Share

7. Pengakuan Anggi

Oma Gina mengantarkan Dokter Alex ke luar kamar. Meskipun hatinya hancur Oma Gina bisa menyembunyikannya dari orang-orang.

"Musri, antarkan Dokter Alex ke depan!" perintah Oma Gina kepada Musri.

"Baik Oma," jawab Musri.

Oma Gina kembali menghampiri Anggi yang terpuruk. Dia menangis dan menjambak rambutnya sendiri.

"Kenapa ini harus aku alami? Apa salah ku, kenapa penderitaanku semakin lengkap, kenapa?" runtuk Anggi menangis.

"Katakan apa yang terjadi?" pinta Oma Gina pura-pura tenang.

"Oma, kalau saja pada saat itu aku tidak ditolong seseorang, mungkin aku bernasib sama seperti bunda. Tadinya kukira dia adalah malaikat penolong bagiku ternyata aku salah. Dalam keadaan tak berdaya justru dia menodaiku, Oma. Hiks ... Hiks ... Hiks!" ungkap Anggi diiringi tangisnya yang terisak-isak.

Oma Gina sontak ikut menangis dan tangannya meremas penuh dendam. Hatinya sama hancurnya dengan Anggi, hanya saja nenek tangguh itu bisa menelan sakitnya dengan diam.

Terlintas dibayangan Anggi, lelaki berseragam abu-abu yang masih belia duduk di mobil.

"Bagaimana mungkin aku minta pertanggungjawaban lelaki ingusan itu, anak ABG yang manja," keluh Anggi dalam hati.

"Oma, aku tidak mau hamil, aku mau kuliah! Aku tidak mau bayi ini, Oma, aku benci!" teriak Anggi histeris.

Oma Gina hanya diam dan meraih tubuh Anggi, kemudian dibenamkan dalam dekapannya. Dada Oma Gina terasa sesak bernafas. Penderitaan cucunya seolah dia yang mengalaminya.

"Sayang, kendalikan dirimu! Bayi itu tidak bersalah, kenapa kamu harus menghukumnya. Yang biadab adalah papanya, jangan lakukan apapun atas kesalahan papanya, Sayang!" Oma Gina menasehati.

"Aku ingin kuliah, Oma! Masa depan saya masih panjang, kenapa harus hancur seperti ini, Oma?" tangis Anggi masih meraung-raung.

"Biarkan dia hidup, Anggi," usul Oma Gina.

"Tapi karena anak ini kita akan mendapat malu, Oma!" sahut Anggi sedih.

"Tidak sayang, dia tidak pernah membuat kita malu. Kenapa kita harus malu, kita besarkan dia, dia cicitku," gumam Oma Gina menghibur.

"Tapi bagaimana dengan kuliahku, Oma?" tanya Anggi penasaran.

"Kamu tetap bisa kuliah, aku akan nikahkan kamu agar kamu dan anak kamu punya status," kata Oma Gina.

"Saya dan papa bayi ini sudah menikah, Oma," kata Anggi pelan.

"Apa? Bagaimana bisa?" tanya Oma Gina tak percaya.

"Nikah secara agama, Oma, karena usia dia belum cukup untuk nikah syah di KUA," jawab Anggi.

"Jadi dia masih sangat muda?" tanya Oma Gina.

***

Anggi bersama Oma Gina pergi ke dokter kandungan meyakinkan kehamilannya. Mobill mewah mengantarkan Anggi dan Oma Gina ke Klinik Dokter Santi.

Disisi yang lain, Aslan berangkat ke bandara diantar oleh kedua orang tuanya. Kini mobil melaju kencang karena tergesa-gesa waktunya sudah mepet.

Kini dua mobil mewah itu berhenti sejajar di perempatan traffic light kebetulan lampu merah. Tanpa sengaja Aslan menoleh keluar jendela, begitu juga dengan Anggi. Tatapan mereka beradu, lama sekali berpandangan. Seperti mimpi, Aslan mengkucek matanya seolah tak percaya. Sedang Anggi mengerjab-ngerjabkan matanya karena takut salah dengan penglihatannya.

"Apakah benar dia Aslan?" Anggi semakin tajam menatap lelaki yang duduk di mobil sebelahnya. Dia membuka jendela seolah ingin meyakinkan hatinya.

"Apakah benar dia Anggi?" Aslan semakin penasaran dia membuka juga  jendelanya dan menatap tajam. "Iya dia Anggi," lanjutnya terbelalak tak percaya.

"Anggi!" teriak Aslan.

"Aslan!" panggilnya lirih.

"Siapa Anggi?" tanya Oma Gina.

"Oma dia Aslan, suamiku," ujarnya sambil menunjuk ke arah mobil yang ditumpangi Aslan.

