Eleanor tidak mendengarkan ucapan Yoana lebih lanjut, dia buru-buru turun sambil memeluk Daniel. Yoana memandang punggung Eleanor yang menjauh, awalnya ingin mengikuti sarannya untuk berusaha menahan Jeremy.Namun, dia berpikir ulang. Bagaimana jika wanita sialan itu berbohong? Bagaimana jika ini hanya sandiwara dan dia sama sekali tidak berniat pergi? Jika Yoana benar-benar pergi menahan Jeremy, lalu malah membuat Jeremy marah, apa yang akan terjadi padanya?Pikiran itu membuat dahi Yoana berkerut. Tanpa memedulikan hal lainnya, dia langsung bergegas turun. Saat di lantai bawah, dia melihat Eleanor membawa Daniel naik ke mobil hitam.Yoana segera memotret pelat nomor mobil itu dan mengirimkannya ke Jeremy. Eleanor, masih mau nipu? Lucu sekali.Di dalam mobil, Charlie yang duduk di kursi pengemudi melihat Yoana memotret melalui kaca spion. Bibirnya melengkung tipis, sorot matanya memancarkan kebengisan yang menakutkan.Begitu Eleanor membawa Daniel masuk ke mobil, Charlie berkata denga
Sekarang Eleanor berhasil membawanya pergi, Papa pasti tidak akan setuju dan akan mengejar Mama. Itu semua salahnya hingga Mama berada dalam bahaya."Anak bodoh, kamu ngomong apaan? Kamu nggak salah. Ini semua urusan antara Mama dan Jeremy. Kamu dan Harry nggak seharusnya ikut terlibat. Kalau ada yang harus meminta maaf, itu seharusnya Mama," ujar Eleanor dengan lembut.Setelah emosi keduanya sedikit lebih tenang, Charlie yang mengemudi akhirnya membuka suara, "Apa yang kamu tukarkan sama Jeremy?"Eleanor terdiam sejenak, tatapannya menggelap. Melihat wajah Eleanor melalui kaca spion, pria itu tertawa dingin, sorot matanya dipenuhi cahaya berbahaya. "Dirimu atau kebebasanmu?"Eleanor menarik napas dalam-dalam, menunduk memandang anak kecil di pangkuannya. "Tenang saja, aku sudah punya rencana."Jika Eleanor memenangkan permainan ini, dia bisa membawa kedua anaknya pergi jauh dari tempat ini. Jika dia kalah, Jeremy akan menangkapnya kembali. Namun, Eleanor punya satu kelebihan ... penya
Ya, Andy memanggil Eleanor dengan sebutan Nyonya. Dia memang sengaja melakukannya.Charlie menatap pria di hadapannya dengan pandangan tajam penuh kebencian. Ekspresinya semakin dingin. "Pergi sana."Namun, Andy tetap bersikap sopan dan angkuh. "Saya harus bawa Nyonya dan Tuan Muda pulang." Sambil berbicara, dia melihat jam tangannya. "Tinggal dua menit lagi. Kalau Nyonya dan Tuan Muda nggak mau kembali, kami akan bertindak."Charlie tertawa sinis. Pandangan matanya dipenuhi aura membunuh yang mengerikan.Eleanor merasakan angin kencang berdesir di dekat wajahnya .... Sekejap kemudian, terdengar suara keras saat Andy yang berdiri tegap itu terjatuh ke tanah. Charlie mencekik lehernya dan menekan tubuhnya dengan kuat ke lantai.Aura membunuh dari tubuh Charlie menyebar begitu cepat dan kuat.Para pengawal di belakang Andy saling bertukar pandang dengan kaget. Mereka bahkan tidak sempat menarik senjata. Dalam sekejap mata, Charlie sudah berada di depan mereka dan menekan Andy ke tanah. J
Melihat tindakan Eleanor yang nekat, Jeremy mendecakkan lidahnya dengan kesal dan mengerutkan kening. "Dia gila atau apa?"Air laut sedingin ini, kenapa dia berani melompat begitu saja tanpa ragu? Apakah wanita cerewet itu benar-benar sepenting itu baginya?Andy yang berdiri di samping kehabisan kata-kata. 'Bukankah Anda sendiri yang memancingnya berbuat seperti ini?' batinnya.Setelah beberapa saat berlalu, Eleanor tidak kunjung muncul ke permukaan. Ekspresi Jeremy semakin muram. Andy berpikir sejenak sebelum bertanya, "Bos, perlu kupanggil orang untuk menarik Nyonya ke atas?"Jeremy menatap tajam ke arah laut dan tidak melihat tanda-tanda keberadaan Eleanor sedikit pun. Dia tertawa sinis, "Dia sendiri yang nggak takut mati dan melompat ke sana. Kalau dia tenggelam, itu salahnya sendiri."Setelah mematikan puntung rokoknya, Jeremy menambahkan dengan dingin, "Nggak usah khawatir."Andy terdiam mendengarnya. Siapa yang sebenarnya khawatir di sini? Dia hanya bertanya karena melihat Jerem
