Share

7. Tantangan Terbuka

 

Sherly mengerjap, tidak menyangka Dean akan mengajukan pertanyaan seperti itu yang begitu tiba-tiba.

"Kau ingin tahu hubungan antara aku dan Nick?" ulang Sherly. Dean mengangguk.

"Well ... aku dan Nick memiliki hubungan pertemanan yang baik. Kami lumayan dekat. Dan jika tentang pekerjaan, kebetulan aku adalah asisten sekaligus sekretaris yang bekerja pada perusahaannya dan dia bosnya"

"Itu saja?" tanya Dean lagi.

Sherly mengangguk mengiyakan. "Apa masih ada yang ingin kau ketahui lagi?"

"Apa Nick sudah memiliki kekasih?"

"Setahuku belum. Kenapa?"

"Yah ... hanya saja tampaknya dirinya cukup mapan. Mengapa ia belum memiliki kekasih? Apa tabiatnya buruk? Apa ia tidak dekat dengan seorang wanita? Atau apa ia memiliki orang yang disukainya mungkin?"

Sherly sedikit mengerutkan alisnya, tampak heran dengan sikap Dean.

"Entahlah ..." ucapnya lambat-lambat, "Aku tidak pernah terlalu ikut campur dalam urusan pribadinya. Setahuku selama 7 tahun aku mengenalnya, ia tidak pernah membicarakan tentang seseorang yang disukai atau hal semacam itu."

"7 tahun?! Kalian sudah saling kenal selama 7 tahun?" Dean tampak sedikit terkejut.

"Iya ... benar." Sherly mengangguk. "Nick baru mendirikan perusahaannya saat awal aku mengenalnya. Dan saat itu walau aku belum lulus kuliah, ia dengan senang hati memberiku posisi pekerjaan di sana untuk membantunya. Apa ada yang salah? Kau tampak seperti sedikit terkejut"

"Baiklah... hh, tidak ada apa-apa. Aku hanya tidak menyangka saja ternyata kau sudah lama mengenalnya. Hmm... yah, oke." Dean mengangguk-angguk dengan canggung.

"Yah, memang seperti itu. Well, oke kalau begitu ... mm ... jika kau mungkin membutuhkan sesuatu, aku ada di ruang TV. Panggil aku saja jangan sungkan."

"Kau tidak istirahat?" tanya Dean.

"Ah ... aku masih harus mengerjakan sedikit lagi sisa pekerjaanku."

"Baiklah ... istirahatlah Dean." Sherly keluar dengan canggung dari kamar Dean.

Dean menatap langit-langit kamar, menghembuskan napasnya perlahan. Dirinya tak menyangka ternyata Sherly dan Nick sudah lama saling kenal dan dekat. Ia mengingat lagi sikapnya saat menghadapi Nick tadi. Dengan memikirkannya saja sudah membuatnya tak berhenti mengutuki dirinya sendiri.

Jelas Nick terlihat jauh lebih muda darinya, seharusnya dirinya tidak mudah terpancing provokasinya begitu saja. Dean sadar dirinya tadi sudah terlalu sombong dan juga terlalu terbawa emosi. Hanya saja sikap menyebalkan Nick tadi membuatnya sangat kesal. Lain kali ia akan mengendalikan dirinya lebih baik lagi jika berhadapan dengan Nick lagi.

Dean menghembuskan napasnya. Sejak dirinya keluar dari rumah sakit, terhitung sudah dua malam dirinya berada di apartemen gadis ini, tetapi Dean belum juga bisa mendapatkan yang diinginkannya. Dean sebenarnya memiliki misi untuk dekat dengan Sherly dan memperoleh informasi yang dibutuhkan darinya.

Tapi Sherly terlalu sibuk dengan pekerjaannya, hingga Dean tidak dapat mendekati gadis itu dengan mudah. Hanya di sela-sela waktu saat mereka bisa bersama saja, dirinya dapat mulai mendekatinya perlahan.

Dean tak ingin terlalu terang-terangan mendekati Sherly. Walau sepertinya gadis itu gadis yang polos, tetapi ia juga peka dan sensitif. Yah, kecuali dalam satu hal, gadis itu terlalu bodoh untuk membaca perasaan orang lain kepadanya. Bahkan Nick orang terdekatnya yang memendam perasaan bertahun-tahun padanya saja ia tidak tahu. Dan Dean memutuskan untuk tidak menakutinya dengan mendekatinya terang-terangan.

Baiklah, jika memang kesempatan yang ia miliki untuk mendekatinya hanyalah saat gadis itu berada di apartemen, maka sekarang adalah waktu yang tepat.

