Share

Bab 7 Ketahuan

"Ya Rabb, kenapa Pak Adam ke sini lagi. Hobi banget sih berduaan di tempat beginian. Nggak ngerti apa memang orangnya mudah dikibulin sih. Jelas-jelas kalau malam hari ceweknya gandengan sama lelaki lain, hufh." Senja membetulkan topeng yang dipakainya untuk menghilangkan kecanggungan. Ia sudah menggumam sendiri tak jelas sambil menuju meja bar.

"Pesan apa, Dam? Biar pelayan tambahkan."

"Biar aku ke sana pesan sendiri. Kamu tunggu di sini, Rev." Reva mengangguk. Ia menikmati musik yang sudah mulai membuat hasr*t berjogetnya mencuat. Ia pun tidak melewatkan kesempatan untuk bergabung dengan para pengunjung yang sudah berjoget lebih dulu.

Sementara itu, Adam mengikuti langkah Senja yang terlihat seperti menghindari dirinya.

"Mbak, saya mau nambah pesanan teman."

"Huh, teman. Kekasih kok bilangnya teman. Lelaki memang suka begitu ya biar nggak kelihatan sudah sold out," gerutu Senja. Entah kenapa ia malah kesal dengan sikap Adam yang berbohong.

"Maaf, Tuan bisa menambahkan di sini. Teman saya yang akan melanjutkan. Saya harus off sebentar." Senja terburu meninggalkan Adam yang termangu.

"Ckk, apa gadis itu sengaja menghindariku karena masalah foto kemarin. Jangan-jangan dia belum menghapusnya."

"Silakan pesanannya yang mau ditambahkan, Tuan." Teman Senja sudah menggantikan melayani Adam. Lelaki itu menulis dengan cepat pesanannya. Ia lalu bertanya kemana arah Senja pergi. 

"Pelayan yang tadi udah mau pulang, Mbak?"

"Oh tidak, Tuan. Sela cuma izin sebentar buat ngerjain tugas. Dia kerja part time di sini."

"Tugas?! Dia anak sekolah?"

"Bukan, Tuan. Dia mahasiswa." Adam mengernyitkan dahinya. Ia lalu berterimakasih pada pelayan. Selesai menambah pesanan, Adam bukannya balik ke meja semula. Ia justru membuntuti Senja.

"Aargh. Lepaskan!"

"Ayolah, Nona! Mau kemana? Ayo berdansa denganku! Berapapun aku bayar."

Senja berusaha mengibaskan lengannyayang dicengkeram oleh lelaki bertubuh gempal. Lelaki itu sedikit sempoyongan. Senja bisa mencium aroma alkohol yang keluar dari mulut lelaki itu. 

"Ishh. Menjij*kkan," gerutu Senja. Namun, bukannya melepaskan lelaki itu justru mencengkeram erat. Senja merasakan perih di tangan kanannya akibat goresan kuku tajam lelaki itu. Baru saja ia hendak membalas dengan tangkisan sebuah suara bariton menghentikannya.

"Lepaskan gadis itu! Dia milik saya!" Adam sudah melepas paksa cengkeraman lelaki tadi. Sebenarnya mudah saja bagi Senja buat melawannya. Sebab lelaki itu sudah hilang separuh tenaganya karena mabuk.

"Oh, gadis ini milik Anda. Sorry, Bro," ucap lelaki itu sambil berlalu. Senja hanya melongo melihat sikap Adam.

"Ckkk, kenapa Pak Adam membuntutiku. Dia bukan menolong malah menyulitkanku. Gimana ini kalau aku ketahuan." Senja hanya meringis. Tangan Adam masih merangkul bahu Senja. Ia bisa melihat wajah Senja menyandar di dadanya seolah begitu tenang dan nyaman. Aroma parfum Senja menguar kembali menusuk hidung Adam. Lelaki itu langsung tersadar dan melepaskan rankulannya.

"Maaf. Nona tidak apa-apa?"