Begitu Eleanor mengangkat kepalanya, dia melihat Jeremy naik ke kapal dengan tubuh yang basah kuyup dan membawa hawa dingin yang menusuk. Wajah Jeremy tampak kelam, pandangan matanya tajam dan penuh kebencian saat dia menatap Eleanor.Eleanor segera berjaga-jaga dan mengarahkan pistol ke arahnya.Malam itu, langit tampak kelabu dan mendung, menambah suasana yang mencekam.Jeremy menatap Eleanor dengan dingin dan mengejek, "Kamu memang punya nyali." Dia sempat mengira Eleanor sudah mati di laut. Namun, ternyata wanita itu bukan hanya berhasil menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi juga berhasil membawa Vivi kembali. Kalau saja jaraknya ke daratan tidak terlalu jauh, mungkin dia juga bisa berenang sampai ke sana?"Kamu mau tembak aku?" Jeremy mengejek."Biarkan aku dan temanku pergi," Eleanor berkata tegas.Jeremy maju beberapa langkah dengan tatapan menghina. "Kamu pikir pistol kecil itu bisa mengancamku?"Dor!Peluru menembus papan kayu di depannya, hanya selangkah dari tubuh Jeremy.Je
Jeremy menatap dingin ke arah Vivi, lalu memberi isyarat kepada Andy untuk membawa wanita itu pergi. Andy langsung mengangguk dan menarik Vivi menjauh. "Bu Vivi, silakan ikut saya. Saya akan mengantar Anda pergi.""Aku ngaak mau! Kalau pergi, aku harus pergi sama Eleanor! Apa yang ingin kalian lakukan padanya?" Vivi berusaha mati-matian memegang lengan Eleanor.Melihat ekspresi tidak sabar di wajah Jeremy, Andy buru-buru menambahkan, "Bu Vivi, tenang saja. Bos kami tentu nggak akan melakukan apa-apa pada Nyonya. Tapi kalau Anda nggak pergi sekarang, saya khawatir Anda harus berenang pulang."Vivi terdiam. Tatapannya beralih ke laut yang gelap gulita dan tampak menyeramkan, seolah-olah siap menelannya. Tubuhnya mulai gemetar saat mengingat dinginnya air laut tadi.Eleanor menatap Vivi dengan lembut. "Kamu pergi dulu. Aku baik-baik saja, jangan khawatirkan aku.""Kamu yakin bisa sendirian?" Vivi melirik Jeremy dengan wajah ketakutan."Ya, percayalah padaku."Jeremy membiarkan angin laut
Eleanor mengerutkan kening, wajahnya yang cantik tampak frustrasi. Berhadapan dengan pria yang sudah terbiasa memaksakan kehendaknya seperti Jeremy, percuma saja berdebat atau bicara logika.Eleanor menatap Jeremy dengan dingin selama beberapa detik. Akhirnya, dia mengatupkan bibirnya dan berbalik menuju kamar mandi.Brak!Pintu kamar mandi tertutup dengan keras, dan tak lama kemudian terdengar suara pintu yang dikunci dari dalam. Jeremy duduk santai di sofa dengan alis yang sedikit terangkat. Apakah wanita itu sedang waspada terhadapnya? Dia mendengus kecil.Apa dia kira Jeremy akan mengintipnya? Lucu sekali. Setelah tiga tahun menikah, apa yang belum pernah dia lihat?Jeremy mengisap rokoknya dengan tenang. Baru saja dia ingin bangkit, pandangannya tidak sengaja tertuju ke arah kamar mandi. Alisnya sedikit berkerut.Di balik cahaya terang, siluet Eleanor yang samar terlihat melalui kaca buram. Tubuhnya tampak ramping dan tinggi, tetapi lekuk tubuhnya tetap terlihat jelas. Meskipun El
