Share

Bab 5

3 Minggu kemudian

Tepat sebulan Zidan dan Reva melangsungkan pernikahan dan tinggal bersama. Kehidupan pernikahan mereka berjalan dengan baik atau lebih tepatnya kehidupan pernikahan di depan orangtua mereka. Zidan dan Reva memang tinggal satu atap tapi tidak satu kamar dan sibuk mengurusi kehidupan pribadi masing-masing.

Beberapa hari yang lalu Reva sudah mendaftar ujian seleksi masuk perguruan tinggi dan ujian akan dilaksanakan hari ini jam 9 pagi. Jam telah menunjukkan pukul setengah 9 pagi, ia bangun kesiangan tadi gara-gara semalam begadang nonton drama korea favoritenya sehingga membuatnya harus melakukan segala sesuatunya secara terburu-buru. Sementara Zidan terlihat sudah rapi dengan setelan jas biru tua dengan dalaman kemeja putih dilengkapi dengan dasi dan rompi dengan warna senada. Ia tengah duduk bersantai di ruang keluarga sembari menyesap segelas kopi susu di pagi hari. Sebentar lagi ia akan berangkat kerja.

Beberapa saat kemudian, Reva datang ke ruang keluarga, hendak memakai sepatu. Ia tampak sudah rapi dengan pakaian hitam putih dan tas selempang yang sudah menggantung cantik di lengan kanannya.

“Om, cepetan ngopinya. Nanti aku telat,” celetuk Reva seraya melirik Zidan yang duduk di hadapannya. Kopinya terlihat masih sisa setengah.

Setelah menandatangani perjanjian pernikahan itu Reva memang sudah terbiasa memanggil Zidan dengan panggilan itu karena jarak usia mereka yang terpaut jauh sekitar 12 tahun namun itu tidak berlaku saat di hadapan orangtua mereka. Saat di depan Orangtua mereka, biasanya Reva memanggil Zidan dengan sebutan Mas.

“Siapa yang mau ngantarin kamu? aku mau berangkat kerja.”

Reva mendongak, menatap Zidan yang sudah berdiri. “Oh ayolah Om, antarin aku sebentar aja. Kalau mencari kendaraan umum dulu nanti aku bisa telat.”

“Salah sendiri kenapa bangun telat.”

Zidan berbalik, baru saja ingin melangkah pergi, Reva dengan cepat menarik lengan Zidan. “Please antarin aku Om. Sebentar lagi ujiannya akan dimulai, kalau aku enggak bisa ikut ujian nanti aku enggak bisa lanjut kuliah kalau aku enggak bisa lanjut kuliah nanti aku enggak bisa gapai cita-citaku. Tega banget kamu."

Zidan melirik sinis orang di sebelahnya, menarik tangannya hingga tautan tangan mereka terlepas. “Lebay banget kamu. Kalau kamu enggak bisa ikut ujian yang ini, ikut jadwal ujian yang selanjutnya. Itu aja kok repot,” tutur Zidan lalu melangkah pergi.

Reva sontak memeriksa jam tangannya yang telah menunjukkan pukul 8.40 pagi. “Aduh, gimana nih,” gumamnya seraya mengigit kuku jari-jarinya. Perut sudah mules gara-gara mau ujian eh ditambah bangun kesiangan sampai membuatnya kemungkinan akan terlambat mengikuti ujian. Namun ia tak pantang menyerah, kembali mengejar Zidan yang sudah berada di luar.

Ia melihat Zidan sudah masuk ke mobil. Dengan langkah cepat, ia ikut masuk ke mobil Zidan dan langsung memasang seatbelt.

“Ngapain kamu?”

“Please antarin aku ya Om, pleasee ....” Reva terus memohon dengan wajah diimut-imutkan, berharap suaminya luluh.

“Tidak.”

“Ayolah Om tolong aku, tega banget sih kamu. Aku bakal ngelakuin apa pun deh asal kamu mau antarin aku sekarang.”

“Apa pun?” tanya Zidan seperti tertarik dengan tawaran dari Reva. Reva mengangguk.

Setelah berpikir sebentar, Zidan akhirnya memperbolehkan. “Oke, aku bakal antar kamu tapi dengan satu syarat, aku mau kamu melakukan sesuatu untukku nanti malam. Bagaimana?”

“Melakukan apa?”

“Jawab saja mau apa enggak?”

“Ya udah iya-iya,” jawab Reva tanpa berpikir panjang, yang penting sekarang adalah sampai di kampus sebelum ujian di mulai. “Ayo berangkat sekarang.”

“Kunci dulu pintu rumah.”

“Oh iya, sebentar ya Om. Jangan ke mana-mana.”

“Hm.”

Saat mengunci pintu, Reva melamun, memikirkan perkataan Zidan barusan. ‘Om Zidan mau minta apa ya nanti malam? kenapa harus malam-malam?’ matanya sontak melebar ketika terbesit sesuatu di pikirannya. ‘Hah jangan-jangan ....”

Setelah mengunci pintu, Reva kembali masuk ke mobil. Zidan pun menjalankan mobilnya meninggalkan rumah.

Setibanya di kampus, Reva bergegas melepas seatbeltnya. “Makasih Om,” lalu turun dari mobil. Zidan yang melihat Reva berlari menuju ruangannya sontak menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian melanjutkan perjalanan menuju perusahaan.

