Share

5. Tersudut

Sherly mengikat rambutnya dengan kuncir ekor kuda. Hari ini tampilannya sangat kasual. Jeans biru terang dan kemeja katun putih menjadi baju pilihannya untuk pergi ke kantor hari ini. Sherly segera menyambar tas kerjanya sebelum keluar dari kamar.

Sherly melihat Dean sedang berdiri di dapurnya saat ia keluar dari kamarnya. Ia kemudian menghampirinya, mengambil sebuah cangkir hendak membuat kopi.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya

"Membuat sarapan. Hai, selamat pagi." ucapnya sambil memperlihatkan sepiring pancake yang sudah tertata rapi.

"Wow ... kau bisa membuat sarapan rupanya," gumam Sherly takjub

"Duduklah ... mari kita makan bersama. Dan jangan minum kopi karena aku sudah menyiapkan jus jeruk segar"

Sherly lagi-lagi tampak takjub dengan pekerjaan yang Dean lakukan. Ia segera mengambil tempat untuk duduk, dan siap di depan meja makan diikuti oleh Dean.

"Ini enak ..." Sherly tersenyum senang setelah mencicipi makanan buatan Dean.

"Terima kasih ... setidaknya hanya ini yang bisa kulakukan untukmu," balas Dean sambil tersenyum.

Imutnyaaaa..!!

Lagi dan lagi ... Sherly terpana melihat Dean tersenyum. Ia seperti terhipnotis dengan senyuman Dean. Malang bagi jantungnya, yang sudah harus bekerja keras sepagi ini karena berdetak terlalu kencang. Ada apa ini? Mengapa dirinya begitu terpesona pada pria itu?!

Sherly meneguk jus jeruknya untuk mengalihkan debarannya. Tiba-tiba jus dan pancake yang dimakannya terasa hambar. Seolah jauh lebih manis senyuman Dean daripada semua yang tersaji di hadapannya.

Sherly sedikit terburu-buru menghabiskan sarapannya. Ia tak ingin berubah menjadi mentega leleh jika harus berlama-lama berhadapan dengan Dean.

"Apa kau sudah selesai?"

"Ya ... sarapanmu begitu enak, jika tidak sedang terburu-buru aku pasti sudah menghabiskan semuanya. Tapi sayangnya, aku harus berangkat kerja ..." Sherly membuat alasan dengan gugup.

"Tinggalkan saja..." Dean tiba-tiba meraih tangan Sherly yang sudah beranjak hendak menuju ke tempat cuci piring. Sherly berhenti dan otomatis mematung di tempatnya.

Double kill...!! Batinnya.

Dean berdiri menghampirinya, meraih piring yang di bawa Sherly dan meletakkannya ke tempat cucian piring.

"Aku yang akan membereskan semua, tidak perlu sungkan," ucapnya.

Dean meraih selembar tisu, mendekati Sherly dengan perlahan dan tiba-tiba ia mengusap ujung bibir Sherly untuk menghapuskan sisa makanan yang menempel di sana.

"Sempurna ... cantik. Sekarang kau siap untuk berangkat bekerja"

Dean lagi lagi tersenyum setelah mengatakan itu. Sherly membulatkan matanya. Menahan napasnya seketika.

Oh....triple kill...!! Batinnya lagi.

Sherly yang masih sedikit shock, mencengkeram selempang tasnya. Ia berharap dirinya tidak langsung ambruk dengan perlakuan Dean yang membuatnya melayang seketika.

"Te ... terima kasih, aku akan berangkat sekarang!" ucapnya buru-buru.

Sherly segera bergegas menuju pintu keluar, memakai sepatu ankle bootnya dan keluar dari apartemennya. Yang bisa ia pikirkan hanyalah kabur dari apartemennya sekarang juga!

Sepanjang perjalanan menuju tempat parkir, Sherly menepuk-nepuk dadanya. Berharap dapat meredakan degup kencang yang tak kunjung berhenti.