Jeremy mengangkat alisnya sedikit dan menoleh ke belakang menatap Eleanor. Eleanor jelas mendengar ucapan Andy barusan dan perasaan gelisah menyergapnya.Jeremy menatap Eleanor dengan dalam, suasana seketika hening. Setelah beberapa detik, Jeremy mendengus dingin. "Ayo temui dia," ucapnya singkat sebelum berbalik dan keluar.Eleanor tahu orang itu pasti Charlie. Dia panik dan buru-buru hendak keluar, tetapi langkahnya langsung terhenti ketika Jeremy tiba-tiba berbalik dan menghalangi jalannya. "Kamu mau ke mana?""Kalau aku nggak keluar, kamu mau berkelahi sama dia?" tanya Eleanor.Jeremy mengangkat alisnya dengan santai. "Kenapa nggak? Dia datang sendiri ke sini cari mati."Eleanor mencibir dingin. "Kalau kalian berkelahi, belum tentu hasilnya dia yang mati."Mata Jeremy menyipit dan menatapnya tajam. "Terus, coba kamu bilang. Kamu berharap siapa yang mati?""Kamu!" jawab Eleanor tanpa ragu sedikit pun.Wajah Jeremy yang awalnya tampak santai langsung berubah dingin dan penuh amarah.
Eleanor menerima gaun itu dan langsung menyadari labelnya belum dicopot. Gaun ini masih baru.Apalagi model gaunnya ....Eleanor mengangkat alis sedikit.Dua orang yang kepribadiannya sangat berbeda tentu memiliki selera pakaian yang berbeda pula. Yoana menyukai gaya yang mencolok, sementara Eleanor lebih menyukai model yang sederhana dan konservatif.Namun, pakaian di seluruh lemari ini jelas tidak mencerminkan selera Yoana.Sebaliknya, ini adalah merek favorit Eleanor. Lima tahun lalu, ketika dia masih menyandang status Nyonya Adrian, dia tidak perlu repot memilih pakaian. Setiap musim, koleksi terbaru dari merek ini akan dikirimkan tepat waktu untuknya.Meskipun Jeremy sering mengabaikannya, dia memang tidak pernah menelantarkan Eleanor dari segi materi. Semua yang dia miliki saat itu adalah yang terbaik dan terbaru.Akan tetapi, dia tidak menyangka bahwa kebiasaan ini tampaknya belum berubah. Kalau tidak, tidak mungkin lemari ini dipenuhi dengan pakaian dari merek favoritnya, semua
"Kamu!" Yoana menggertakkan giginya dengan marah. "Memangnya apa yang kulakukan sama anakmu?"Eleanor langsung meraih kerah baju Yoana, ekspresinya dingin dan tegas. "Kamu tahu persis apa yang kamu lakukan. Yoana, semua yang kamu perbuat, cepat atau lambat akan kubalas."Yoana berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari cengkeraman Eleanor. "Eleanor, jangan nuduh sembarangan! Aku memang nggak suka Daniel, tapi semua hukuman itu nggak ada hubungannya sama aku!""Nggak ada hubungannya sama kamu? Oke. Ayo kita turun dan tanyakan pada Jeremy. Hukuman itu darinya atau darimu? Ayo pergi!"Yoana panik. Tubuhnya langsung tegang, tangannya dengan cepat mencengkeram meja di sebelahnya untuk menahan diri. Tidak mungkin dia membiarkan Eleanor membawanya untuk berhadapan dengan Jeremy. Kalau Jeremy tahu kebenarannya, dia pasti tamat."Lepaskan aku! Aku nggak mau pergi!" Yoana berusaha melepaskan tangan Eleanor.Eleanor tersenyum sinis. "Takut?"Yoana mengepalkan tangannya dengan keras. Wajahnya yan
