Damian tak menghentikan aksinya untuk mengusap paha bagian dalam Selena, dia hanya terkekeh kecil saat tangan Selena mencengkeram pergelangan tangannya sementara jarinya bisa menari di dalam rok pendek yang Selena gunakan. Menyentuh sebuah kain lain yang melindungi area terlarang tersebut. Dan seolah tak puas jika tak menggodanya, jemarinya menyentuh kulit pahanya lagi.
“Hik!” Tubuh Selena menegang dan tangannya terlihat gemetar, yang getarannya bisa dirasakan Damian karena tangan Selena masih memegangi pergelangannya, bak mengantarkan aliran listrik.Sementara tangan Damian yang satunya memegang pinggang Selena, diusapnya pelan yang membuat Selena menegakkan tubuhnya secara spontan karena rasa geli yang dia rasakan. Kedua tangannya sekarang berusaha menahan kedua tangan Damian juga. Dia sangat berusaha keras agar hal itu tidak terjadi di dalam mobil yang mana ada sopir yang sekarang bersama mereka.“Jangan di sini, kumohon,” pinta Selena dengan berbisiKeduanya berakhir di sebuah hotel. Damian dan Selena saat itu sudah terpaut akan satu sama lain dalam sebuah ciuman panjang yang penuh gairah. Keduanya meraup untuk memenuhi gairah mereka masing-masing. Berjalan di dekat pintu kamar yang baru saja dikunci dengan sedikit tergesa-gesa. Selena berjalan mundur saat Damian terus berusaha untuk memojokkannya. Tangan Damian melingkar di pinggang dan sekitar kepala Selena untuk menjaga keseimbangan Selena. Sementara tangan Selena berpegangan kuat pada bahu Damian, dia benar-benar menggantinya dirinya pada Damian saat itu. Keduanya hanyut mendekap satu sama lain dengan bibir mereka yang tak terputus sama sekali. “Hmph!“ Selena juga kadang kehabisan nafasnya, dia tidak punya nafas sebanyak Damian. Pakaian Selena sudah berantakan secara tak sadar. Vest yang dia gunakan sudah tergeletak di lantai dan kemeja bagian atasnya sudah terbuka. Kancing kemejanya yang telah lepas membuat salah satu bahu Selena terekspos, ya
Selena berbaring dalam keadaan terengah-engah. Pakaiannya telah dilucuti oleh orang yang sekarang terbaring di sebelahnya. Dadanya naik turun dengan cepat, dia kelihatannya lelah dan cukup kewalahan atas Damian yang sekarang menyeringai ke arahnya. Wajah pria itu pun sama kelelahannya. Keduanya melampaui batas mereka masing-masing. “Kau seperti sudah menahannya cukup lama,” ucap Selena, terdengar berusaha untuk menggodanya. Dan itu membuat Damian terkekeh pelan, menganggukkan kepalanya, baru saja mengiyakan apa yang dikatakan Selena. Di sisi lain, dia juga agak bingung dengan sikap Selena, dia yang terdengar berusaha menggodanya membuat gadis itu terlihat semakin menggairahkan. “Aku sudah menantikan ini lama sekali. Aku merindukanmu, seperti yang aku katakan dari tadi. Terakhir kali aku mengeluarkannya adalah saat aku mendengar suaramu dari panggilan telepon. Kau begitu menggairahkan,” ucap Damian, wajahmu menunjukkan kesungguhan dalam kalimatnya.
“Aku tidak bisa mengantarmu pulang hari ini. Tapi aku telah menyiapkan mobil untukmu pulang. Aku akan berkunjung saat aku punya waktu,” ucap Damian seraya merapikan kemejanya. Damian melirik Selena yang masih menggunakan mantel mandinya, duduk di atas kasur. Selena tampaknya tak mendengarkan perkataannya dan justru sedang menatap ke layar handphonenya dengan serius. Damian mengernyitkan dahinya, penasaran dengan apa yang membuatnya begitu. “Ada apa?” Damian mendekat dan tangannya terulur hendak merebut handphonenya. Namun, pikirannya bekerja dengan cepat. Selena mungkin tak akan suka jika dirinya menyentuh batangnya tanpa izin apa lagi secara paksa. Damian mengurungkan niatnya dan hanya menatap Selena dari dekat. Toh, Selena juga langsung menoleh ke arahnya dengan cukup cepat. “Kau terlihat terganggu karena sesuatu,“ ucap Damian. “Ya, sedikit. Axel mengirimkan beberapa pesan. Dia bertanya di mana aku dan dengan siapa. Dia bilang jika
Derek menatap Selena sambil mendesah kecewa. Dia sedikitnya kesal karena tak mudah untuk mengatur Selena yang selama ini hidup tanpa keluarga. Dia juga sempat menjadi lebih emosional dari biasanya. Dan sekarang, tingkat kemarahannya lebih menurun dan dia menenangkan dirinya sendiri. Dia seperti sedang berhati-hati dalam melangkah untuk mendapatkan hati Selena. “Selena, dia ayahmu. Dia berhak atas kehidupanmu,” ujar Axel, terdengar putus asa. “Tidak. Kau tahu dengan jelas bagaimana aku bertahan hidup sendirian, tapi kau sepertinya melupakan semua itu dengan begitu mudahnya? Apa kau sampai seperti ini hanya untuk mendekatiku? Percayalah, aku tidak mempercayaimu lagi.” Selena menatapnya dengan tatapan serius dan mendecak sambil memalingkan wajahnya. Derek dan Axel sepertinya tak bisa bertindak memaksanya. Aura Selena berbeda dengan aura Selena yang dulu. Axel bahkan dia merasakannya. Bagaimana gadis itu menjadi lebih angkuh dan menjadi orang yang
