"Mbak Mawar," gumam Delia saat melihat Mawar berdiri di tempaf satpam.
"Apa Sayang?" tanya Maura berjongkok mensejajarkan tingginya dengan gadis dihadapannya ini.
"Itu Bun. Ada Mbak Mawar," seru Delia menunjukan tempat satpam lalu Maura menoleh tatapan mereka beradu.
"Mawar? Kamu ke sini. Oh ... mau bawain bekal sama Mas Hamdan, ayo bareng aku masuknya," ajak Maura saat mendekati Mawar, wanita itu terdiam lalu mengangguk.
"Mbak ke sini ngapaian? Mau nemuin Mas Hamdan, Lia pasti kangen ya," ujar Mawar menebak Delia yang menatap ia sinis dan tak melepaskan genggaman tangan pada Maura.
"Itu Mas Hamdan, War. Ajak aja nanti pas istirahat makannya, dia harus profesional ya harus utama pekerjaan dulu," seru Maura menunjuk Hamdan yang tengah membawa cangkir.
"Mas ...," panggil Maura membuat Hamdan menoleh ke arahnya dan membulat saat melihat Mawar disamping wanita yang sudah menjadi atasannya itu.
"Ada apa, Bos?" tanya Hamdan pelan membuat Ma
Selalu dukung otor ya.Maura tergesa-gesa menuju rumah sakit, bahkan Aji ikut. Wanita itu langsung menerobos masuk ke ruangan, menatap anaknya yang berbaring. Delia yang melihat Maura cepat melebarkan tangan dan memeluk sang Bunda."Bunda ... badan Lia gatel semua," lapor Delia menunjukan badan yang merah-merah.Maura mengusap punggung anaknya lalu melepaskan pelukkan dan membuat kepala Delia mendongak. Air mata terus terurai di pelupuk gadis kecil itu, Ibu mana tidak merasa sedih. Tatapan Maura langsung beralih menatap Hamdan dan Mawar yang menunduk."Apakah kamu lupa jika anakmu alergi udang, ha!" geram Maura menatap murka ke arah Hamdan."Maaf, Mbak. Mawar tidak tau jika Delia alergi udang, Mas Hamdan tak salah. Dia saat itu tidak ada di rumah," jelas Mawar membuat Maura semakin membulatkan mata larena emosi."Kenapa kamu gak ada di rumah saat Delia ada di sana ha! Katanya mau menjaga malah membuat anakku j
Sebulan berlalu Maura masih belum menjawab lamaran Aji. Lelaki itu sama seperti biasa, mengajak Delia bermain. Maura menatap Aji yang sangat akrab dengan anaknya, jantung tiba-tiba berdebar dan menghangat saat memandang mereka."Ra ...," panggil Mama Aji membuat Maura menoleh karena bahunya disentuh."Boleh kita bicara, Sayang?" tanya Aulia sebagai jawaban Maura mengangguk kepala, mereka langsung berjalan menuju halaman belakang."Ada apa, Tan?" tanya Maura saat duduk di kursi memandang pohon mangga yang telah berbunga."Kamu sudah mempertimbangkan lamaran Aji, Ra? Dia sudah lama menyukai kamu, tapi sayang pas dia mau melamarmu. Kamu sudah bersama mantan suami kamu," ujar Aulia membuat Maura terdiam."Yang benar saja, Tan. Kenapa tidak dari dulu mengungkapkannya?" tanya Maura heran."Aji ingin sukses dulu, baru melamarmu," ucap Aulia menjelaskan."Apa kamu belum memutuskan untuk menerima atau menolak? Kasihan, Aji sudah wa
Extra part ini seperti season 2, selamat membaca.Maura tengah menimang anak Mawar yang baru berusia satu bulan. Wanita itu berkunjung melihat baby Fauzia, gadis kecil Maura merengek meminta bertemu buah hati Mawar. Delia yang telah berusia enam tahun ini terus menciumi gemas pipi Fauzia."Dede Ia, Kakak kangen banget sama kamu," seru Delia saat Maura sudah menidurkan Fauzia di kasur."Stttt, Dede Ia lagi bobo. Jangan berisik, kasian," nasehat Maura pelan, membuat Delia mengerucutkan bibirnya."Ih ... Bunda, mah. Lia, kan, ke sini pengen main sama Dede Ia," keluh Delia menatap marah Maura yang terkekeh pelan."Tapi sekarang waktunya Dede Ia, bobo Sayang. Lia gak boleh begitu, kasian Dede Ia ngantuk," nasehat Maura dibalas anggukan pelan Delia."Ya sudah, Lia mau ke Ayah sama Papa dulu ya," kata Delia pamit pada Bunda dan Mamanya, lalu bergegas pergi saat dibalas anggukan Maura."Ayah ... Lia kangen Ayah," ucap Delia memeluk kaki
