“Tunggu, tunggu dulu, Derald. Setelah kupikir pikir sepertinya tidak usah. Hahah, Iya, aku baik baik saja. Aku akan mencoba untuk mengatasi ini sendiri. Hahaha.. iya..” Kataku dengan tawa janggung disetiap selanya.
“Kenapa?” Derald bertanya seperti benar benar tidak mengerti apa dan mengapa. Gawat, aku sungguh belum menemukan alasan yang pas untuk kukatakan padanya dan mencegahnya bertemu orangtuaku. Derald kembali berbicara. “Tenang saja, kau tau, semua sponsor acara sekolah kita sampai saat ini? Akulah yang menegosiasikannya selama aku bergabung dengan OSIS. Ini pasti akan berjalan lancer. Percayalah. Hahaha..” katanya sangat percaya diri sambil menepuk pundakku dengan maksud menghibur. Tapi aku tetap sama sekali tidak terhibur.
“Oh, benar juga. Karena 3 hari lagi kita akan berangkat, bagaimana jik
Terima kasih buat orang orang yang sudah mau membaca ceritaku, walau dengan cerita yang tidak terlalu seru, tata bahasa yang berantakan, dan segala kekurangannya. Aku sangat berterimakasih.
Di bawah, aku sudah melihat ayah dan Bill yang berada di depan TV sambil menungggu ibu yang sedang menyiapkan makan malam. Bau masakan ibu sudah menyeruak kemana mana, sepertinya akan segera matang. Aku dengan kaos putih longgar dan celana pendek hitamku langsung ikut menubrukkan diri ke sofa tempat ayah dan Bill. “Kau tidak membantu ibumu, Sofia?” Ayah menegurku namun tidak melihat mataku ketika berbicara. Dan akupun juga melakukan hal yuang sama. “Ibu sebentar lagi sudah selesai.” Jawabku singkat, nampaknya ayah juga tidak peduli dengan apapun jawabanku. Seperti biasa. Jujur saja, semakin aku beranjak ‘tua’, aku semakin tidak ingin berbicara dnegan orangtuaku, khusunya ayah. Entahlah, aku hanya tidak nyaman. Insitngku mengatakan akan selalu ada hal tak baik jika aku berbicara secara dalam dengan ayahku. Tapi saat ini nampaknya ayah nampaknya punya lebih dari satu topik untuk diceritakan.
Selama berlari Derald tidak melepas genggaman tangannya padaku. Tempo larinya juga disesuaikan dengan kemampuan fisikku. Aku menyadarinya karena kecepatan berlarinya tidak secepat waktu itu ketika menggendongku. Ini terasa sangat menyenangkan. Meskipun agak melelahkan untuk fisikku yang lemah. Aku merasa payah tiba tiba. “Tunggu disini, aku akan segera kembali.” Katanya padaku ketika dia berhenti berlari. Dia kemudian masuk ke salah satu rumah yang cukup besar dengan banyak motor disana. Dia kemudian keluar dengan menaiki motor besar dan helm yang sudah nagkring manis di kepalanya. Derald mengangkat kaca helmnya. “Naiklah, jika terlalu lama kita tidak akan sempat berkeliling.”Tanganku yang sedang meraih helm yang disodorkannya terhenti karena kalimatnya tadi. “Tunggu, apa yang baru saja ka―”&nb
“Oh, Kurt, ini Sofia, teman sekolahku. Sofia, ini Kurt.” Jelasnya singkat padaku dan Kurt. “Hoohh, apa ini? Jadi kau mendapat gadis baru, huh, Pangeran?” Kurt menggoda Derald walau masih dengan nada santai sambil mengeluarkan sebatang rokok dari saku dan membakarnya. Aku tidak dapat mencegah diriku sendiri untuk memalingkan wajah, karena aku yakin wajahku memerah sekarang, menahan diriku untuk tidak tersenyum disaat seperti ini sangat sulit. Dari jarak pandang yang tidak terlalu jauh aku melihat Derald dari sudut mataku. Oh… dia juga seperti menahan sesuatu juga. “K―Kurt, kau terlalu banyak bicara.” Derald berusaha kembali mengambil alih dirinnya agar tetap terkontrol. “Dimana Kido?” Derald bertanya ke poin utama mengapa kita berada disini sekarang
