Share

sensitif

Bohong jika Kirana mengatakan dirinya baik-baik saja saat ini, buktinya buliran-buliran bening mengalir begitu saja membasahi pipi mulus itu. Meskipun Kirana sudah bersusah payah untuk tidak menangis, tapi hati kecilnya terus menjerit ketakutan.

Ini pengalaman pertama dalam hidupnya, dia diculik dan dibawa ke tempat yang asing. Jangankan mengalaminya, membayangkannya saja Kirana tidak pernah.

Setengah jam yang lalu Ann sudah menepati janjinya dengan kembali ke kamar Kirana tanpa mengatakan apapun, wanita yang lebih tua dari Kirana itu membawa kembali nampan yang sudah dikosongkan oleh Kirana.

Neymara yang sedang terisak di kamarnya terjatuh pingsan karena tidak mampu menahan lagi rasa sesak yang menjalar di sanubari.

Athirah yang dari tadi senantiasa menemani Neymara lekas lari keluar untuk memanggil Revan.

Namun wanita cantik itu menghentikan langkahnya ketika mendengar perdebatan antara Abang ipar nya dengan calon besan.

“bagaimana mungkin aku berpura-pura bahagia di saat aku belum mengetahui keberadaan putriku sendiri? Tolong mengertilah Al keadaan aku saat ini!” Ucap Revan sambil menjambak rambutnya frustrasi.

“Van, kamu pasti tahu kenapa Mereka mencuri Kirana di malam pernikahan? Mereka ingin mempermalukan keluarga kita!” timpal Almair.

“Lu egois Al. Mereka itu bukan ingin mempermalukan keluarga kita, tapi Mereka menginginkan sesuatu dari Lo, dan ini kesempatan yang baik bagi mereka untuk mendapatkan keinginannya dari Lo. Gua tidak bisa tersenyum sebelum Putri gua ditemukan,” tegas Revan.

“Come on baby. Kali ini aku benar-benar merayu dan memohon kepada kamu. Selama ini aku selalu bisa memaklumi setiap kali kamu menolak permintaanku. Namun, untuk kali ini aku benar-benar merayu. Sungguh aku tidak ingin keluargaku dipermalukan seperti ini!” Bujuk Almair.

“Sorry, lagi-lagi aku harus menolak permintaan kamu. Lagi pula kita tidak perlu merasa malu, karena ini sebuah tindakan kriminal. Lagian, aku sudah melaporkannya kepada pihak yang berwajib,” papar Revandi.

“apa?” pekik Almair.

Masalahnya bisa semakin runyam jika pihak yang berwajib mulai turun tangan.

Lelaki paruh baya itu juga harus memperingati Putra tunggalnya untuk lebih ekstra hati-hati dalam melakukan proses pencarian karena silap salah mereka bisa ditahan polisi yang bertugas menjaga keamanan.

Almair langsung merogoh saku celananya untuk mengambil sesuatu di sana. Lelaki paruh baya itu menghubungi putranya melalui handphone pintar.

Ketika mendapati celah, Athirah langsung menemui Abang iparnya itu.

“bang, Kakak ipar pingsan,” ucapannya.

“apa?” Revan terlihat syok. Tadi ketika Revan meninggalkan Neymara, istrinya itu sudah terlihat baik-baik saja setelah beberapa kali jatuh pingsan. Revan begitu khawatir. Ia takut istrinya itu drop dan harus dilarikan ke rumah sakit sementara Kirana belum tahu di mana rimbanya.

Tidak butuh waktu lama, terdengar suara Gibran di seberang sana, setelah panggilan terhubung.

“kamu harus lebih hati-hati karena Om Revan sudah melaporkan masalah ini kepada pihak yang berwajib,” ucap Almair memberitahu putranya.

Gibran menganggukkan kepalanya tanda mengerti, meskipun sang Papa tidak melihatnya.

Setelah memberitahu berita penting itu kepada Putra semata wayangnya, Almair kembali menatap ke arah Revan.

“Kenapa kamu enggak kompromi dulu sama aku? Pasti sebentar lagi wartawan akan memenuhi tempat ini!” Tanya Almair.

“aku hanya melakukan tugasku sebagai seorang ayah. Lagian aku tidak butuh persetujuan kamu untuk melakukan itu,” jawab Revan.

“Kamu....” ucapan Almair menggantung di udara karena Revan sudah balik kanan meninggalkan Ia seorang diri.

“untung cinta,” gumam Almair sambil mengelus dadanya. Jika bukan karena hubungan mereka yang begitu baik di masa muda, bisa dipastikan Almair akan menembak kepala Revan saat itu juga.

Lelaki yang terlihat gagah di usianya yang tidak lagi muda itu paling anti jika ada orang yang tidak menghargai dirinya terlebih meninggalkan Ia sebelum sempat menyelesaikan ucapannya.