Eleanor mengerutkan alisnya. Bukan dia yang berpikir kotor, tetapi tatapan Jeremy barusan memang tidak beres. Jeremy mendorong tangan Eleanor menjauh. "Turun. Jangan sampai aku harus memintamu dengan paksa."Setelah berkata demikian, Jeremy langsung turun dari mobil. Eleanor melirik ke luar sejenak, lalu mengikutinya dan turun dari mobil sambil menghela napas dalam hati.Di dalam vila, Yoana yang sudah menunggu sejak lama mendengar suara mobil datang. Dia langsung berlari keluar, tetapi langkahnya melambat begitu melihat Jeremy bersama Eleanor. Senyum di wajah Yoana perlahan memudar, lalu membeku.Eleanor berjalan di belakang Jeremy dan masuk ke dalam vila. Ketika melewati Yoana, tatapan penuh kebencian Yoana seperti ingin menembus tubuhnya.'Sudah kuduga ini akan terjadi,' pikir Eleanor. Yoana pasti berpikir dia membohonginya saat itu, bahwa Eleanor sengaja membuatnya menyinggung Jeremy agar bisa kembali ke sisi pria itu.Yoana berteriak dalam hati, 'Perempuan licik!'Eleanor merasaka
Jeremy sedikit mengerutkan keningnya, pandangannya menyapu Eleanor dengan dingin. Dia mengejek, "Kamu pikir aku benar-benar mau menikahinya? Kamu pikir kamu bisa mengancamku dengan itu?""Kalau kamu mau menikah sama dia, lalu kenapa kamu menahanku di sini? Bukankah aku cuma jadi penghalang?" Nada suara Eleanor meninggi.Dia tidak pernah lupa betapa tegasnya Jeremy dulu saat memaksanya menandatangani surat cerai. Jika dia benar-benar ingin bersama Yoana, mengapa dia tidak membiarkan Eleanor pergi sekarang? Eleanor benar-benar tidak mengerti.Sebenarnya, bukan hanya Eleanor yang tidak mengerti, Jeremy sendiri pun tidak tahu kenapa dia tidak mau membiarkan Eleanor pergi. Hanya dengan memikirkan dia bersama pria lain, hatinya langsung terasa sangat tidak nyaman. Rasa gelisah itu hanya akan reda jika Eleanor berada di sisinya.Melihat ekspresi bingung Eleanor, Jeremy tidak ingin memberikan penjelasan. Dia tertawa dingin. "Aku nggak perlu menjelaskan apa pun padamu. Kamu cuma perlu tahu bahw
Semua orang serentak menoleh ke arah suara itu. Charlie menyipitkan matanya dengan tajam. Dia melihat Eleanor muncul dengan rambut basah kuyup, air masih menetes dari ujung helainya. Pipi wanita itu memerah entah karena dingin atau malu.Eleanor mengenakan kemeja putih pria yang kebesaran, lengannya digulung hingga sebatas lengan bawah, memperlihatkan kulit lengannya yang putih bersih. Di bawah kemeja itu, dia mengenakan celana panjang yang jelas bukan miliknya. Pemandangan ini membuat siapa pun yang melihatnya berimajinasi liar.Jeremy melangkah cepat mendekati Eleanor. Tatapannya dingin saat menyapu penampilan wanita itu. Dengan satu gerakan, dia meraih lengannya dengan keras. "Siapa yang nyuruh kamu keluar?"Eleanor segera melepaskan cengkeramannya. "Urusan kita berdua nggak seharusnya melibatkan orang lain."Jika dia tidak muncul, kedua pria ini pasti akan bentrok. Jika sampai itu terjadi, pasti akan muncul korban. Tanpa memedulikan ekspresi Jeremy, Eleanor melangkah maju mendekat
Jeremy mengangkat alisnya sedikit dan menoleh ke belakang menatap Eleanor. Eleanor jelas mendengar ucapan Andy barusan dan perasaan gelisah menyergapnya.Jeremy menatap Eleanor dengan dalam, suasana seketika hening. Setelah beberapa detik, Jeremy mendengus dingin. "Ayo temui dia," ucapnya singkat sebelum berbalik dan keluar.Eleanor tahu orang itu pasti Charlie. Dia panik dan buru-buru hendak keluar, tetapi langkahnya langsung terhenti ketika Jeremy tiba-tiba berbalik dan menghalangi jalannya. "Kamu mau ke mana?""Kalau aku nggak keluar, kamu mau berkelahi sama dia?" tanya Eleanor.Jeremy mengangkat alisnya dengan santai. "Kenapa nggak? Dia datang sendiri ke sini cari mati."Eleanor mencibir dingin. "Kalau kalian berkelahi, belum tentu hasilnya dia yang mati."Mata Jeremy menyipit dan menatapnya tajam. "Terus, coba kamu bilang. Kamu berharap siapa yang mati?""Kamu!" jawab Eleanor tanpa ragu sedikit pun.Wajah Jeremy yang awalnya tampak santai langsung berubah dingin dan penuh amarah.