“Jadi,…” Kataku menagih sesuatu padanya. “Hm?” Derald nampaknya tidak mengerti apa yang aku bicarakan. “… kau berhutang penjelasan padaku. Sejak dirimu tiba tiba muncul di depan kelasku hingga detik ini. Apa maksu―” Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, dia memotongku dengan tertawa kecil. Aku mengerutkan dahi. “Apa yang lucu?” “Haha… Tidak, tidak apa-apa…” Derald mengusap ujung matanya. “…kau sangat ekspresif ya, haha… maksudku… ah sudahlah.” Dia berusaha menjelaskan ditengah tawanya. Apa aku begitu lucu? Aku tidak tau.&n
“Terimakasih untuk hari ini, Derald.” Kataku berjalan dibelakangnya menuju ke halaman depan rumah. Disana, Kido terparkir rapi menunggu pemiliknya. “Ya,..” Derald mengambil helm yang digantung di spion motornya. “…kita berhasil.” Aku mengangguk sedikit sambil tersenyum. Derald pun bersiap untuk pulang. Ya, ceritanya cukup panjang, tapi perizinan dengan orangtuaku berjalan lancer, dan membuahkan hasil juga. Meski aku tidak yakin apakah ini karena kemampuan negoisasinya, atau hanya karena ayahku sudah mendapatkan impresi yang baik tentang Derald bahkan sebelum mereka bertemu dan saling mengenal hari ini. Yang intinya, aku berhasil mendapat izin, untuk tetap mengikuti lomba, dan menginap. “Sampai jumpa besok, Sofia. Aku akan menghubungimu nanti.” Dera
“Halo...” Suara laki-laki yang terdengar tidak asing muncul dari ujung sana. “Halo, Anderson disini. Siapa?” Meski aku sudah berusaha untuk tetap sopan, sepertinya auraku menolak hingga suaraku tetap mengeluargan nada-nada malas di dalamnya, semoga tidak terdengar di ujung sana. “Saya Derald Roussaint, bisa saya bicara dengan Sofia?” Tak heran seperti pernah mendengar suaranya, ini Derald! Padahal aku baru saja membayabgkan dirinya dalam halusinasiku. Maafkan aku atas apa yang aku lakukan dalam imajinasiku dengan menggunakan sosokmu, Derald. Meski tidak mungkin kukatakan langsung. Tidak, 
“Ya,.. baiklah, sepertinya kita memang harus lebih fokus lagi, hahah…” Kataku menuju akhir dari pembicaraan. “Ya,…” Jawab Derald terdengar seperti tidak senang. Dia lalu melanjutkan dengan nada bicara yang berbeda 180 derajat dalam hitungan milisekon. “Jadi, bagaimana menurutmu jika aku benar-benar mengatakan pengakuan pada ibumu seperti tadi?” Seakan aku melewatkan satu atau dua detak jantungku, aku merasa ruang pernafasanku menyempit. Huft.. dia kembali menggodaku, bahkan disaat saat seperti ini. Kebiasaan Derald yang aneh. Aku menghentikan langkahku di anak tangga kedua dari lantai pertama. Aku melihat sudah tidak ada orang, dan hanya beberapa lampu malam sedikit menerangi ruangan itu. “Me―Memangnya tadi itu… benar-benar perasaanmu?” Aku tersenyum konyol tanpa sadar sambil mempercepat langkahku ke dapur lalu membuka cabin
Aah, apa kakiku masih menapak di lantai? Sepertinya ada laki-laki yang meneriakkan namaku, sesaat sebelum semuanya tampak gelap. Tidak boleh menyusakan, kah? Terdengar terlalu keren untukku mengatakannya, kurasa. Tapi, ya, itu benar. Seharusnya aku tidak bergantung padanya terlalu sering. Aku bahkan membuat Derald membantuku meminta izin pada ayahku. Hal sepele seperti itu saja aku tidak mampu dan meminta bantuannya. Bila dipikir-pikir, aku sangat lemah, bukan? Sejak kapan aku menjadi seperti ini? Sangat tidak keren. Jika terus seperti ini, aku tidak akan pernah sampai diposisi Derald,.. Ya…, terlalu jauh… “Oiii…” Suara yang berat menggema seperti berasal dari tempat yang sangat jauh. Beberapa saat kemudian aku mencium bau min menyengat, salah satu bau favoritku di dunia ini selama 13 ta