~Kau pernah menjadi raja di hatiku, ketika rindu itu menggebu. Namun, justru Allah menjadikan aku permaisurimu ketika cinta itu bertemu~
***Pesawat jatuh terseret arus banjir di kawasan Var. Tim sar segera mengerahkan tenaganya untuk mengevakuasi korban penumpang yang ada di pesawat. Terdapat 12 yang tewas. Mereka membawa 12 mayat ke rumah sakit untuk dimandikan. Sementara yang lain denyut nadinya masih berdetak.Berita bencana badai besar di perancis sudah disiarkan diberbagai media. Berita itu terdengar juga di telinga keluarga Hilda, Robet dan Ning Fiyyah."Ya Allah, bagaimana keadaan Hilda?" Kiyai Usman sungguh cemas. Abah Hilda sudah makin keriput. Hanya bisa duduk di kursi roda. Ditemani istrinya yang juga sudah beruban."Semoga Hilda bisa diselamatkan yah," Umik menenangkan.Sampai di rumah sakit, 12 yang tewas dibawa ke kamar mayat. Petugas polisi menyelidik atas nama siapa~Kehidupan yang indah berawal dari banyaknya masalah maka bersyukur adalah kunci utamanya~ ♤♤♤"Ibu...tolong Imaz...tolong Imaz..." teriak Imaz menangis menjerit saat dua anak buah Tuan Darwin membelah lehernya. Darah mengalir membasahi bajunya yang dibiarkan menjadi noda. Mata Imaz menutup dengan sempurna.Kedua anak buah Tuan Darwin adalah dokter spesialis bedah yang handal. Mereka mampu membedah organ tubuh manusia sampai ke dalam. Terlihat di dalam leher Imaz terdapat glotis. Suatu celah di antara kedua pita suara. Dan mereka memutus pita suara tersebut dengan cutter khusus ahli bedah. Setelah sempurna diputus, mereka menjahit lehernya. Yang satunya menusuk jarum khusus ke dalam lehernya secara perlahan. Yang satunya la
~ Seberapa besar rencana kita, rencana Tuhanlah yang paling indah. Tak terlihat tapi bisa dirasakan bagi orang yang mau memahami-Nya~ ♤♤♤Malam bertajuk bintang. Berhiaskan lampion yang kerlip-kerlip. Berdindingkan kaca menembus gedung-gedung dan bangunan yang menjulang tinggi. Teralun sendu dalam musik biola. Lilin-lilin bertaburan membentuk hati. Karpet merah terlampir diantaranya. Tampak di ujung sana seorang gadis memakai gaun berwarna merah. Berjalan dengan wajah teduhnya dan bahasa tubuhnya yang kalem. Senyum dibibirnya begitu manis. Tak salah Galang memilih pujaan hati seperti dia. Sambutan hangat berupa uluran tangan ia persembahkan untuk dia. Ia duduk dengan sangat anggun. Tak lupa Galang menyalakan li
~Ta'aruf antara kau dan aku berada dalam waktu sepertiga malam dengan berawal nawaitu berharap qobiltu~ ♤♤♤Para Boyguard datang menjemput Imaz. Ia sudah bersiap-siap membawa tas perlengkapannya. Bisa bernapas lega karena sebentar lagi hempas dari Desa. Sayangnya tanpa Ibu dan Bapak. Dari ambang pintu, Imaz, Ibu dan Bapak berpelukan."Jaga baik-baik dirimu Imaz. Doakan Ibu dan Bapak selalu sehat. Supaya bisa menjengukmu. Kau tau kebahagiaan orang tua adalah melihat anaknya bahagia. Bukankah ini kebahagiaanmu berada di Pesantren?" Nasehat Ibu.Air mata Imaz meleleh. Mereka larut tenggelam dalam air matanya. Ibu dan Bapak melepaskan pelukan."Sudah dramanya." Tuan Darwin menghentikan.Ia melempar tas besar di hadapan Imaz, "ini ongkos untuk perjalananmu. Ta
~Siapapun dirimu, tatapanmu tak bisa mengalihkan pandanganku. Senyumanmu tak bisa menghilangkan debaran hatiku. Mungkinkah, aku mulai jatuh cinta pada Hamba-Mu~ ♤♤♤Petunjuk arah menuju pesantren ia buka. Tertera disana, letak lokasi dekat hutan rimba.Pagi-pagi sekali, ia ditugaskan ke sana untuk menggali informasi tentang pesantren benang biru. Ia ikuti semua arah sesuai peta yang dikasih Tuan Darwin. Dari masjid Ar-rahman,ia menyeberang jalan raya. Memang pagi hari suatu waktu yang tepat melakukan aktivitas dibandingkan siang hari. Bukan itu masalahnya. Ia kesulitan harus menggendong tas dipundak. Juga menenteng tas besar berisi uang jutaan.Selesai menyeberang, selanjutnya menunggu bus di halte. Meskipun masih pagi, bus sudah dipadati penumpang. Mau tak mau, Imaz harus ikhlas tidak mendapatkan tempat duduk alias berdiri. D