Dean turun dari ranjangnya, perlahan keluar dari kamar. Saat itu, ia melihat Sherly sedang meringkuk menyandarkan kepalanya di atas meja dengan laptopnya yang masih menyala. Tampaknya ia ketiduran saat tengah menyelesaikan pekerjaannya.

Dean mendekati Sherly perlahan-lahan. Gadis itu duduk di bawah karpet dengan badan sedikit meringkuk. Entah mengapa gadis itu terlihat sangat menyedihkan di mata Dean. Ia merasakan perasaan bersalah, haru dan juga penyesalan saat melihat wajah pulas gadis itu. Dean jadi sedikit ragu dengan misinya.

Dean mendekatinya perlahan, berjongkok di sampingnya. Mendesah kecil sambil mengamati gadis itu.

Bagus, bisa-bisanya dirinya tidur begitu nyenyak saat ada pria asing mendekatinya. Apa yang akan terjadi jika ia diserang?! Mungkin tak akan ada kesempatan bagimu untuk selamat jika itu terjadi, Sherly!

Dasar! Memang benar kamu sungguh ceroboh! Pantas saja bocah berisik itu begitu marah saat mengetahui ada pria lain tinggal bersamamu ...

Dean sejenak tertegun. Mengapa ia tiba-tiba saja tak dapat menyembunyikan perasaannya? Ia menjadi terlalu banyak berpikir saat melihat Sherly.

Dean meraih rambut Sherly yang menjuntai lembut. Mendesah lagi. Menurutnya Sherly memang gadis yang begitu ceroboh, salah satunya ini, karena tidak mengeringkan rambutnya setelah mandi tadi.

Bagaimana jika dirinya terkena flu? Seharusnya ia tahu kan jika tidur baiknya dengan rambut yang kering. Akan sia-sia semua bukan pekerjaan lembur yang ia lakukan saat ini, jika ia nanti jatuh sakit?.

Dean memutuskan untuk masuk ke kamar Sherly sejenak. Tidak perlu waktu lama untuknya menemukan pengering rambut milik Sherly yang tergeletak di atas meja riasnya.

Sejenak Dean terdiam, mengamati sebuah bingkai foto kecil di atas meja rias Sherly. Foto Sherly yang berjajar dengan seorang pria paruh baya.

Dean sedikit memicingkan matanya menatap sejenak foto tersebut. Ekspresinya kembali penuh tekad setelah melihat foto itu lagi. Memang pertemuannya dengan Sherly bukanlah murni karena kebetulan semata. Dean kembali mengingat awal mula dirinya membuntuti gadis itu, hingga akhirnya bisa menjadi tetangga apartemennya.

Selama ini Dean selalu berusaha diam-diam mengamati Sherly dari kejauhan. Dirinya awalnya  bukanlah target Dean. Tetapi ... karena keterikatannya dengan pria yang ada di foto itu, mau tidak mau Dean beralih mengawasi gadis itu. Sudah sejak 3 bulan yang lalu Dean membaur diantara Sherly, disamping pekerjaannya yang lain.

Dean sebenarnya tidak ingin muncul dan menampakkan diri di hadapan gadis itu, hingga suatu hari karena kelalaiannya, gadis itu yang muncul di hadapannya dan berada di dekatnya. Melihatnya.

Dengan kebetulan juga, ia yang menolong dirinya saat nyawanya hampir di ujung tanduk karena usus buntu yang hampir pecah itu. Lagi dan lagi gadis itu setelahnya bersikap baik padanya. Karena keberuntungan itulah yang pada akhirnya bisa mempermudahnya untuk mendekatinya dan  mencari semua yang ia butuhkan dari Sherly.

Dean kembali mendekati Sherly dengan pengering rambut di tangannya. Ia kemudian duduk membelakangi Sherly, mulai menyalakan pengering rambut dan mengarahkan ke rambut basah milik Sherly.

Bagi Dean, normalnya orang akan terbangun saat disentuh sedikit saja. Tapi tidak bagi gadis ini. Ia bahkan tidak terganggu sama sekali dengan suara deru angin hangat yang keluar dari pengering rambutnya. Ditambah sentuhan-sentuhan jemari Dean yang menyisir rambutnya, harusnya itu sudah cukup untuk membangunkan gadis itu.

Dean menggeleng-gelengkan kepalanya, menatapnya dengan heran. Sherly tidur seperti orang yang pingsan. Bagaimana gadis ini bisa tinggal dengan tenang di sini dengan semua kecerobohannya itu? Sungguh orang yang tidak memiliki kewaspadaan sama sekali.

Sherly sesekali hanya menggeliat dan bergeser sedikit. Tetapi tetap tidak terbangun sama sekali. Hingga Dean selesai mengeringkan rambutnya, Sherly masih tertidur nyenyak.

