Wajah panik tampak di wajah semua orang yang ada di sana. Sementara Dokter Ryan bergegas masuk ke dalam ruang ICU untuk memeriksa kondisi jantung Damian yang bermasalah pascaoperasi.“Damian ....” Indi memekik di luar sebab dilarang masuk oleh tim medis. Indi menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menangis. “Kamu udah janji akan kembali, Damian!” pekik Indi.Manda menarik tangan Indi lalu memeluknya dengan erat. “Damian pasti kembali. Damian pasti akan kembali. Elo yang tenang, jangan mikir yang nggak-nggak. Damian will be fine.”Manda menenangkan Indi agar jangan terlalu berpikir ke mana-mana. Sebab ia sangat yakin itu hanya masalah biasa dan tengah ditangani oleh Dokter Ryan.Rangga mengusapi punggung Indi agar bersabar menghadapi ini semua. Ia lalu menggenggam tangan Indi yang tengah memeluk erat tubuh Manda.“Everything will be fine, Indi. Damian hanya sedang mengalami efek dari pascaoperasi. Namanya operasi besar, selalu ada saja efek sampingnya. Dia akan kembali dan akan sadarkan
Dua hari berlalu ….Meski begitu, Indi merasa sepertinya jarum jam tidak juga bergerak. Lelah menunggu kapan Damian siuman membuatnya tidak sabar dan ingin sekali melihat Damian kembali membuka matanya.Di dalam ruang ICU. Hanya seorang diri sebab para sahabatnya harus pulang ke rumah masing-masing. Bahkan, Indi tidak pernah mau memberi tahu Dipta bila anaknya sudah dioperasi sebab teringat ucapan Dokter Ryan mengenai cairan pengental darah itu.“Di mana pun orang itu, aku akan mencarinya, Damian. Kamu tidak punya salah apa-apa, tapi kenapa mereka berbuat jahat pada kamu. Aku tidak paham, apa yang mereka inginkan. Hati tidak bisa dipaksakan. Meski begitu, kamu tetap disalahkan karena tidak mau mencintai istri kamu sendiri dulu.”Indi berbicara sendiri sembari menggenggam tangan Damian. Menatapnya dengan tatapan sayu lalu menghela napasnya dengan pelan.Ting!Notifikasi pesan masuk di ponsel Damian. Ia kemudian mengambilnya dan membuka pesan tersebut.“Dari nomor baru, tapi kayaknya no
“Damian. Akhirnya kamu siuman juga.” Indi mengulas senyum kala melihat sang suami akhirnya membuka matanya.Namun, tatapan mata Damian kala menatap Indi tampak datar sehingga membuat bingung Indi yang melihatnya. Melihat seperti orang asing dan tidak mengenali Indi.“Damian?” panggilnya kembali kemudian menoleh kepada Diego.“Kamu … kamu siapa?” Satu kalimat keluar dari mulut Damian membuat Indi dan Diego lantas terkejut bukan main.“Da—Damian … Damian maksud kamu apa? Aku Indira, istri kamu. Kamu nggak ingat sama aku?” Indi sudah terlihat pucat sebab suaminya tidak mengingatnya.“Efek dari operasi memangnya ada yang bisa jadi lupa ingatan?” tanyanya kepada Diego.“Gue panggil dokter dulu, Ndi. Elo tenang, yaa.” Diego lantas keluar dari ruang ICU untuk memanggil Dokter Ryan.Damian melepaskan tangannya dari genggaman tangan Indi. Hal itu jelas membuat Indi semakin terkejut dan ketakutan.“Damian. Kamu lagi nggak bercanda, kan?” gumam Indi dengan air mata sudah keluar di sudut matanya.