~Ketika impian tercapai, tujuan zalim itu tak ku hiraukan. Allah telah menjawab doa-doaku~ ♤♤♤"Siapa nama lengkapmu?" Tanya Salwa, selaku ketua pesantren Benang Biru.Pagi-pagi sekali, dari ruang tamu Imaz mendaftarkan diri di ⁸kantor pondok putri."Imaz.""Daftar kelas berapa?""Kelas alfiyah.""Mau jadi tarbiyah atau khodam?""Khodam.""Sebentar." Salwa mengecek daftar nama khodam. Ternyata khodam dzuriyyah telah penuh."Maaf, kau mau khodam apa? Memasak, kantin atau apa?""Saya ingin menjadi khodam dzurriyah.""Jika kau ingin menjadi khodam dzurriyah, besok kau ikut seleksi. Harus bisa memasak waktu yang cepat dan rasa yang tepat. Apakah kau bersedia?""Aku bersedia." Jawab Imaz mantap.Pendaftaran santri baru telah selesai. Imaz tercatat di kamar Ar-rahim. Kamar yan
~Dia adalah target pertamaku untuk mendapatkan barokahnya~ ♤♤♤Embun menyambut kedatangan pagi dengan semerbak semangat senyum para santri. Seleksi santri baru kelas khodam alfiyah dilaksanakan di halaman masjid atau lebih tepatnya di depan rumah Romo Kiyai. Romo Kiyao beserta dzurriyah-nya duduk berjajar di teras rumah. Menyaksikan para santrinya yang ingin mendapatkan ilmu barokah dari beliau.Dzurriyah Romo Kiyai terdiri dari sembilan. Urutan putri beliau sesuai kelahiran. Sembilan putri Romo Kiyai bisa dijuluki Waliyyah Songo diantaranya; Ning Dijah, Ning Imah, Ning Ais, Ning Maryam, Ning Royya, Ning Minah, Ning Ika, Ning Bilqis, Ning Shita, dan Ning Fiyyah.Keseluruhan telah melepas lajangnya kecuali Ning Fiyyah. Bu Nyai wafat ketika Ning Fiyyah masih duduk dikelas 5 MI. Mereka belum memikirkan pengganti sang Ibu. Mungkin
~Ketika rasa itu hadir, aku bermain mata, bergejolak hati yang menemukan sebuah rasa cinta~ ♤♤♤Majalah dinding mengibarkan berita. Segerombolan santri putri berdesakan. Imaz berjinjit berusaha ingin tau berita baru.Meskipun mata kelihatan setengah tentang informasinya setidaknya membuat hatinya lega. Ya. Ia terpilih menjadi khodam Ning Fiyyah. Sesuai ekspektasi. Jadwal setoran Alfiyah dilaksanakan sehabis isya' dengan guru Robithus Sabilillah atau yang dikenal dengan Robet. Mereka bertemu kembali."Masakan cumi dan udang bakar madumu sungguh enak. Kapan-kapan buatkan lagi ya?" Kata Ning Fiyyah memuji dan bersandar di tembok.Setelah sekian segerombolan santri putri makin mengecil di majalah dinding. Imaz memutuskan berkunjung ke kamar Ning Fiyyah untuk mengucapkan terima kasih atas kerelaan dia menerima sebagai khodamnya."I
~Tanpa perlu meminta doa, tanpa izin aku telah menyematkan namamu disetiap salat lima waktu dan di sepertiga malamku~ ♤♤♤Udara malam terasa hangat. Musim kemarau enggan beranjak. Jam dinding berwarna coklat muda dengan jarum pendek putih bergerak ke arah angka delapan. Imaz masuk ke kamar Ning Fiyyah. Ia duduk bersantai bermain ponsel. Imaz duduk di sampingnya."Ning, maaf aku terlambat memberikan kado ulang tahun." Imaz menyodorkan kado kecil."Tidak masalah."Ning Fiyyah menerimanya. Tangan sudah gatal ingin membuka kado. Perlahan ia menyobek bungkus kado. Sebuah bros kecil berbentuk kupu-kupu. Tersemat nama pada punggung kupu-kupu dengan tulisan 'Fiyyah'."Maaf hanya itu yang bisa saya berikan Ning." Imaz merendah."Ini kado yang paling indah yang pernah aku miliki dari seorang sahabat sepertimu." Kalimat Ning Fiyy