Di sisi lain Gibran mulai berjibaku dengan laptopnya bersama beberapa orang bawahannya. Lelaki itu memeriksa CCTV di rumah Kirana dan juga di beberapa rumah tetangganya Kirana hingga sampai ke pintu kompleks tidak pernah luput dari pantauan Gibran.

Tidak ada yang aneh sepanjang ia memeriksa.

Tidak ada satupun gerak-gerik orang yang perlu dicurigakan.

Gibran beralih ke arah ponselnya, lalu menghubungi seseorang.

“Kirana diculik semalam, apa kamu pelakunya?” tanya Gibran to the point begitu panggilan terhubung.

“Tidak ada untungnya bagiku menculik calon istrimu,” terdengar jawaban Ketus dari semberang sana.

“Aku hanya ingin memastikan saja. Papaku adalah tipe orang yang kejam dan aku tidak ingin kamu terkena imbasnya,” ucap Gibran menjelaskan.

“Terima kasih atas perhatiannya. Aku berkata jujur, aku tidak pernah menculik Kirana,” kembali suara berat di seberang sana menegaskan.

Gibran memutuskan sambungan telepon begitu saja. Setidaknya ia bisa bernafas dengan lega.

*

Kirana mengusap air matanya kasar begitu Ia mendengar suara kunci yang diputar dari luar. Gadis cantik itu tidak ingin terlihat lemah apalagi menyedihkan.

Ann kembali masuk dengan membawa tote bag di tangannya.

“Pilihanmu hanya ada dua, mau ganti baju atau tetap menggunakan bajumu yang sekarang,” ucap Ann sambil melempar tote bag di tangannya ke hadapan Kirana.

“sebentar lagi bos akan membawamu pergi dari sini,” imbuh wanita itu lagi. Setelah berkata demikian, Ann langsung balik kanan meninggalkan Kirana seorang diri.

“kau hanya punya waktu sepuluh menit,” ucap wanita itu lagi sebelum benar-benar menghilang di balik pintu.

“Kenapa aku selalu diberikan waktu sepuluh menit?” monolog Kirana. Tangannya terulur untuk melihat isi tote bag yang diberikan oleh Ann.

“Kira-kira mereka mau enggak ya memberi aku waktu sepuluh menit untuk melarikan diri?” ucap gadis itu dengan wajah gusar.

Mata Kirana terbeliak lebar ketika ia melihat pakaian yang diberikan oleh Ann. Bagaimana mungkin ia akan berpergian dengan pakaian kurang bahan seperti ini bersama seorang laki-laki?

“Kenapa enggak sekalian aja suruh gua telanjang?” Geram gadis cantik itu.

Pasalnya Ann memberikan lingerie kepada Kirana.

Sebagai gadis yang mulai dewasa, jelas Kirana tahu kapan harus menggunakan pakaian seperti itu.

“Sampai mati pun gua enggak akan mau pakai itu baju di depan lelaki brengsek itu,” maki Kirana. Ia mencakar-cakar lingerie pemberian Ann sebagai bentuk pelampiasan kepada Keivan yang sudah melecehkannya secara tidak langsung.

Ann kembali ke kamar dimana Kirana disekap setelah sepuluh menit berlalu.

“ayo ikut. Tuan Keivan sudah menunggumu di bawah,” ucap Ann.

Wanita yang tanpa ekspresi itu hanya melirik sekilas ke atas lingerie yang sudah hancur di cakar Kirana.

“Aku mau dibawa ke mana?” tanya Kirana memberanikan diri.

Tidak ada jawaban dari Ann. Wanita itu terus melangkah.

Kirana meninju udara untuk menghilangkan kekesalan di dada.

“Susah memang kalau ngomong sama orang pekak,” dengkus Kirana Pelan.

Seketika Ann berhenti hingga membuat gadis itu menabrak punggung tegap wanita di hadapannya.

Ann membalikkan badan, lalu memegang dagu, mencengkram dagu kirana.

“Sekali lagi aku mendengar kau mengoceh, aku akan merobek mulutmu dengan belati ini,” ucap Ann penuh penekanan seraya meletakkan belati yang selalu ia bawa tepat di sudut bibir Kirana.

Seketika gadis cantik dengan surai hitam legam itu menegang.

Padahal tadi Kirana mendengkus dengan suara yang berbisik. Namun ternyata pendengaran wanita berambut Bob itu begitu sensitif.

Ann menghempaskan wajah Kirana, kemudian kembali melangkah.

Kirana mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Gadis itu tidak ingin berakhir di tangan wanita yang berjalan di hadapannya itu.

Sambil terus mengikuti Ann, Kirana terus menerka-nerka, kira-kira ke mana mereka akan membawa dirinya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status