Share

Keputusan Erlin

"Dokter Nuri tidak salah ingat kan? Prosesnya terjadi sekitar satu bulan yang lalu," tanya Antonio memastikan.

"Tapi saya memang tidak pernah melakukannya," tegas Dokter Nuri tetap dengan jawaban yang sama.

"Apa yang sebenarnya sudah terjadi?" tanya Adian tak mengerti.

"Mohon maaf sebelumnya. Waktu itu saya juga merasa ada hal yang aneh karena saya seperti hanya diperiksa biasa. Tidak dilakukan tindakan apa pun. Jadi saya pikir hanya semacam tes kesuburan," kata Wulan mengakui.

"Astaga...kenapa tidak bilang dari tadi?" keluh Antonio sembari mengusap wajahnya dengan kasar.

"Jika bukan Dokter Nuri, lalu siapa yang menanganimu waktu itu?" tanya Antonio.

"Kalau tidak salah namanya Dokter Raisa," jawab Wulan.

"Kacau! Dia salah satu penggemar beratmu, Adian. Pasti dia yang sudah merekayasa semua ini," ujar Antonio membuat kesimpulan.

Di rumah sakit itu memang hanya ada dua dokter spesialis kandungan yaitu Dokter Nuri dan Dokter Raisa. Dokter Raisa cukup dekat dengan Antonio namun pria yang berhasil membuatnya tergila-gila adalah Adian. Dia juga mengenal Adian karena pernah bersama Antonio beberapa kali.

Antonio juga tidak mengerti bagaimana Dokter Raisa bisa tahu perihal proses inseminasi buatan yang ingin dilakukan Adian. Selama ini dia tidak pernah menceritakan rahasia itu pada siapa pun karena juga menyangkut nama baik dan karir Adian sebagai seorang dosen.

"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Adian.

"Kita harus meminta penjelasan dari Dokter Raisa. Ayo ikut aku!" ajak Antonio yang kemudian keluar dari ruang pemeriksaan dengan wajah kesal.

Antonio dan Adian pergi menemui Dokter Raisa. Kebetulan perempuan itu juga sedang berada di ruangannya. Awalnya Dokter Raisa masih menunjukkan sapaan ramah dengan kedatangan dua lelaki tampan yang menemuinya.

Tapi tak mau berbasa-basi, Antonio langsung menggebrak meja dan memarahi Dokter Raisa. Perempuan itu jelas kaget. Dia belum mengerti apa penyebab kemarahan Antonio.

"Mengaku saja. Kamu kan yang sudah merekayasa proses inseminasi Adian? Aku merekomendasikan pada Dokter Nuri tapi kamu yang mengambil alih dan menangani," tuduh Antonio langsung pada intinya.

"Kamu bicara apa sih, Ton? Aku enggak ngerti deh," balas Dokter Raisa masih berpura-pura lugu.

"Jangan berlagak bodoh kamu. Di sini tidak ada dokter kandungan lagi selain kalian berdua. Lebih baik kamu mengaku. Dari mana kamu mengetahui perihal inseminasi Adian dan apa saja yang sudah kamu lakukan sebenarnya," cecar Antonio.

"Aku beneran enggak tahu apa-apa. Kamu jangan asal nuduh, Anton" kata Raisa masih tak mau mengaku.

"Aku tahu kamu naksir berat sama Adian. Tapi enggak gini caranya, Raisa" keluh Antonio.

"Oke kalau kamu enggak mau ngaku. Seharusnya kamu tahu bahwa dokter tidak bisa melakukan tindakan di luar prosedur yang seharusnya. Aku akan laporkan perbuatan kamu ini dan kamu bisa diberhentikan sebagai dokter," ancam Antonio sukses membuat Raisa ketakutan.

Raisa merasa terdesak karena dia sadar dirinya memang melakukan kesalahan dengan disengaja. Tapi mempertimbangkan kembali jabatannya, tentu saja dia tidak ingin diberhentikan setelah susah payah mendapat gelar itu. Saat melakukan tindakannya, Raisa juga tidak berpikir panjang karena terlalu buta dengan kekecewaan.

"Baiklah aku akan mengaku," kata Raisa pada akhirnya.

"Memang aku yang sudah merekayasa semuanya. Aku pernah tidak sengaja mendengar saat Adian berbicara tentang inseminasi buatan itu di ruanganmu. Dari situ lah aku tahu. Aku sangat kesal karena beberapa kali aku juga memintamu mendekatkan aku dengan Adian tapi kamu tidak mau. Aku pikir seharusnya Adian menikah saja denganku dan bukan malah menempuh jalan inseminasi buatan dengan perempuan lain yang tidak jelas," ungkap Raisa dengan kepercayaan dirinya.

"Pada saat proses inseminasi ini akan dilakukan, aku melakukan aksiku atas dasar kecemburuan. Aku mengambil alih tugas Dokter Nuri dengan tidak menyampaikan surat perintah itu kepadanya. Aku bahkan menukar perempuan yang kalian siapkan dengan pasien lain."

"Apa? Jadi maksudnya kamu melakukan injeksi itu pada perempuan lain?" respon Antonio terkejut. Dia tidak menyangka Raisa akan berbuat nekat untuk hal sebesar itu.

"Iya," jawab Raisa singkat. Antonio mengusap wajahnya dengan kasar.

"Tapi aku masih tidak mengerti kenapa perempuan itu juga bersedia melakukannya?" sambung Adian.

"Itu karena aku melakukan prosedurnya dalam kondisi dia tidak sadar," jelas Raisa.

"Maksudnya kamu melakukan injeksi dengan pembiusan pada pasien begitu?" tanya Antonio. Raisa hanya mengangguk pelan seperti pelaku kejahatan yang tertangkap basah.