Dean merapikan kembali pengering rambut ke dalam kamar Sherly. Kembali lagi dengan membawa bantal dan selimut besar milik gadis itu. Ia memposisikan kepala Sherly agar nyaman dengan posisi tidurnya di atas karpet. Tak lupa sedikit menggeser meja di depan Sherly, agar gadis itu memiliki ruang gerak yang cukup leluasa.

Dean sengaja tidak memindahkan Sherly ke dalam kamarnya. Ia tidak ingin membangunkan dan mengusik tidur nyenyaknya. Walau Dean ragu Sherly akan terbangun saat dirinya benar-benar melakukan hal itu.

Sebelum kembali ke kamar, Dean memandangi sejenak wajah Sherly. Mulutnya yang sedikit terbuka membuat Dean tersenyum.

___Esoknya___

Sherly menggeliat saat mencium aroma yang menggugah seleranya. Wangi roti panggang dan kopi yang harum memenuhi indra penciumannya.

"Selamat pagi ..." ucap Dean sambil berlutut di samping Sherly.

Sherly menggeliat dan mengerjap beberapa kali hingga akhirnya ia mulai tersadar. Begitu tersadar, Sherly bangun dengan tiba-tiba begitu saja. Tepat saat ia terbangun, Dean dengan sigap menghalangi pinggiran meja dengan tangannya. Kepala Sherly nyaris saja terbentur jika Dean tak ada di sana.

"Berhati-hatilah!" Dean begitu terkejut melihat Sherly hampir celaka.

"Jam berapa ini?" tanyanya panik

"Masih pukul 7, tak perlu khawatir kau akan terlambat bekerja."

Sherly menghembuskan napasnya lega. Baru sedetik ia tersadar, kepanikan sudah melandanya lagi saat dilihatnya laptop di atas mejanya yang masih terbuka dengan pekerjaannya yang belum selesai.

"Oh ya Tuhan ... pekerjaanku belum selesai!" teriaknya panik. Buru-buru Sherly melanjutkan pekerjaannya saat itu juga.

"Masih banyak? Bukankah kau harus sarapan dulu?" tanya Dean.

"Tidak sempat! Aku harus menyelesaikan ini. Ini bahan untuk meeting penting dengan klien kami hari ini" tangannya sibuk di atas keyboard laptopnya.

Bertepatan dengan kepanikannya, bel pintu apartemen Sherly berbunyi. Dean bergegas membuka pintu untuk mencari tahu siapa tamu mereka sepagi ini.

Well....well....si bocah berisik ini lagi. Batinnya geram.

Mau tak mau Dean membuka pintu dan melihat Nick berdiri di sana. Dean hanya memandang Nick datar tanpa mempersilakannya masuk setelah ia membukakan pintu.

"Siapa, Dean?" tanya Sherly dari kejauhan.

"Aku!" Nick segera menyahut dari luar. Dean memicingkan kedua matanya dan menatapnya dengan sebal.

Sherly menganga mendengar suara Nick. Kepanikannya kian melanda karena ia belum menyelesaikan pekerjaannya.

Dean masih menahan pintu, menoleh sebentar ke arah Sherly, "Sayang ... pergilah ke kamar mandi, kau tak ingin menerima tamu dengan penampilan seperti itu bukan? Bersiaplah ... berpakaianlah!" serunya.

Giliran Nick mengatupkan rahangnya mendengar ucapan Dean. Saat Nick hendak melangkah masuk, Dean kembali menghalanginya.

Walau sedikit bingung, karena kepanikannya Sherly segera bergegas ke kamar mandi. Terburu-buru menutup pintu kamar mandi, hingga menabrak rak kecil yang ada di dalamnya.

"Prangg!!"

Sherly terpekik karena menjatuhkan salah satu botol kosmetiknya. Suara pecahan kaca dari botol yang terdengar sampai luar, sontak membuat kedua pria itu terkejut dan panik.

Dean dan Nick bergegas, berlomba-lomba untuk segera sampai di depan kamar mandi.

"Stop!" Dean menghentikan langkah Nick. Menahan lengannya agar tidak melangkah lagi.

"Kau tak apa-apa ... Sher ... Sayang?" Dean langsung masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya.

Sherly yang masih sedikit shock hanya berdiri mematung.

"Kau tak apa-apa?" tanya Dean mengagetkannya.

"Kenapa kau berteriak padaku untuk segera ke kamar mandi? Aku panik dan tak sengaja menjatuhkan botolku." Sherly berbisik sedikit protes.

"Maafkan aku ... hanya saja ... tunggu! jangan bergerak!" Dean menahan lengan Sherly. Dengan sigap mengangkat Sherly ke dalam bathtub. Sherly terpekik kecil karena terkejut.

