"Aku mau bercerai, tapi sayang, Kenny pasti akan memarahiku." Bekali-kali Julie melayangkan permintaan cerai, tapi hanyaa kemarahan Kenyy dan juga kedua orangtuanya yang ia terima. "Kau pikir aku mau hidup bersama wanita penggila harta sepertimu? Jika bukan karena kebaikan Tuan Thomson pada keluargaku, aku juga tak mau hidup bersama dengan wanita sepertimu," balas Edward dengan segala kekesalannya. "Itu semua karena kau bodoh! Andai saja dulu kau terima tawaran Daddy untuk mengelola perusahaan, pasti aku bersikap lembut padamu. Dan sekarang aku bertambah kesal saat Kenny menikahi sampah sepertinya," ucap julie dengan menuding wajah Austin. Austin terdiam di tempat memandang pertengkaran mertua, ia tak kuasa melawan amarah Julie. Edward pergi dari hadapan Julie tanpa memperpanjang masalah. Hinaan dan bentakkan sudah biasa ia terima. "Untuk apa kau masih di sini?! Pergi kau, buatku muak saja," ucap Julie mengusir Austin. Austin pergi meninggalkan Julie dengan segala kekesalannya. I
"Apa yang kau lihat?" tanya Julie sambil melihat apa yang dilihat Austin. Julie menyunggingkan senyum hina pada Austin. "Cemburu melihat putriku tertawa seperti itu? Jangan bermimpi bisa mendapatkan tawa itu." Austin terdiam, wajahnya tertunduk. Ia merasa tak pantas memiliki rasa cemburu, pernikahan tak berdasarkan cinta, mana mungkin ia bisa mengharapkan tawa itu hadir untuknya. "Mau apa kau keluar di jam segini? Pasti kau mau mencuri di rumah ini, iya 'kan?" tuduh Julie. "Tidak Nyonya, aku hanya ingin mengambil air minum, tidak ada niat untuk mencuri," balas Austi cepat. "Bohong! Aku tahu kau tak memiliki uang, pasti kau berusaha mencari barang berharga di rumah ini lalu menjualnya," tuduh Julie lagi. Austin menggelengkan kepala mendengar tuduhan yang dilayangkan Julie terhadapnya. Tidak ada sedikit pun niat untuk mencuri di rumah istrinya. "Tidak Nyonya, sungguh. Meski tak memiliki uang, aku tak akan bersikap rendahan seperti itu. Aku akan mencari uang dengan kerja kerasku s
"Bukan Tuan, mungkin hanya mirip saja, aku permisi dulu Tuan, ada hal mendesak," balas Austin cepat. Ia berlari meninggalkan Wilson tanpa mendengar jawaban, langkahnya memburu tanpa menoleh ke belakang. Ia bergegas menuju motor bututnya lalu pergi meninggalkan gedung tadi. "Semoga ia tidak curiga," gumamnya. Ia terus melajukan motor dengan kecepatan penuh, ia terus menarik gas tanpa tahu arah jalan, menghilang jauh dari pandangan Wilson. Tiba-tiba motor hilang keseimbangan lalu terhenti begitu saja, Austin merasa bingung harus berbuat apa. Ia membuka tengki motor dan ternyata bensin sudah habis. "Bagaimana ini? Aku tak memiliki uang untuk mengisi bensin," gumamnya bingung, "Kenapa kau anak muda? Sepertinya sedang kesulitan," ucap pria paruh baya sambil menepuk pundaknya. Austin terkejut, ia menolehkan wajah melihat pria yang menepuk pundaknya. Pria paruh baya dengan pakaian lusuh, kotor terkena semen, bahkan wajahnya penuh dengan keringat. "Motorku habis bensin Tuan, dan aku t
"Berhenti memukulnya." Austin mendorong pria yang memukuli Peter. Peter mendorong tubuh Austin saat para pekerja ingin memukulnya, hingga ia terkena hantam senjata yang ada di tangan mereka. Austin tak menyangka jika Peter akan memasang badan untuknya, sontak Austin mendorong tubuh mereka, hingga mereka terpental jauh ke belakang. 'Apa yang aku lakukan?' ucapnya dalam hati sambil memandang kedua tangannya. Kekuatannya membuat para pekerja terhempas ke belakang, dorongan angin keluar begitu saja. Austin menyembunyikan kedua tangan di belakang tubuh, ia tak mau mereka menyadari kekuatannya dan menganggapnya monster. Peter tercengang, ia menatap Austin tak percaya. "M-mereka, a-apa yang kau lakukan?" tanya Peter. "Tidak, aku tak sengaja melakukannya, aku tak sengaja," balas Austin. Peter tersenyum, justru ia tertawa melihat kecemasan di wajah Austin. Austin terdiam, terpaku dalam pandangannya. Austin merasa bingung, mengapa Peter tertawa? "Kenapa kau tertawa?' tanya Austin heran.