"Astaga, Raisa. Kamu sangat keterlaluan. Apa kamu enggak mikir panjang sebelum melakukannya? Bagaimana nasib perempuan itu kalau sampai dia benar-benar hamil? Setidaknya kamu pikirkan tentang karirmu sendiri. Bagaimana jika pasien itu menuntutmu nanti?" tegas Antonio semakin membuat Raisa gusar.

"Aku mohon bantu aku agar tidak sampai diberhentikan. Ya aku mengerti aku memang salah. Aku menyesal jika karena tindakan itu aku bisa kehilangan pekerjaanku saat ini," kata Raisa setengah memohon.

Antonio benar-benar tak habis pikir. Itu adalah kesalahan yang sangat besar. Hidup seseorang yang tidak mengerti apa-apa bisa berantakan karena ulah Raisa. Sikap Raisa benar-benar tidak profesional.

Tidak hanya Antonio, Adian juga merasa kebingungan. Dia tidak mengerti apa yang seharusnya dilakukan dalam situasi itu. Tapi satu hal yang dia inginkan yaitu menemui perempuan yang sudah menjadi korban.

"Apa kamu masih ingat identitas perempuan yang menerima benih itu?" selidik Antonio.

"Seingatku gadis itu masih muda. Kalau tidak salah namanya siapa ya? Sebentar, sepertinya aku punya arsipnya. Sebenarnya dia datang untuk mengkonsultasikan jadwal menstruasinya yang tidak teratur. Jadi awalnya aku pikir tidak masalah jika aku melakukan injeksi padanya karena belum tentu dia bisa hamil," celoteh Raisa sembari memeriksa beberapa kertas di meja kerja dan lacinya.

"Oh ya, ini dia arsipnya,” seru Raisa membuat Antonio dan Adian memusatkan perhatian kepadanya.

“Di sini tertulis namanya adalah Erlinda Safara."

"Apa? Erlinda Safara?" ujar Adian terkejut.

***

Hari itu Adian kembali dipanggil datang ke rumah sakit. Antonio mengabari tentang kedatangan Erlin dan keluarganya yang mengajukan komplain pada pihak rumah sakit. Antonio pikir kehadiran Adian di sana sangat penting karena masalah itu juga ada hubungannya dengan Adian. Antonio meminta bantuan Adian untuk menyelesaikan masalah karena Antonio juga melakukan proses inseminasi atas keinginan Adian.

Adian begitu terkejut saat masuk ke dalam ruangan. Semua mata tertuju kepadanya. Dia juga yakin indera penglihatannya masih cukup jelas. Gadis yang menjadi korban inseminasi salah sasaran itu tak lain adalah mahasiswanya sendiri.

Adian sempat mengusap wajahnya yang terasa kebas. Sangat tidak menyangka takdir membuat rencananya menjadi lebih rumit. Adian seolah masih tidak percaya. Meski begitu, Adian sudah bertekad untuk tetap bertanggung jawab meski siapa pun gadisnya.

“Pak Adian? Kenapa bisa ada di sini?” tanya Erlin tampak syok dengan kedatangan sang dosen. Apalagi mendengar Adian yang mengatakan akan bertanggung jawab.

Adian berjalan mendekat ke arah Erlin dan keluarganya. Di hadapan semua orang dia mengakui segalanya. Sontak saja hal itu semakin mengundang ketidak percayaan dari Erlin.

“Saya yang akan bertanggung jawab atas kehamilan Erlin karena saya adalah ayah dari anak itu,” ungkap Adian.

“Tunggu! Bagaimana itu mungkin?” ujar Erlin masih tidak percaya.

Adian sadar tidak bisa membicarakan semuanya secara gamblang di sana. Dia pun meminta waktu untuk berbicara berdua saja dengan Erlin. Orang tua Erlin memberinya kesempatan. Adian kemudian mengajak Erlin ke taman di sekitar rumah sakit.

Adian menjelaskan tentang proses inseminasi yang dia lakukan. Termasuk ketidak sengajaan kesalahan hingga Erlin menjadi korban. Sekarang Erlin harus mengandung anak dari Adian.

Erlin sendiri cukup syok dengan fakta bahwa dia mengandung benih dari dosennya sendiri. Tidak pernah menyangka takdir akan membuatnya terjebak sedemikian rupa.

“Saya minta tolong supaya kamu dan keluargamu tidak perlu menuntut dokter atau pun pihak rumah sakit,” ujar Adian sontak mendapat tatapan tajam dari Erlin.

Erlin tidak terima Adian memintanya diam setelah kesalahan besar yang terjadi. Erlin merasa sangat dirugikan. Masa depannya dikorbankan karena kehamilan itu. Awalnya Erlin marah-marah di hadapan Adian.

"Tenang dulu, Erlin. Kita bisa bicarakan semuanya baik-baik," timpal Adian.

"Apalagi yang perlu dibicarakan, Pak? Jelas-jelas saya korban di sini. Coba bapak pikirkan dari sudut pandang saya. Saya dicurigai oleh semua orang, disangka sudah melakukan perbuatan terlarang, pacar saya juga minta putus karena mengira saya selingkuh, lalu masalah kuliah? Entah bagaimana nasib pendidikan saya ke depannya."

Meledak. Itulah yang terjadi pada Erlin sekarang. Dia sudah tidak mampu menahan beban yang tumpang tindih menghantam pertahanannya.

"Lalu apa dengan menuntut pihak rumah sakit bisa membuat janin dalam rahim kamu itu hilang begitu saja?" balas Adian.

"Kalau begitu saya akan menggugurkannya agar masalah ini selesai," ucap Erlin dalam emosi.

“Apa? Maksudmu aborsi?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status