Ayo share karya ini agar otor semangat ngetiknya."Bunda! Bunda, kenapa," pekik Delia menatap Ibunya yang memegang perut, ia terlihat mengatur napas dan dahi berkeringat.Gadis kecil itu langsung mendekati sang Bunda, lalu matanya membulat saat melihat Maura bangkit dari duduk. Terlihat dengan jelas darah di daster wanita itu, Delia semakin terkejut dan berteriak memanggil semua orang. Mertua Maura lekas berlari tergesa-gesa kala mendengar pekikkan sang cucu, dia mendekat memandang Delia bingung."Itu Nek, baju Bunda ada darahnya, merah-merah gitu," seru Delia menunjuk Maura yang bersandar di sofa lagi, ia terus mengatur napasnya."Ra! Kamu mau lahiran," pekik Aulia, lalu segera menelepon anaknya."Aji! Maura mau lahiran," pekik Aulia saat sambungan telepon terhubung, handphone lelaki itu hampir terlempar saking terkejut."Langsung bawa ke rumah sakit, Mah. Nanti aja nyusul, Aji langsung berangkat ke rumah sakit yang suda
Terus dukung author, dengan memberi bintang 5 dan gams"Ra, jangan teriak. Lihat cucuku nangis," tegur Aulia membuat Maura menoleh dan meminta maaf."Maafin, Mama ya, Sayang," lirih Maura pelan, mengusap sayang kepala anaknya lalu melihat sang suami tengah meminta dibukakan gerbang dan masuk membuka pintu utama."Lo masuk dulu ya, gue parkirin mobil dulu," seru Aji dengan santai mengulas senyum mempersilakan gadis itu masuk ke kediaman lalu melangkah ke mobil."Mas," panggil Maura terhenti saat melihat suaminya tengah menerima telepon."Ahh ... ayo berkumpul, kalian ke rumahku saja," seru Aji lalu mematikan sambungan telepon dan memasuki gerbang, tak lupa memarkirkan kendaraan roda empat miliknya."Ayo keluar," ajak Aji membantu sang istri menuju ke rumah.Gadis itu memandang Maura yang dipapah oleh Aji. Melihat perlakuan sayang Aji pada wanita yang menyandang sebagai istri, membuat ia cemburu, menatap Maura dengan
Tolong berikan bintang 5, agar saya semakin smngt untuk nulis. Jangan lupa kasih gams jga ya, biar karya ini dipromosikan oleh pihak GNSedangkan tatapan Maura ke arah mereka sulit sekali diartikan. Melihat suaminya mengangguk serasa beribu jarum menancap di jantung, sakit tapi tak berdarah. Angel melihat tingkah Shilla pada Aji jadi serba salah, seperti ia harus mengingatkan sahabatnya."Ya sudah, gue sama Angel pergi beli makanan. Kalian buat tenda ya! Mengenang masa dulu," perintah Shilla membuat semua orang saling memandang."Gue beli tenda kalau gitu," seru Bagas lalu pergi."Bocah itu maen nyolong aja," gerutu Shilla menatap kepergian Bagas."Ampun ... gak nyadar kalau dia sendiri yang bocah, udahlah dia ngerasa jadi nenek-nenek kali," ucap Dimas membuat Shilla menatapnya dengan tajam."Awas ya, lo!" geram Shilla lalu mendekati Dimas yang sudah kabur takut kena amukan Shilla."Shilla kadang masih bertingkah sep
Terimakasih dukungannya, terus dukung saya ya.Waktu berlalu begitu saja, sudah tiga hari Shilla menginap di kediaman mereka. Gadis itu terus menempel pada suaminya. Maura mengembuskan napas kesal, memilih fokus dengan sang buah hati."Mas berangkat kerja dulu ya, Sayang," pamit Aji mencium kening sang anak dan istrinya."Mas, Shilla ikut ya," ucap Shilla yang telah rapi tak lupa menenteng tas."Boleh," kata itu meluncur dari bibir Aji, membuat Maura terdiam seketika."Ngapain dia ikut, Mas. Mendingan dia bantuin Mama," seru Maura menatap sinis ke arah Shilla membuat gadis itu mendengkus marah."Enak saja, Shilla ke sini buat liburan sambil belajar, masa disuruh di rumah terus, bosen dong! Apalagi Shilla anak gaul," seru Shilla protes memandang Maura penuh permusuhan."Udah-udah, jangan berantem. Biar Shilla ikut sama aku, Ma. Kasian udah beberapa hari dia diem di rumah bantuin Mama," ujar Aji membuat Maura hanya mengerucu
terimakasih atas dukungannya, kira² mau gak baca kalau saya lembar naskah ke sini, judulnya. Malam Pertama Dengan Kakak IparNetra Maura membulat kala melihat sebuah foto yang membuat dia terbakar cemburu. Tanpa sadar ia mencengkram lengan kiri anak perempuannya yang tengah diam di meja lipat untuk belajar. Gadis kecil itu mengaduh lalu menarik tangan mungil yang terasa sakit."Bunda ... sakit!" pekik Delia dengan mata berkaca-kaca."Apa tulisan Lia jelek, jadi Bunda marah?" tanya gadis kecil itu sambil terisak hingga wajah mungil itu basah oleh air mata. "Sayang, maaf. Bunda gak sengaja nyakitin kamu," jelas Maura kala sadar memandang anaknya yang sudah berurai air mata lalu menghapus jejak itu di pipi. "Sakit, Bun," keluh Delia mengusap tangannya yang sedikit memerah."Maafkan Bunda," kata Maura langsung mendekat anak perempuannya."Pasti karna tulisan Lia jelek, makanya Bunda marah," ucap Delia masih teguh dengan pe