Sherly sedikit menghempaskan tubuhnya di kursi pengemudi saat ia masuk ke dalam mobilnya. Ia mengibas-ngibaskan tangan di depan wajahnya yang memanas. Sherly menarik napas panjang, dan menghembuskannya berkali-kali.

"Oh! Sial! Kalau begini terus lama-lama aku bisa terkena serangan jantung akut ..." keluhnya.

***

__di kantor__

"Well ... well ... Nona Pengkhianat kita sudah datang... Good morning!" Sindir Cecil begitu melihat Sherly memasuki ruang kerja.

"Oh ... ayolah bisakah kalian melupakannya? Tidakkah itu panggilan yang sangat kejam untuk gadis secantik aku?" protesnya.

"Jika kau cantik mengapa kau hanya berpacaran dan tinggal dengan semacam pria yang seperti itu?!"

"Seperti apa?" tanya Sherly

"Please.. Sherly!" Anthony ikut-ikutan bergabung, "Ia seperti contoh salah satu konsumen kita yang sudah berhari-hari bermain game tanpa tidur dan mandi! Kau tak terganggu apa dengan rambut acak-acakan yang hampir menutupi seluruh wajahnya itu?!" ucapnya gemas.

"Itu poni ..." jelas Sherly tenang

"Juga rambut kecil-kecil dan kumis-kumis tipisnya yang mulai bertumbuhan disana-sini itu Sher..."

"Itu cambang Anthony ... dan terlihat seksi bukan?" Sherly tersenyum.

"Belum lagi pakaiannya, kemeja kumal yang sudah ketinggalan mode! Apa sih pekerjaannya? Ia tampak seperti pria tua yang ..."

Sherly memutar bola matanya. Mulai tampak geram dengan komentar-komentar Anthony.

"Hei....! Dia berpakaian seperti itu karena baru saja mendapat operasi. Dean memilih memakai kemeja agar memudahkannya berganti baju supaya meminimalisir gerak! Dan apa kau tahu, dibalik semua kekumalan dan keberantakan yang kau sebutkan tadi itu, jika kau buka pakaiannya kau akan bisa melihat dengan jelas semua otot-otot kerasnya yang menonjol dan seksi, yang bisa membuat siapa pun yang melihatnya meneteskan air liurnya! Apa kau tahu itu?! Siapa pun!" protes Sherly sengit.

"Dan jangan menghina kekasihku lagi, ia sangat manis dan imut. Dirinya bahkan pandai membuatkanku sarapan dan mencuci piring," Sherly tersenyum puas.

Cecil dan Anthony lagi-lagi hanya menggelengkan kepalanya dan menatap Sherly dengan ngeri.

"Kekasih siapa?"

Nick tahu-tahu sudah berdiri diambang pintu masuk. Mau tak mau semua mata yang baru menyadari kehadirannya, tertuju padanya.

"Kalian sudah bergosip pagi-pagi, apa kalian tidak ada pekerjaan?!" Nick hanya berlalu memasuki ruangannya.

Suasana langsung menjadi hening. Sherly, Anthony dan Cecil hanya saling pandang dengan bingung.

Sherly dengan sigap langsung bergegas mengikuti Nick memasuki ruangannya. Ia bahkan tak berani menyapa Nick, karena dilihat dari raut wajahnya yang masam, Sherly dapat menebak bahwa Nick sedang memiliki hari yang suram.

Sherly menarik kursinya perlahan-lahan. Mulai membuka laptopnya dan mengeluarkan beberapa berkas di atas mejanya.

Nick tiba-tiba menghampiri Sherly. Duduk sedikit di pinggir meja kerjanya. Sherly sedikit meliriknya was-was. Seolah waspada jika Nick tiba-tiba menyemburnya.

"Berikan laporan kemarin," ucapnya datar.

Sherly memberikan tanpa banyak protes. Nick menerima berkas laporan dari Shery, tetapi tak kunjung beranjak dari tempatnya.

Nick lalu menggulung kedua lengan kemejanya dengan tenang. Dan melanjutkan membaca laporan di sana. Sherly hanya memandangnya heran karena Nick tak beranjak dari tempatnya. Lalu ia menghembuskan napasnya.