"Tidak Tuan, terima kasih." Senja secepat kilat merasa perlu kabur. Ia segera melangkah menuju ruang yg bertuliskan staf only. Adam hanya tertegun dibuatnya. Ia merasa telapak tangannya basah lalu melihat ada noda darah di tangannya.

"Tunggu Nona!" Belum sampai Senja menutup pintu, ia merasa terusik kembali oleh panggilan Adam.

"Tangan Nona terluka!" Senja melihat lengannya yang terasa nyeri. Goresan tadi ternyata mengeluarkan darah. 

"Ya, makasih. Saya bisa mengobatinya." Senja masuk ke ruang pegawai lalu menutup pintunya. Ia menyandar di pintu sambil mengusap dadanya yang berdebar kencang. 

"Untung aku nggak ketahuan Pak Adam." Senja menghela napas panjang. Ia merasa sedikit lega.

"Semoga gadis itu tidak apa-apa," ucap Adam di luar ruangan.

*****

Esok harinya, Senja tidak berhenti menguap. Ia menahan kantuk sambil berjalan tergopoh menuju ruangan Adam. Semalaman ia lembur revisi begitu sampai di kos. Sebab di kafe, ia hanya bisa mengerjakan sedikit. Temannya tiba-tiba datang memanggil begitu banyak pengunjung yang datang.

"Mukaku kusut amat pagi ini," celetuk Senja sambil berkaca dengan cermin ajaibnya di depan ruang Adam.

Sebuah deheman lalu menghentikan aktifitas Senja. Ia tersipu malu begitu ada Adam yang membuka pintu ruang karena hendak keluar.

"Pak Adam sudah tergesa?" ucap Senja terbata. Ia memang dihubungi dosennya supaya datang tepat waktu. Sebab Adam ada acara dari universitas.

"Ckk, saya sudah menunggu sejam yang lalu, Ja."

"Eh iya, maaf Pak Adam. Saya belum terlambat, kan?" Senja melempar senyum sambil menangkupkan kedua tangannya di depan wajah seraya menunduk.

"Masuk!" titah Adam membuat Senja terhenyak. 

Pagi ini Senja terlihat memakai kemeja floral dengan lengan tiga perempat dipadu celana kain. Ia berharap pakaiannya bisa mengaburkan suasanya hatinya yang masih merindukan bantal di kamar kos. Dipadu parfum kesukaannya yang menyegarkan mampu membuatnya rileks meski kantuk masih mendera.

"Kamu beneran sudah merevisinya semalam, Ja?"

"Iya benar kok, Pak."

"Serius?" Adam masih mencecar Senja yang berkali-kali menguap hingga membuat perempuan berambut sebahu yang dikicir itu sedikit jengah. Ia lalu menarik napas panjang.

"Bapak nggak percaya?" Senja memberanikan diri menatap lawan bicaranya. Namun, yang ditatap justru membalas dengan tatapan tajam. Senja pun terhenyak, apalagi Adam. Lelaki itu segera mengalihkan pandangan ke bawah lalu pura-pura membaca draft.

"Sebaiknya kamu baca lagi sebelum diserahkan ke saya, Ja. Ini namanya kamu membuang waktu harus kerja dua kali."

Senja makin dibuat kesal oleh Adam. Ia hanya bisa menahan emosi dengan meraup oksigen banyak-banyak.

"Pak Adam yang terhormat. Saya beneran mengerjakannya semalam. Bapak nggak percaya?"

"Ya, saya tahu kamu mengerjakannya, tapi disambi-sambi ngerjain yang lain. Iya, kan?"

"Yang penting selesai kan, Pak?"

"Bukan selesai, Ja. Tapi yang kamu print ini draft yang sama dengan kemarin."

"Hah?! Masak sih, Pak?"

Senja kelabakan mendengar ucapan Adam. Ia memang ceroboh tidak membaca lagi draft yang sudah di print. Ia bermaksud mengambil draft yang sedang dipegang Adam. Namun, dosennya itu tidak berniat melepaskan draftnya. Satu tangan kiri Adam justru menarik tangan kanan Senja.

"Tanganmu sudah diobati semalam?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status