“Heuh?” Indi tampak bingung.Damian menganggukkan kepalanya dengan pelan kemudian menarik tangan istrinya itu sembari menatapnya penuh.“Terima kasih, sudah peduli padaku dan mau mencari orang yang sudah membuatku seperti ini. Kamu tidak perlu mencarinya karena orang itu sudah dipecat dari rumah sakit dan juga sudah dipenjara. Hanya saja, bukti kuat dalang dari itu semua tidak ada. Pengadilan minta bukti nyata dan itu sangat bersih.”“Siapa, orang yang telah melakukan itu, Damian?” tanya Indi ingin tahu.Damian menatap Indi lekat. “Mamanya Rachel.”Indi tersenyum campah. Dugaannya tidak pernah meleset dan benar saja, orang tersebut adalah Nindy.“Mama, yang sudah memergoki dokter itu tengah memasukan cairan aneh. Akhirnya dia disidang dan ditetapkan sebagai tersangka setelah dokter lainnya memeriksa cairan apa yang telah dimasukan ke dalam cairan infusan aku,” tutur Damian menjelaskan.Indi geleng-geleng kepala karena tidak menyangka. Benar-benar terkejut dengan ulah Nindy yang bisa-b
“Heuh? Cinta pertama?” Damian balik bertanya.Indi menganggukkan kepalanya. “Cinta pertama kamu, siapa? Aku atau bukan?”Damian mengusapi tangan Indi lalu menganggukkan kepalanya. “Iya. Kamu adalah cinta pertama dan semoga yang terakhir. Pun dengan kamu. Kamu pernah bilang waktu itu kalau aku adalah orang yang pertama kali yang berani mengatakan cinta ke kamu. Aku bahagia, karena kamu pun adalah perempuan pertama yang aku cintai.”Indi mengulas senyumnya. Rasa bahagia itu tidak bisa terkendali lagi sebab setiap ucapan yang Damian ucapkan itu terlalu manis. Indi yang tengah jatuh cinta kembali kepada Damian lantas berbunga-bunga. Ia kemudian memeluk Damian dengan erat.“Cepat sembuh, Damian. Aku pengen ke tempat pertama kali kita jadi pacar dulu.”Damian menganggukkan kepalanya sembari mencium sisian wajah sang istri. “Iya, Sayang. Kita akan ke sana setelah aku sembuh dan bisa beraktivitas seperti semula.”Indi mengulas senyumnya dalam pelukan itu. “Dan aku menemukan cinta pertamaku. K
"Gue dengerin." Hanya itu yang Indi katakan kepada Rangga sembari memakan bubur ayam yang masih tersisa banyak.Rangga kemudian menghela napas panjang seraya menatap Indi. "Aku pernah mendengar kamu berbicara kepada Damian tentang kehamilan. Kamu ... lagi hamil?"Indi lantas terdiam mendengar ucapan Rangga, ia pun mengingat-ingat kala dirinya berbicara seperti itu kepada suaminya lalu menatap Rangga seraya menghela napasnya dengan pelan."Emangnya kenapa, kalau gue hamil? Damian udah jadi suami gue dan wajar aja kalau gue hamil. Aneh, pertanyaan elo, Rangga!""Bukan itu maksud aku, Indi. Aku tahu kalau Damian bermasalah, kondisinya tidak bisa memberi kamu anak dalam waktu dekat. Untuk itu, aku mau me—""Dari mana elo tahu kalau Damian bermasalah?" tanya Indi dengan mata menatap nanar wajah Rangga. "Jangan harap gue akan melepas dia meski semua orang tahu kalau dia bermasalah, Rangga!"Rangga menggelengkan kepalanya pelan. "Dengarkan aku dan jangan pernah memotong sedikit pun ucapanku!
Mata Indi menatap dengan keterkejutannya. Tamparan keras itu tidak berasa baginya dibanding dengan pengakuan yang cukup membuatnya tercengang bukan main.“Gilak lo, ya!” Hanya itu yang bisa Indi ucapkan.Dipta tersenyum miring lalu menatap Indi dengan tatapan lekatnya. “Maria membawa anak itu di rumah sakit. Ibunya meninggal dunia setelah melahirkan dia. Darahku tidak mengalir di tubuh Damian dan untuk aku menyayanginya!”Dipta kembali melangkahkan kakinya menghampiri Indi. “Kamu, orang pertama yang akan aku musnahkan, Indi. Karena kamu, aku sulit mencapai pada suatu yang harus aku ambil dari Damian. Karena kamu, semuanya harus diundur sementara anakku, Daniel … akan tiba ke Indonesia dua bulan lagi.“Dia akan menagih janjiku dan aku belum bisa mengambilnya karena kamu, Indi! Karena kamu yang sudah menghalangi semuanya! Cepat atau lambat kamu akan musnah. Kalau tidak musnah, setidaknya kamu dan Damian berpisah!”Dipta enyah begitu saja setelah mengatakan apa yang ingin dia katakan dar
“Ngapain lagi si Dipta gila itu!” Indi bergegas menghampiri keduanya dengan langkah lebarnya. “Gara-gara kamu, anakku membenciku! Karena kamu, aku harus merelakan rumah tanggaku hancur, Dipta!” pekik Ayu dengan tatapan mata yang begitu tajam. Indi terdiam mematung mendengarkan semua ucapan mamanya itu. Dipta yang mendengarnya lantas tertawa campah. “Memang itu tujuanku, Ayu. Merusak rumah tangga orang! Lihat saja! Aku juga akan menghancurkan rumah tangga anakmu dengan Damian. Membuatnya sengsara karena sudah berani menghalangi semua rencanaku!” Ayu menghela napas jengah kemudian menatap tajam wajah Dipta lagi. “Kamu tahu, kalau bukan karena kecelakaan itu, mereka sudah menikah sejak Indi lulus sekolah dulu. Tapi, karena ulah orang yang mungkin masih ada di sekitaran kamu atau bahkan kamu sendiri yang telah melakukannya, Indi dan Damian harus berpisah untuk sementara waktu. “Tapi, apakah mereka menyerah? Bahkan Tuhan telah menetapkan mereka tetap bersama dan setelah tujuh tahun Dam