"Apa yang kau lakukan?" protesnya

"Kakimu berdarah, apa kau tak lihat? Tetaplah di sana sementara aku membersihkan pecahan kacanya."

"Sudahlah, biar aku saja ..." ucap Sherly gugup.

"No!" balas Dean.

"Ta... tapi kau sendiri akan terkena pecahan kaca. Kau juga jangan bergerak sembarangan. Kau bahkan mengangkatku."

"Bisakah kalian berdebatnya nanti saja? Halo!? Kalian sedang ada tamu yang menunggu by the way!! Sherly apa kau baik-baik saja?" Nick dari luar kamar mandi berteriak, memotong perdebatan mereka.

Dean memutar kedua bola matanya. "Bocah berisik ..." gumamnya.

"Mandilah di dalam bathtub. Jika selesai panggil aku."

Dean menyerahkan handuk mandi dan sebotol sabun kepada Sherly. Setelah itu, ia segera keluar.

"Apa ia baik-baik saja?" tanya Nick ketika Dean keluar.

"She's fine." jawab  Dean singkat. "Ia hanya sedikit tergores."

"Wajah? Lengan? Atau kakinya? Parahkah?" tanya Nick lagi.

Dean menghembuskan napasnya, sedikit kesal. "Apa sekarang kau terang-terangan mengkhawatirkan kekasih orang lain?" Dean mengerutkan keningnya.

"Fine ..." Nick membalikkan badannya, menuju ruang TV. Ia sedikit mengerutkan alisnya saat melihat ruang yang berantakan itu.

"Apa Sherly tidur di sini semalaman?" tanya Nick, menebak dari bantal dan selimut yang masih tergeletak di bawah karpetnya.

"Menurutmu?" Dean bergegas mencari plester dan obat di dalam kotak obat.

Nick melihat laptop Sherly yang masih terbuka dengan pekerjaannya yang belum selesai. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia sudah dapat menduga jika pekerjaan Sherly belum selesai hanya dengan melihatnya saja.

"Pantas pekerjaannya belum selesai. Sebagai kekasih yang baik seharusnya kau tidak mengganggunya saat ia sedang bekerja." gerutu Nick dengan asal menuduh Dean.

Dean lagi-lagi memutar kedua bola matanya. Baginya bocah berisik yang bernama Nick itu sungguh sangat mengganggunya.

"Sebagai bos yang baik sudah seharusnya kau tak menimpakan banyak pekerjaan pada karyawanmu hingga ia terpaksa membawa pekerjaannya pulang dan lembur di rumah. Kau tak tahu betapa kelelahannya karyawanmu itu, bukan?"

Dean acuh tak acuh membalas perkataan Nick. Ia kembali ke pekerjaannya yang belum selesai. Menyiapkan sarapan.

Nick melirik tajam Dean. Walau begitu, dalam hati ia membenarkan perkataan Dean. Ia lalu memutuskan untuk duduk dan melanjutkan pekerjaan Sherly yang masih belum selesai.

Kedua pria yang sedang bersitegang tersebut saling diam dengan pekerjaan masing-masing. Dean memasak, sedang Nick menggarap laporan.

Hingga beberapa waktu kemudian, Dean tak tahan lagi. Ia kemudian menghampiri Nick. Mengacakkan pinggangnya dengan kesal.

"Apa kau merasa nyaman?" tanyanya

Nick tak melirik Dean sedikit pun. Ia tetap mengerjakan pekerjaannya.

"Kenapa? Apa kau terganggu?" balasnya acuh.

"Kau pagi-pagi datang ke apartemen seorang gadis yang tinggal bersama dengan kekasihnya, apa menurutmu itu tidak mengganggu?"

"Kenapa kau berpikiran negatif? Aku hanya menjemput asistenku yang kebetulan mobilnya tertinggal di kantor"

Dean mengatupkan rahangnya kesal. Jelas itu hanya alasan yang dibuat-buat.

"Dia kekasihku." tegasnya.

"Lalu?"

"Apa kau akan terang-terangan sekarang?"

"Yap...! Terima kasih atas pencerahanmu kemarin. Aku jadi tersadar bahwa selama ini aku sudah membuang-buang waktuku. Sekarang aku memutuskan akan memenangkan Sherly bagaimana pun caranya, dan mengambilnya dari kekasih sepertimu." Kali ini Nick menghentikan kegiatannya dan menatap Dean serius.

Dean balas menatap tajam Nick. Ia mengepalkan kedua tangannya.

"Kau takut?" tantang Nick dengan senyum mengejek.

"Coba saja kalau kau bisa."

Dean dan Nick saling melemparkan tatapan tajam. Ego mereka masing-masing merasa tertantang dan tersaingi.

____****____

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status