waktu beberapa menit. Akhirnya Darren mengangkatnya dan menjawab telepon itu, "Iya Diandra, kenapa?" tanyanya dingin.

"Pak, Pak tolongin saya, dong!" pinta Diandra.

"Kenapa, jelasin aja," suruh Darren.

Diandra meneguk ludahnya sendiri, "Pak Juan ilang," ucapnya ragu-ragu.

Terdengar suara helaan napas yang panjang dari balik sambungan panggilan telepon. Mendengarnya sudah membuat Diandra merasa gugup dan ketakutan. Dia takut akan diceramahi di awal bekerja paruh waktu.

"Cari aja di bagian snack, di bagian makanan beku, dan wahana anak aku rasa ada diantara itu," jawab Darren.

"Snack?"

Diandra kembali menoleh ke belakang dan ke depan, "Tapi aku ada di dekat rak berisi snack."

"Semoga berhasil," ucap Darren langsung menutup panggilan.

"T-Tapi Pak Darren, tunggu!"

Diandra kembali menarik ponsel miliknya, tidak ada sambungan telepon di sana, "Mereka berdua gak ada yang beres," geramnya.

"Tetap tenang Diandra, aku tau kamu bisa menemukan orang aneh ini," kata Diandra berusaha menenangkan diri.

Diandra mendorong sambil mencari ke tempat makanan beku yang dibicarakan. Troli yang kosong membuat Diandra ingin membuang trolinya dan kembali mencari. Kedua matanya menyipit, mencari pria yang memakai hoodie biru muda serta celana jeans ditambah kacamata hitam yang melekat. Banyaknya orang menjadikan Diandra harus teliti dalam melihatnya.

"Gak ada di sini," ucap lirih Diandra sembari berjalan menelusuri.

"Aku harus mencari ke tempat wahana anak, tapi ngapain dia di sana?” herannya.

"Lantai tiga?" Diandra berhenti melihat tangga eskalator.

Diandra mengusap wajahnya, "Aku belum belanja apapun."

"Argh, tapi percuma kalo Pak Juan malah ilang," ucap Diandra mulai bimbang.

Akhirnya Diandra menaruh troli ke tempat yang paling dekat. Kemudian dia menaiki eskalator dengan perasaan cemas dan penuh harap agar dia segera bertemu. Dia melewati banyak orang yang datang kemari sambil memperhatikan pria ber-hoodie biru muda.

Dia bahkan salah menerka orang yang mengenakan hoodie biru, "M-Maaf, saya salah orang."

Dengan rasa malu dia kembali melanjutkan perjalanan melewati orang yang dia kira sebagai Juan. Meskipun begitu Diandra tetap mengamati orang di sekitarnya. Hingga dia naik ke eskalator dan menapaki lantai tiga di swalayan. Berjalan beberapa meter dan melihat kerlip lampu berwarna yang menyala terang. Banyak anak-anak dan para ibu yang mengawasi serta bermain bersamanya.

Diandra berjalan memasuki tempat bermain yang dipenuhi anak-anak. Kedua mata tak berhenti memperhatikan layaknya elang yang mencari mangsa. Hingga langkah terhenti di dekat rollercoaster mini. Juan sedang berdiri memperhatikan anak-anak sambil sesekali melambaikan tangannya. Bahkan para ibu tidak keberatan dengan Juan, apalagi berpikir dia adalah penculik yang bisa saja melancarkan aksi kapan pun.

Sebaliknya, para ibu itu malah memberikan beberapa camilan kepada Juan. Situasi aneh itu membuat Diandra yang kewalahan setelah perjalanan jauh makin merasa frustasi. Pasalnya orang yang dia cari sedang bersantai dengan para ibu yang ramah dan genit sepertinya.

"Permisi, maaf ya," ucap Diandra menarik Juan dari sana.

"Pak, daritadi saya cariin, loh. Taunya malah asyik di sini," kesal Diandra.

Juan malah meringis mendengar kekesalan Diandra, "Seenggaknya aku dapat makanan gratis," ujar Juan sambil menunjukkan dua bungkus makanan ringan.

Diandra menghela napas panjang, dia memijat keningnya. Ini baru pertama dia bekerja dengan Juan dan dia sudah kewalahan dengannya. Setidaknya Diandra dapat menemukan Juan, dengan begini dia bisa melanjutkan berbelanja.

"Yaudah, gini deh, Pak. Kita lanjutin belanja dulu, ya," usul Diandra.

"Aku bosnya, kenapa kamu nyuruh aku pergi dari surga dunia dimana anak-anak bebas bermain?"

"Matahari dah mau tenggelem, nih. Mending belanja dulu, nanti Pak Juan gak makan sebulan, mau? " katanya lagi.

"Iya-iya, ayo belanja dulu," ucap Juan memajukan bibirnya.

Diandra terdiam melihat kelakuan Juan, "Apa dia baru aja ngeluarin raut wajahnya cemberutnya?"

Diandra pun berjalan hendak keluar dari sana, tanpa dia sadari ternyata Juan tidak ikut di belakangnya. Juan malah berdiri melihat anak-anak yang asyik bermain di pemandian bola. Seketika lelahnya bisa saja menjadi amuk, Diandra mencoba menahan amarahnya akan kelakuan pria itu. Dia seperti anak kecil yang ingin masuk, tetapi tentu saja tidak diizinkan petugasnya.

"Pak Juan ...."

Sementara itu di tempat lain, seseorang menghirup dalam udara di bandara. Dia menutup mata, kemudian membuka matanya saat menghela napasnya. Senyuman terukir di wajahnya, kedua matanya menyorot tajam. Kacamata hitam dapat menutupi tatapan tajam itu.

"Apakah kamu merindukan teman lamamu ini?" ucapnya sembari menyeringai.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status