Dan mobil itupun mulai melaju karena lampu rambu berubah hijau. Aslan melambaikan tangannya antara percaya dan tidak bahwa yang dilihatnya adalah Anggi. Mobil Aslan belok kiri, sedang mobil Anggi belok ke kanan.

"Ma, tadi mobil Anggi!" teriak Aslan.

"Anggi siapa? Mana sih?" tanya Widya mamanya Aslan.

"Istriku, Ma!" teriak Aslan.

"Hust, hati-hati bicaramu! Cuma istri bohongan. Kalian tidak nikah di KUA kan, tidak dicatat?" sahut Tarmuji papanya Aslan dengan ketus.

"Kita kembali Pa, aku mau minta maaf doang kok!" pinta Aslan.

"Aslan kita tidak punya waktu, pesawat kamu take off pukul 12.00," hardik mamanya. "Waktu sudah mepet," lanjutnya.

"Itu tidak penting, Aslan, fokus pada tujuanmu sekarang!" sahut Tarmuji.

Disisi lain Anggi juga kecewa karena Aslan tidak berusaha mengejar dan mengajak berbicara. Bagaimanapun Anggi merasa mereka adalah suami istri.

"Oma, bagaimana kalau kita mencari dia, kita ikuti mobilnya," usul Anggi.

"Tidak perlu Anggi, dia anak ingusan kamu pasti menderita hidup bersamanya," ujar Oma Gina dingin.

"Sudah lupakan dia, biarkan anakmu hidup bersama Oma, aku akan mengasuhnya! Kejarlah  kariermu!" Oma Gina meemberi semangat.

***

Anggi dan Oma Gina turun dari mobil menuju Klinik Kandungan. Oma Gina menggandeng tangan Anggi penuh sayang. Seorang perawat membawanya masuk menemui dokter kandungan.

"Selamat pagi, Dokter!" sapa Oma Gina.

"Selamat pagi," jawab seorang dokter wanita bernama Santi.

"Mau periksa kehamilan, Bunda?" tanya dokter itu.

"Iya, Dokter," jawabnya.

Dokter Santi memeriksanya secara intensif.  Setelah memariksa tensi darah, detak jantung, kini dokter akan memeriksa kehamilannya lewat USG. Perawat membantu menyiapkan pemeriksaan USG dari mengoleskan krim di perut Anggi.

"Usia kehamilan delapan minggu ya Bun, wah ini bayinya kembar lo ...," ujar dokter sambil memainkan alat USG nya.

"Apa dokter? Jadi cicitku kembar?" tanya Oma Gina terperanjat kaget. "Alhamdulillah!" lanjutnya bersyukur.

"Betul Oma, ini sama ini," kata Dokter Santi sambil menunjukkan. "Ini suara detak jantung bayinya ya, Bun. Detak jantungnya bagus , dua-duanya sehat semua ya, Bun?" ujarnya.

Oma Gina terharu sampai meneteskan air mata. Tidak menyangka sebentar lagi kesunyian di rumahnya akan segera terisi dengan tangis dan tawa bayi.

Anggi juga tersenyum puas setelah melihat reaksi omanya yang bahagia. Oma Gina mengusap rambut Anggi penuh sayang dan cinta.

"Oma akan jaga anak-anak kamu, Oma bahagia, Anggi!" bisik Oma Gina.

Dokter memberikan resep obat untuk penguat kandungan dan vitamin. Anggi duduk di pinggir ranjang.

"Bunda, jangan banyak aktifitas dulu ya, dijaga kesehatannya? pesan Dokter Santi.

Anggi hanya tersenyum menyembunyikan kesedihannya. Dia teringat Aslan, andai saja Aslan tahu bahwa dia akan punya anak kembar,  akankah dia bahagia?

"Aslan, kamu mau punya anak kembar. Besuk aku akan mencari kamu ke alamat rumah yang kamu berikan kepadaku," batin Anggi. "Kamu harus tahu berita ini, setidaknya kamu harus  bertanggungjawab, Aslan!" lanjutnya. 

"Ayo sayang, kita pulang!" ajak Oma Gina.

Oma Gina segera menggandeng keluar ruang periksa. Hatinya sangat bahagia, semua seperti mimpi, dia bisa bertemu dengan cucunya bahkan kini akan mendapat cicit dua sekaligus.

"Kamu ingin makan sesuatu, Anggi?" tanya Oma sambil berjalan menuju mobilnya.

"Oma, aku ingin makan sate kelinci," bisik Anggi kepada Oma Gina.

Apakah Anggi bisa menemukan Aslan di rumahnya?

Bersambung ...

.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status