"Tahu mendapatkan menantu seperti dia mending kau nikahkan saja Kenny dengan putraku," ucap salah satu Tamu. Austin terdiam, ia memandang lekat wajah para tamu yang baru pertama kali dilihat. Hinaan demi hinaan terlontar begitu saja, tapi ia mencoba bersikap biasa dengan penghinaan itu. "Dari mana saja kau? Pakaian kotor dan tampang lusuh, membuatku malu saja!" bentak Julie. "Aku habis bekerja," balas Austin. "Kau memang pantas mendapatkan pekerjaan rendahan seperti itu. Cepat masuk dan bersihkan rumah," perintah Julie di hadapan teman-temannya. Kumpulan sosialita tertawa mendengar hinaan itu, tak ada rasa kasihan dalam hati mereka. Austin tertunduk menahan malu dan sedih, kaki melangkah maju. Salah satu tamu memainkan kakinya dengan sengaja, menghalangi langkah Austin. Sontak Austin terjatuh dan menjadi bahan tawa bagi mereka. "Maaf... aku sengaja...." salah satu tamu meminta maaf dengan nada mengejek. Austin bangkit, melanjutkan langkah yang tertunda. Ia tak membalas perkataa
"Kenapa kau bodoh? Apakah kau tak bisa melihat dengan mata kepalamu jika pria ini sangat bodoh? Bahkan pria ini tak berpendidikan," ucap Julie sambil tertawa mengejek. "Bagaimana, apakah kau mau?" ucap wanita itu, mengabaikan ucapan Julie. "Ya, aku mau jika Nyonya mengizinkan," balas Austin cepat. Wanita itu tersenyum senang, tapi tidak dengan Julie. Julie memandang kesal pada teman dan menantunya. "Terserah kalian saja, aku hanya bisa tertawa saat melihat kehancuran perusahaanmu nanti," ucap Julie sambil mengibaskan tangan, lalu meninggalkan mereka. "Oh iya, perkenalkan, aku Lea," ucap Lea memperkenalkan diri. "Aku Austin Nyonya," balas Austin. "Jangan panggil Nyonya, mungkin kita hanya selisih beberapa tahun saja," ucap Lea lagi. Lea wanita muda berusia tiga puluh tahun, hanya selisih tiga tahun saja dari usia Austin. Suaminya menginggal karena kecelakaan, hingga ia bertanggung jawab penuh pada perusahaan yang ditinggalkan. "Baiklah Nona," balas Austin. "Bisa aku pinta nomor
"Apakah ada yang salah dengan penampilanku?" Kenny ternyata masuk ke dalam kamar tanpa sepengetahuan Austin. Ia memandang lekat penampilan suaminya, nampak rapi layaknya pengusaha muda. Kenny menggelengkan kepala melihat penampilan Austin. "Tidak, hanya saja pakaian itu tak pantas untuk pekerja buruh sepertimu," balas Kenny. "Aku tak bekerja di sana lagi, Nona Lea menawarkanku pekerjaan di perusahaannya," ucap Austin, matanya terus memandang wajah istrinya. "Benakah? Kerja sebagai apa? Perusahaannya sedang di ambang kehancuran, aku yakin, sebentar lagi juga ia tak bisa membayar upah para pekerja." "Entahlah, aku tak tahu ia memberiku pekerjaan apa, apapun itu akan aku terima." "Kau sangat bodoh." Kenny menggelengkan kepala lalu masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan Austin, ia bergegas mengambil motor lalu pergi menemui Jack untuk mengundurkan diri terlebih dahulu. Mau bagaimana pun, Jack dan Peter adalah pria baik yang mau menolongnya. Jasa Jack dan Peter akan selalu ia ingat.
"Maafkan aku Nyonya," balas Austin. Austin terkejut, ia langsung menegakkan tubuh, merasa gugup akan kemarahan Lea. Austin sadar jika yang ia lakukan itu adalah salah, ia sudah lancang karena tak meminta izin pada sang pemilik. Lea melihat kertas yang sudah dicoret oleh Austin, matanya membola manahan amarah. Tatapan tajam serta kekecewaan terlukis di wajahnya, bahkan Austin tak kuasa menatap wajah itu. "Keluar sekarang juga! Aku menyesal tak mendengarkan perkataan Julie!" Lea mengusir Austin tanpa hormat, bahkan kelembutan yang ia tampakkan tadi hilang tertelan amarah. Austin keluar dengan langkah pasti, ia tak membalas perkataan Lea. 'Harusnya kau berterima kasih padaku, aku menemukan banyak kecurangan dalam laporan itu. Kau wanita bodoh, mudah diperdaya bawahanmu,' batin Austin. Bibirnya tersenyum sinis, kedua tangan tersimpan di dalam saku celana. Austin keluar dengan wajah penuh wibawa hingga para karyawan terpesona dengan ketampanannya. Ia tak menyesali perbuatannya, justr