"Oke, ada yang ingin kau katakan?" tanya Sherly

"Tak ada ..." jawab Nick masih sibuk membaca laporannya.

"Nick ..."

Nick menatap Sherly. Ia memicingkan kedua matanya. "Siapa dia?!" tanyanya menyelidik.

"Si ... siapa maksudmu?" Sherly mulai gugup. Ia mengerjap dan menggigit bibir bawahnya dengan kikuk.

"Kekasihmu __yang berotot__ itu!" ucap Nick menekankan setiap katanya. Tangannya disilangkan ke dada, dan tatapan tajam ia tujukan ke arah Sherly.

Sherly seperti kelinci kecil yang sedang terpojok. Tapi Nick seolah tak peduli. Ia semakin menatapnya dengan tidak sabar.

"Aku ... ehem, tidak tahu yang kau maksudkan," Sherly berencana beranjak dari tempat duduknya untuk menghindari Nick.

Nick segera menarik tangan Sherly. Mendudukkannya kembali ke kursinya.

"Jadi dia manis, ha? Pria imut? Berotot keras dan sangat seksi?! Hmmm?? Dan kau tinggal seatap dengannya?!! Benarkah?!" Raut wajah Nick mulai geram.

"Oh Nick ..." ucap Sherly memelas.

"Kau tak ingin menceritakannya kepadaku?"

"Bukan begitu ... hanya saja situasinya ..."

"Ayo kita berangkat untuk hasil survey di beberapa tempat pameran game kita. Dan setelah itu aku akan mengantarmu pulang. Aku ingin memastikan sendiri dengan mata kepalaku, seperti apa pria yang menjadi kekasihmu itu!" tegasnya.

"Apaa??!! Nick!! Tapiii ...Nick?!"

Nick tak menghiraukan seruan Sherly. Ia hanya meraih tas dan membawa beberapa berkasnya, lalu keluar dari ruangan.

Tak ingin tertinggal, Sherly segera berlari mengejarnya.

******

"Bagaimana...?" tanya pria di seberang sana.

"Aku belum menemukannya" jawab sang penerima telepon sambil sedikit berbisik.

Tiba-tiba pintu di belakangnya terbuka. Sang penelepon terkejut mendapati sesosok pria yang tengah memergokinya.

"D..Dean..!" ucapnya gelagapan.

"Jadi kau yang telah mengacak-acak tempatku?" ucap Dean geram.

"Tidak ... bukan begitu ... aku hanya mencari ..."

"Ini maksudmu?" balas Dean sambil menunjukkan sebuah flashdisk di tangannya.

"Berikan padaku ...tolong. Aku akan melakukan apa pun jika kau memberikan itu."

"Kau sangat menyedihkan Seth, kau masih saja menjadi budak pak tua itu!" Dean melempar flashdisk itu ke arah Seth.

"Bilang pada pak tua itu, jangan pernah mengacak-acak tempatku lagi. Atau aku akan mengacau di Heaven Nightclub dan menghancurkan semua usaha kerasnya di sana!"

"Baiklah ... aku akan sampaikan."

"Dan sampaikan juga ... Jangan mengaturku saat ia tak punya apa-apa untuk diberikan. Jika ia merindukan aksiku, suruhlah ia bersabar. Pada akhirnya hanya ia yang mendapat keuntungan. Aku akan mendatanginya sendiri saat aku rasa perlu menemuinya. Dan jangan memaksaku atau kuhancurkan semua milik kalian!"

"Oke ... baik! Akan kusampaikan pada bos" ucapnya takut-takut.

Seth lalu pergi dengan tergesa-gesa setelah mendapatkan barang yang diberikan Dean.

Dean menatap sekeliling ruangan sekali lagi sebelum ia keluar. Dengan tenang Dean kemudian menutup pintu apartemennya lagi. Menguncinya, lalu berjalan santai menuju ke apartemen Sherly. Masuk kembali ke dalam untuk meneruskan pekerjaannya yang belum selesai tadi. Memasak.

******

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
wahh, kerjaannya bahaya ya Dean
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status