Selena menatapi pesan ayahnya. Dari pesan yang dikirimkannya, terlihat ada penyesalan atas sikap Derek sebelumnya yang mungkin terlalu mengontrol Selena. Ayah akan menunggumu di rumah akhir pekan ini. Ada yang ingin Ayah bicarakan denganmu. Sebelumnya, Ayah ingin minta maaf padamu, karena mungkin sikap Ayah sebelumnya membuatmu merasa tidak nyaman. Jika kita seperti ini, akan terasa sangat canggung. Bukan begitu?Selena hanya bisa mendengus pelan sambil memasukkan handphonenya ke dalam saku hoodienya. Di sampingnya, ada Damian yang melirik ke arangnya dengan rasa penasaran atas pesan yang dibaca Selena, namun menyimpan rasa penasarannya itu sendiri karena cepat atau lambat dia akan tahu. “Siapa yang membuat suasana hatimu langsung kacau begitu? Ini pertama kalinya kita kencan santai di luar dan raut wajahmu kurang enak dipandang.” Damian terkekeh pelan sambil terus berjalan bersamanya di trotoar. Ini bukan ide Damian. Dia berusaha mencari tahu
“Katakan jika kau bersungguh-sungguh. Kau tidak bisa mengatakan hal seperti itu sesuka hatimu.” Damian menatap Selena dengan serius, berusaha mencari kebohongan di mata Selena. “Kenapa aku harus berbohong?!” Selena melebarkan matanya, karena memahami Damian yang saat ini merasa dipermainkan olehnya.” Dengan rasa tidak percayanya, Damian menata Selena cukup lama, kemudian menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan. Dia sungguh tidak mempercayai apa yang dia dengar dari Selena barusan. Dia kemudian tertawa lepas, dengan rona merah di pipinya. Ini pertama kalinya Selena melihat bagaimana jika Damian tersipu. Pria itu salah tingkah karena gadis yang ada di depannya. Yang membuat Selena sedikit kebingungan, namun kemudian dia juga tertawa. Reaksi Damian berhasil membuatnya turut senang atas apa yang dirasakan pria itu. “Tapi, sebelum itu, aku ingin berusaha untuk mempercayaimu sepenuhnya.” Selena menghentikan tawanya dan menatap Damian dengan se
Selena memegangi sabuk pengamannya dengan tegang, dia benar-benar tak bisa mengistirahatkan matanya dari melihat ke depan. Cara mengemudi Luca adalah hal yang ada di luar pikirannya. Selama ini, yang dia tahu Luca jarang menyetir. Sepertinya dia hanya digunakan di saat seperti ini. “Sepertinya mereka kehilangan jejak kita sekarang.” Damian memperhatikan ke belakang, berusaha mencari mobil yang akan mengikutinya, namun dia tidak melihatnya sama sekali. Luca mulai sedikit memelankan mobilnya dan membawa mobilnya dengan lebih santai, pulang menuju ke rumah. Selena menatap Damian, dia sepertinya masih syok atas cara mengemudi Luca. Sadar dirinya mendapatkan tatapan dari Selena, Damian menoleh ke arah Selena dan terkekeh pelan melihat reaksinya yang cukup menggemaskan baginya. “Kau sepertinya kaget dan ketakutan di sini.” Damian mengulurkan tangannya, mengusap pipi Selena dengan telunjuknya, gerakan yang sangat lembut. “Apa yang sebenarny
Cahaya remang-remang memenuhi ruangan. Seorang gadis yang tersadar dari pingsannya perlahan membuka mata. Selena, yang tengah terikat di sebuah kursi kayu mengerjapkan matanya untuk memfokuskan pandangannya yang buram. Dan wajahnya perlahan terangkat untuk mengenali tempat yang dia rasa asing. “Kau bangun, Selena?” Suara berat pria membuat Selena yang masih lemas menolehkan kepalanya perlahan ke arah pria itu. Dan menemukan wujudnya yang sedang menikmati secangkir kopi. Selena mendesis pelan, merasakan sekujur tubuhnya pegal. Dia mengedarkan pandangannya lagi ke ruangan itu. “Di mana ini?” tanyanya dengan suara yang lemah, nyaris tak terdengar sama sekali. “Di ruang interogasi yang ada di mansion milikku. Maaf cahayanya remang, karena aku menyukai cahaya yang tidak terlalu terang untuk orang-orang sepertimu.” Selena mendesis pelan dan menegakkan bahunya. Dia terlihat sangat pucat dan terlihat tak sehat saat itu. Belum lagi, tempat ini kelihatannya tak dijangkau matahari sama seka