Eleanor mengerutkan kening, wajahnya yang cantik tampak frustrasi. Berhadapan dengan pria yang sudah terbiasa memaksakan kehendaknya seperti Jeremy, percuma saja berdebat atau bicara logika.Eleanor menatap Jeremy dengan dingin selama beberapa detik. Akhirnya, dia mengatupkan bibirnya dan berbalik menuju kamar mandi.Brak!Pintu kamar mandi tertutup dengan keras, dan tak lama kemudian terdengar suara pintu yang dikunci dari dalam. Jeremy duduk santai di sofa dengan alis yang sedikit terangkat. Apakah wanita itu sedang waspada terhadapnya? Dia mendengus kecil.Apa dia kira Jeremy akan mengintipnya? Lucu sekali. Setelah tiga tahun menikah, apa yang belum pernah dia lihat?Jeremy mengisap rokoknya dengan tenang. Baru saja dia ingin bangkit, pandangannya tidak sengaja tertuju ke arah kamar mandi. Alisnya sedikit berkerut.Di balik cahaya terang, siluet Eleanor yang samar terlihat melalui kaca buram. Tubuhnya tampak ramping dan tinggi, tetapi lekuk tubuhnya tetap terlihat jelas. Meskipun El
Jeremy menatap dingin ke arah Vivi, lalu memberi isyarat kepada Andy untuk membawa wanita itu pergi. Andy langsung mengangguk dan menarik Vivi menjauh. "Bu Vivi, silakan ikut saya. Saya akan mengantar Anda pergi.""Aku ngaak mau! Kalau pergi, aku harus pergi sama Eleanor! Apa yang ingin kalian lakukan padanya?" Vivi berusaha mati-matian memegang lengan Eleanor.Melihat ekspresi tidak sabar di wajah Jeremy, Andy buru-buru menambahkan, "Bu Vivi, tenang saja. Bos kami tentu nggak akan melakukan apa-apa pada Nyonya. Tapi kalau Anda nggak pergi sekarang, saya khawatir Anda harus berenang pulang."Vivi terdiam. Tatapannya beralih ke laut yang gelap gulita dan tampak menyeramkan, seolah-olah siap menelannya. Tubuhnya mulai gemetar saat mengingat dinginnya air laut tadi.Eleanor menatap Vivi dengan lembut. "Kamu pergi dulu. Aku baik-baik saja, jangan khawatirkan aku.""Kamu yakin bisa sendirian?" Vivi melirik Jeremy dengan wajah ketakutan."Ya, percayalah padaku."Jeremy membiarkan angin laut
Begitu Eleanor mengangkat kepalanya, dia melihat Jeremy naik ke kapal dengan tubuh yang basah kuyup dan membawa hawa dingin yang menusuk. Wajah Jeremy tampak kelam, pandangan matanya tajam dan penuh kebencian saat dia menatap Eleanor.Eleanor segera berjaga-jaga dan mengarahkan pistol ke arahnya.Malam itu, langit tampak kelabu dan mendung, menambah suasana yang mencekam.Jeremy menatap Eleanor dengan dingin dan mengejek, "Kamu memang punya nyali." Dia sempat mengira Eleanor sudah mati di laut. Namun, ternyata wanita itu bukan hanya berhasil menyelamatkan dirinya sendiri, tetapi juga berhasil membawa Vivi kembali. Kalau saja jaraknya ke daratan tidak terlalu jauh, mungkin dia juga bisa berenang sampai ke sana?"Kamu mau tembak aku?" Jeremy mengejek."Biarkan aku dan temanku pergi," Eleanor berkata tegas.Jeremy maju beberapa langkah dengan tatapan menghina. "Kamu pikir pistol kecil itu bisa mengancamku?"Dor!Peluru menembus papan kayu di depannya, hanya selangkah dari tubuh Jeremy.Je