***

Malamnya

Reva tengah duduk di lantai ruang keluarga dengan beberapa kertas yang berserakan di atas meja. Ia sedang belajar mengenai soal-soal yang keluar di tes masuk perguruan tinggi tadi. Sambil menunggu hasil tes keluar, yang mungkin akan keluar beberapa Minggu lagi, ia akan terus belajar. Bila ia gagal nanti setidaknya ia sudah ada persiapan yang lebih matang untuk mengikuti ujian selanjutnya. Namun tiba-tiba Zidan datang dan langsung mengambil duduk di sofa. “Kamu lagi ngapain?”

“Lagi belajar.”

“Ohh. Tolong buatin aku creme brulee latte dong," ujar Zidan santai.

“Hah! cream apa?”

“Creme brulee latte. Minuman kopi yang kekinian itu.”

Reva menggaruk kepalanya yang tak gatal, jangankan tahu bentuknya, namanya saja ia tidak pernah dengar, maklum karena ia memang bukan pecinta kopi. “Kenapa minta buatin sama aku? aku enggak tahu cara buatnya. Kenapa enggak pesan online aja? biasanya juga pesan online,” tutur Reva lalu kembali menulis.

“Tapi malam ini aku maunya kamu yang buat. Kamu enggak ingat sama janji kamu tadi pagi? Katanya kamu bakal lakuin apapun untukku. Kamu lupa?”

Reva menatap Zidan kesal. “Tapi aku enggak tahu cara buatnya Om. Bahan-bahannya untuk buatnya juga kayaknya enggak ada.”

“Kamu ‘kan bisa lihat resepnya di hp. Untuk bahan-bahannya, aku udah beli tadi. Tuh, ada di dapur.”

Reva kaget, seniat itu ternyata suaminya demi minuman kopi favoritenya. Ia menghela napas pasrah lalu berdiri. “Oke. Tunggu sebentar.”

Zidan menganggukkan kepalanya, setelah istrinya pergi ke dapur, ia melipat tangan di atas dada seraya tersenyum menang.

Sementara itu Reva di dapur menemukan sekantong plastik belanjaan di atas pantry. Saat membongkarnya ia mendapati ada bubuk espresso, sirup vanilla, bubuk whipped cream, susu cair, gula, bubuk creamer dan lainnya.

Ia kembali menggaruk kepalanya.

“Duh, ini apa aja sih? Kenapa banyak banget bahannya. Apa aja yang harus diapke?” mulutnya berdecak sebelum akhirnya kembali ke ruang keluarga.

“Sudah selesai?” tanya Zidan.

“Apanya yang udah selesai. Aku baru mau lihat resepnya di hp.”

“Kenapa enggak dari tadi sih? lama banget,” ujar Zidan namun Reva tidak menjawab karena ia tampak fokus menatap layar ponselnya.

“Kamu maunya dingin atau hangat Om?” tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya.

“Yang hangat aja.”

“Oke.” Reva kembali ke dapur.

Sambil melihat ponsel, ia mencocokan bahan-bahannya, memisahkannya dari bahan lain yang tidak terpakai lalu mulai membuatnya.

20 menit kemudian dua cangkir creme brulee latte ala Reva akhirnya jadi. Satu cangkir untuk Zidan dan satu cangkir lagi untuk dia, dia ‘kan juga pengen ngerasain karena minuman itu kelihatannya enak tapi dia sengaja memasukkan punyanya ke kulkas karena ia suka yang dingin-dingin.

Ia pun membawa kopi satunya lagi ke ruang keluarga. “Ini. Silakan di minum Tuan!” ucap Reva seraya tersenyum lebar dan sengaja menekankan kata Tuan.

“Sedotannya mana?”

“Hah?”

“Tadi aku beli sedotan juga. Kamu enggak lihat di belakang? ambil sekarang. Aku mau minumnya pake sedotan.”

Reva mengepalkan tangannya, rasanya ingin menjitak kepala suaminya itu namun apa daya ia harus memenuhi janjinya. Ia pun menyunggingkan senyumnya. “Oke, sebentar ya Tuan.”

Tak lama kemudian Reva memberikan sedotan kepada Zidan. “Eum lumayan juga. Ternyata kamu cepat belajar ya.”

“Oh iya jelas dong Om. Aku memang cewek yang cerdas dan serba bisa,” ucap Reva berbangga diri. Setelah itu Reva pun hendak kembali duduk di tempatnya semula, di lantai yang dingin favoritenya pasalnya ia tidak terlalu suka duduk di sofa, ia lebih suka duduk di lantai.

Saat melewati Zidan, ia tak sengaja tersandung kaki besar Zidan sehingga membuat tubuhnya oleng dan mendarat mulus di pangkuan Zidan. Reflek Zidan melingkarkan tangannya di pinggang Reva. Reva menoleh, menatap wajah suaminya yang hanya berjarak beberapa cm darinya. Zidan menatap mata Reva sejenak lalu turun ke bibir pink kenyal itu. Dada keduanya berdebar sampai akhirnya Reva bangkit dari pangkuan Zidan, membasahi bibirnya gugup. "Hmm, a-aku ... aku ke belakang dulu ya," ucapnya tanpa menatap Zidan lalu melangkah cepat ke belakang.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status